Balai Bahasa Jateng Gali Tradisi Lisan, Lakukan Pemetaan di Wonosobo
MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO – Balai Bahasa Jawa Tengah (Jateng) mengadakan kegiatan perlindungan sastra dengan melakukan pemetaan sastra lisan di Jawa Tengah selama sepekan terakhir. Dijelaskan Peneliti Balai Bahasa Jateng, Ery Agus Kurnianto, penentuan daerah pengamatan didasarkan pada kepemilikan dialek bahasa di suatu wilayah. Menurut Ery, Bahasa Jawa memiliki lima dialek yang meliputi bahasa Jawa dialek Wonosobo, Banyumas, Tegal, Solo, dan Bahasa Sunda di wilayah Jateng. “Tujuan Kegiatan ini adalah melestarikan sastra lisan yang ada di Jawa Tengah dengan cara inventarisasi, konservasi, dan sosialisasi. Kami mendatangi langsung para praktisi sekaligus menggali catatan-catatan serta berabagai kisah yang nantinya akan kami susun dan kemudian menjadi bagian dari pemetaan yang akan dibuat dalam bentuk digital,” ungkap Ery yang hadir bersama rombongan peneliti kemarin (7/2). Para informan selain mengisi angket tentang identitas dan juga tentang tradisi lisan yang diangkat. Selama beberapa hari tim Balai Bahasa mengunjungi para pelestari sastra lisan yang berkecimpung dalam berbagai bidang. Mulai dari pimpinan sanggar seni, seniman, penari, wirasuara, pengerajin alat musik, penulis buku, hingga budayawan. Di salah satu kunjungan di dusun Giyanti desa Kadipaten kecamatan Selomerto, Tim Balai Bahasa Jateng mendatangi pimpinan sanggar Sanggar Rukun Putri Budaya, generasi ke-3, Dwi Pranyoto serta Dalang Muda Tatag Taufani. Di Giyanti, tim Balai Bahasa Jateng menggali sejarah serta kisah terkair Topeng Lengger. “Berbagai hal yang kami temukan dari para narasumber menuntun kami ke Giyanti ini dan kami melihat sendiri bagaimana lengkapnya data tentang Topeng Lengger Wonosobo. Bahkan menurut kami, kesenian ini aman dalam kaitan kelestarian. Karena yang kami temui di Wonosobo mayoritas adalah para pemuda dan semua orang mengenal seni tradisi ini. Bahkan kami sudah berkesempatan menonton langsung kemarin malam,” ungkapnya. Selain Topeng Lengger, tim Balai bahasa juga menyambangi maestro Bundengan di dusun Ngabean Bohori, seniman Bundengan dan musik tradisi Luqmanul Chakim, serta seniman dan penulis buku Agus Wuryanto, dan maestro Topeng Lengger Sri Winarti. Pihak Balai Bahasa Jateng juga bekerjasama dengan Bidang Kebudayaan Disparbud dalam penelitian tersebut. “Nantinya yang sudah kami susun ini akan kami paparkan dan harapannya bisa dikritisi oleh para praktisi dan narasumber,” imbuhnya. Ditanggapi Luqmanul Chakim, salah satu musisi yang belum lama ini menggarap musik tradisional di Anniversary Gramedia ke-50 upaya pelestarian tersebut menjadi sebuah kabar positif bagi seni tradisi Wonosobo. Luqman yang sudah beberapa kali membawa Bundengan ke luar negeri menilai era kemajuan media informasi ini menjadi saat yang sangat baik untuk mengenalkan kembali musik tradisi pada generasi muda. “Harapan kami, anak-anak muda bisa kembali menggemari musik tradisi dan berkreasi dengan alat musik tradisional yang mungkin bisa punah jika tidak dilestarikan,” pungkasnya. (win)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: