Bisa Jadi Century Jilid Kedua
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Di tengah wabah Virus Corona yang tak kunjung usai, Presiden Joko Widodo mengambil langkah berani dengan menerbitkan Peraturan Perintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Corona, Selasa (31/3). Pengamat Hukum dan Tata Negara Yusdianto menilai Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan meliliki otoritas penuh menjalankan kekuasaan pemerintahan sebagaimana yang ditegaskan dalam UUD 1945, termasuk dalam hal kebijakan keuangan negara. Sebagaimana Pasal 23 ayat ayat 1 UUD 1945, Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Implikasi Covid-19, telah berdampak pula terhadap ancaman semakin memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik, maka deiperlukan langkah-langkah penanganan Covid-19 yang berisiko pada ketidakstabilan makro-ekonomi dan sistem keuangan yang perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah. ”Penyebaran Covid-19 yang tiap hari terus bertambah, telah memberikan dampak dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian ekonomi global, diperlukan kebijakan dan langkah-langkah luar biasa (extraordinary, Red) di bidang kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan,” kata Yusdianto kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Minggu (5/4). Ditamahkannya, dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menegaskan dalam hal anggaran diperkirakan defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto. ”Saya kira atas ketentuan terbut dalam hal ini Presiden akan memahamin dan mematuhi dasar hukum tersebut,” kata ia. Adanya asumsi bahwa dengan hadirnya Perppu No. 1 tahun 2020 ini menjadi sarana untuk perampokan massal (pasal 1,2, 3), saya kira itu asumsi yang berlebihan dan cenderung provokatif di tengah epedemi Covid-19 kini. ”Disamping itu, kita juga perlu mengingatkan kepada pemerintah agar penggunaan anggaran dengan payung Perppu dalam hal penggunaan anggaran keuangan negara harus mengedepankan akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri,” terangnya. Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan langkah extra ordinary, luar biasa, perlu dilakukan karena menghadapi kondisi yang di luar kebiasaan. Di sinilah Perppu dijadikan sebagai landasan hukum untuk merespon di dalam rangka melaksanakan langkah-langkah penyelamatan kesehatan dan keselamatan masyarakat, membantu masyarakat yang terdampak dan membantu dunia usaha serta sektor ekonomi serta diharapkan tetap menjaga stabilitas sektor keuangan. Untuk bisa menangani Covid-19 ini, anggaran di bidang kesehatan perlu untuk diprioritaskan dan beberapa langkah sudah dilakukan. Pertama melalui realokasi dan refocusing dari APBN 2020 maupun APBD di setiap pemerintah daerah. Tambahan anggaran kesehatan sebesar Rp75 triliun yang akan nanti dilakukan rinciannya dalam bentuk Perpres. Rp75 triliun di bidang kesehatan menyangkut penambahan anggaran untuk pembelian alat-alat kesehatan termasuk alat pelindung diri (APD) bagi seluruh tenaga medis juga mengupgrade 132 rumah sakit yang menjadi rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia baik di RS pusat maupun daerah. Termasuk insentif dokter spesialis Rp15 juta perbulan, dokter umum Rp10 juta, perawat Rp7,5 juta, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga administrasi RS Rp5 juta yang diberikan selama 6 bulan, termasuk santunan kematian sebesar Rp300 juta perorang. Penyaluran Rp75 triliun ini bisa melalui BNPB sebagai Gugus Tugas untuk penanganan Covid-19 maupun melalui Kementerian Kesehatan dan sebagian juga melalui daerah. Kedua, Menkeu mengatakan bahwa Presiden juga menginstruksikan supaya jaminan dan bantuan sosial bisa ditingkatkan karena masyarakat, terutama yang termiskin akan sangat terkena langkah-langkah seperti pembatasan sosial yang meluas dengan adanya kebijakan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, bahkan ibadah di rumah. Oleh karena itu, ada penambahan Rp110 triliun untuk peningkatan jaminan sosial yang mencakup 10 juta penerima PKH yang juga ditingkatkan manfaatnya. Dari 15,2 juta naik jadi 20 juta untuk mereka yang mendapatkan kartu sembako atau santunan untuk pembelian barang-barang pokok. Pemerintah memberi pembebasan listrik bagi pelanggan listrik 450 kVA dan pelanggan listrik 900 kVA yang diberikan diskon 50% untuk 3 bulan. Jokowi menambahkan Rp70 triliun untuk mendukung dunia usaha yang menghadapi masa sulit ini untuk membebaskan mereka dari pajak 21 yaitu pajak karyawan dan PPN yang ditanggung pemerintah serta untuk PPH 25 yang akan mendapatkan pengurangan 30% selama 6 bulan. Di dalam Perppu juga dimasukkan penurunan tarif PPH dari 25% menjadi 22%. Bagian kedua Perppu adalah mengenai stabilitas sektor keuangan di mana apabila kondisi ekonomi dan sosial mendapatkan tekanan Covid-19 akan makin memburuk, maka berpotensi mempengaruhi stabilitas sektor keuangan. Oleh karena itu, di dalam Perppu diatur langkah-langkah Komite Stabilitas Sistem Keuangan bisa melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya krisis keuangan. Untuk Bank Indonesia (BI), diharapkan bisa membantu likuiditas bagi bank sistemik maupun non sistemik serta bisa membeli surat berharga negara (SBN)di pasar perdana dalam situasi pasar yang sangat tidak normal. Dalam Perppu ini juga terdapat langkah-langkah bagi LPS untuk bisa menangani bank yang bermasalah dan OJK untuk melakukan relaksasi dan melakukan tindakan-tindakan diperlukan agar lembaga-lembaga keuangan tetap bisa dijaga kesehatannya. KSSK juga bekerjasama dengan Kejaksaan, Kepolisian dan bahkan KPK agar potensi moral hazard atau penyalahgunaan dari Perppu ini bisa dihindari. Edy Mulyadi selaku wartawan senior dalam YouTube channel Mimbar Tube Kamis (2/4) mengatakan bahwa Jomowi mengambil langkah gagah dengan menggelontorkan Rp450 triliun lebih untuk penanganan Covid-19. Namun, kata ia lahirnya Perppu ini menjadi sarana untuk melakukan perampokan uang negara secara berjamaah. ”Jokowi melakukan Perppu nomor 1 tahun 2020 tentang stimulus ekonomi dan perlindungan sosial, itu bagus-bagus aja ya. Di situ gagah betul tuh Rp450 triliun lebih anggaran digelontorkan (untuk Covid-19) tapi begitu kita perhatikan, kita teliti itu yang Rp75 triliun untuk kesehatan, itu bagus-bagus aja tapi ternyata dana itu dana utang baru,” jelas Edy. Disebut dana utang baru karena ternyata yang kita bolak-balik suara kan para ekonom mengatakan bahwa pemerintah punya uang tinggal mengrealokasikan sebagian APBN dari anggaran infrastruktur yang nilainya Rp419 triliun, anggaran bayar utang yang Rp654 triliun, anggaran belanja termasuk lembaga/kementrian Rp1.600 triliun. Namun, kata ia, setelah dihitung-hitung muncul Rp215 triliun utang baru. ”Kalau 20 persen saja dihemat udah Rp320 triliunan, banyak banget, bisa 1.000 triliun juga itu. Tapi ternyata hasil geser-geser anggaran tersebut dalam Perppu tersebut cuma Rp190 triliun itu artinya ada Rp215 triliun utang baru,” jelasnya. Dengan demikian kata Edy memperlebar defisit APBN dari 3 persen menjadi 5,07 persen. Hal ini kata Edy bertentangan dengan Undang-Undang keuangan negara yang membatasi pelebaran defisit maksimal 3 persen. Dengan lahirnya Perppu, dapat melindungi mereka dari jeratan pidana dan perdata dengan mengatasnamakan program-program pemerintah dalam memerangi Covid-19. Dan DPR sebagai legislatif mendorong lahirnya Perppu ini. ”Kalau sampai itu diperlebar berarti Jokowi melanggar undang-undang. Waktu disumpah sebagai Presiden ia mengatakan akan melaksanakan Undang-Undang sebenar-benarnya. Melanggar undang-undang bisa dihimpit tapi lagi-lagi DPR yang teriak paling kenceng \\\'bikin aja Perppunya kita dukung kok pelebaran defisit\\\'. Ini negara perampokan berjamaah dan rakyat Indonesia berjuang sendiri,” beber Edy. Lebih lanjut Edy menjabarkan bahwa pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 Perppu no. 1 tahun 2020. Pada ayat 1 menyatakan semua biaya anggaran itu adalah biaya ekonomi dan tidak bisa dianggap kerugian negara. ”Jadi pertama anggap uang hilang,” tuturnya. Pada ayat 2 dikatakan bahwa para pejabat BI, Menteri Keuangan, OJK, LPS yang memakai dana tersebut tidak bisa dipindah, baik perdata maupun pidana karena melaksanakan program-program keuangan tadi. Sedangkan ayat 3, menyatakan bahwa semua itu bukan menjadi delik untuk di bawa ke ranah hukum Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). ”Bukan hanya potensi melakukan kejahatan tapi disediakan jalurnya \\\'ayo kalian merampok rame-rame, jangan khawatir karena nanti kalian itu nggak akan dipindahkan kok, nggak akan dituntut. Jangan khawatir ini akan dinggap senagai \\\'biaya negara kok\\\' bukan untuk kerugian negara,” katanya. Ia pun kembali mengingatkan krisis di tahun 1998, dimana saat itu BLB dikucurkan sebesar Rp400 triliunan namun hasilnya tidak jelas. Bahkan audit BPK menyatakan hanya 6% yang efektif, 94 persennya tidak bisa dipertanggungjawabkan. ”Saya ingat tahun 1998 ketika terjadi krisis terjadi itu BLB dikucurkan Rp400triliunan amblas gak karuan. Bahkan audit BPK itu mengatakan hanya 6% yang efektif, 94 persennya ngawur-ngawuran semua. Itu nggak ada pasal-pasal kayak tadi (Perrpu No.1 tahun 2020). Gak ada pasal yang memungkinkan ayo maling gak ada. Itu aja sampai sekarang gak karu-karuan,” teranganya. Begitu juga pada kasus Century tahun 2008. Ada sebesar Rp6,7 triliun anggaran yang dikucurkan yang ditak ketahuan kemana perginya. ”Gak ada pasal-pasal begitu, tapi sampai sekarang ancur-ancuran juga,” katanya. ”Waktu Century itu kalau gak salah Robert Tantular dalam persidangan memgatakan dia heran kenapa banknya mendapatkan kucuran dana sampai 6,7 triliun, menurut perhitungan dia dana pihak ketiga untuk bayar nasabah itu cuma 800 miliar, Tapi ugal-ugalan semua dan itu maling, tanpa pasal-pasal yang ada di sini gila banget perampokan akan terjadi besar-besaran,” jelasnya. (dim/fin/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: