BPJS Tetap Naik, Rapat di DPR Percuma

BPJS Tetap Naik, Rapat di DPR Percuma

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Masuk awal 2020, di tengah berbagai berita tentang bencana banjir, kenaikan iuran BPJS Kesehatan resmi diberlakukan sesuai dengan Perpres No. 75 Tahun 2019. Kenaikan ini berlaku untuk semua kelas dan klasifikasi peserta tanpa terkecuali yang tentu saja cukup memberatkan bagi peserta BPJS Mandiri. Peserta kelas 1 dan 2 mengalami kenaikan lebih dari 100% dari iuran semula. Sementara peserta kelas 3 mandiri naik sebesar 65% yang akan dialami oleh peserta dari Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Kedua kelompok ini sebetulnya berada dalam kondisi yang cukup rentan miskin dan selama ini sangat berat untuk memenuhi kewajiban membayar iuran BPJS. Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengatakan, kenaikan iuran BPJS yang mulai diberlakukan ini sangat mengecewakan. Sebab pemerintah mengabaikan keputusan yang sudah dibuat bersama dengan DPR. Dia mengatakan Pemerintah yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, DJSN dan BPJS Kesehatan telah melakukan rapat maraton bersama dengan Komisi IX sampai dini hari sebanyak 2 kali yaitu pada 7 November 2019 dan 12 Desember 2019. “Rapat dilakukan untuk mencari solusi bagaimana kenaikan iuran yang cukup besar ini tidak dilakukan, setidaknya bagi peserta kelas III dari PBPU dan BP karena akan cukup memberatkan ditengah situasi ekonomi yang masih lesu,” ujarnya saat ditemui di gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (3/1). Sejak rapat gabungan dilaksanakan, Komisi IX tegas menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan terutama untuk peserta kelas III PBPU dan BP. Kurniasih menambahkan, bahkan dalam rapat pada 12 Desember lalu sudah ada kesepakatan untuk mengambil alternatif kedua diantara 3 alternatif yang diusulakan oleh Kemenetrian Kesehatan untuk mengatasi keberatan kenaikan iuran untuk kelas 3 peserta PBPU dan BP. “Alternatif yang disepekati saat itu adalah alternatif 2 bahwa manajemen BPJS akan memanfaatkan profit atas klaim rasio peserta PBI yang diproyeksikan pada tahun mendatang akan ada profit akibat kenaikan iuran JKN berdasarkan Perpres No. 75/2019,” bebernya. Profit inilah yang akan digunakan untuk membayar selisih kenaikan iuran peserta PBPU dan BP kelas III. Dengan kata lain, dalam kesepakatan ini tidak ada kenaikan iuran yang akan dibebankan kepada peserta PBPU dan BP kelas III. Namun kenyataannya, kenaikan yang mulai diberlakukan, akan dibebankan pada semua peserta BPJS mulai 2020. Keputusan ini berarti Pemerintah mengingkari kesepakatan, bahkan yang diusulkan sendiri oleh Menteri Kesehatan dan disetujui BPJS Kesehatan saat rapat. Kurniasih menyampaikan bahwa dirinya merasa sangat kecewa dengan keputusan pemerintah yang pada akhirnya tetap menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dibebankan kepada semua peserta. Ini untuk kedua kalinya pemerintah mengingkari hasil rapat dengan DPR tentang kenaikan iuran BPJS ini. Ia melanjutkan, menurutnya, ini sangat memprihatinkan karena pemerintah tidak punya komitmen yang kuat untuk mengurangi beban masyarakat terutama peserta kelas III PBPU dan BP ini dengan tetap menaikan iuran BPJS nya dari Rp25.500 menjadi Rp42.000. Sebelumnya pemerintah dalam Rapat Gabungan Komisi VIII, IX dan XI dengan sejumlah Menteri dan lembaga terkait, sudah berkomitmen untuk tidak membebani kenaikan iuran BPJS kelas III mandiri ini. Dalam rapat gabungan tersebut disepakati bersama pemerintah akan mencari jalan lain dalam menyelesaikan persoalan defisit Dana Jaminan Sosial. Ini sudah menjadi kesimpulan rapat saat itu karena disepekati semua yang hadir. Namun semua hasil rapat bersama dengan DPR RI, diabaikan begitu saja. “Jika jeritan rakyat dan suara DPR RI serta hasil rapat bersama pemerintah dengan DPR RI tak lagi didengar, maka siapa yang harus memperjuangkan amanat UUD 1945, rakyat berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah,” tegasnya. Terpisah, Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini mendesak BPJS Kesehatan memperjuangkan peserta Kelas III mandiri yang benar-benar tidak mampu bisa dimasukkan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sehingga iurannya ditanggung pemerintah. \"Jumlah mereka sebanyak 20,4 juta orang, di antaranya terdapat sekitar 9,8 juta orang yang menunggak iuran,\" kata Yahya Zaini. Ia pun meminta BPJS Kesehatan pro-aktif berkoordinasi dengan Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai penanggung jawab data kemiskinan. \"Yang perlu diprioritaskan masuk PBI adalah 9,8 juta orang tersebut. Ini akan menjadi solusi karena desakan DPR supaya pemerintah memberi subsidi kepada mereka tidak bisa dipenuhi,\" ujar YZ, panggilan akrab Yahya Zaini. Politisi dari Partai Golkar ini juga berharap pada 2020 ini ada perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga penambahan peserta PBI tersebut dapat dialokasikan. Sementara Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Netty Prasetiyani, memprotes keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan Kelas III per 1 Januari 2020. “Benar-benar kado pahit untuk rakyat,” kata Netty. “Ternyata mata hati rezim pemerintah telah mati dengan tetap bersikukuh pada keputusan menaikkan premi. Tak sesuai kesepakatan,\" lanjutnya Netty menerangkan bahwa BPJS Kesehatan menaikkan iuran dengan alasan harus patuh kepada Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 bahwa kenaikan iuran untuk semua kelas. Dia berpendapat kenaikan iuran BPJS adalah bukti pemerintah tidak mendengar jeritan hati rakyat. \"Katanya kerja untuk rakyat, tapi kok menyengsarakan rakyat. Rezim zalim, katanya pro rakyat tapi mencekik rakyat,” ucapnya. Netty lantas berjanji mengajak Komisi IX meminta rapat gabungan dengan kementerian terkait untuk mempertanyakan keputusan iuran BPJS naik. Dia juga berniat membuka hotline service pengaduan bagi warga miskin di daerah pemilihannya yang dikeluarkan dari daftar PBI BPJS Kesehatan. Berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku sepenuhnya mulai 1 Januari 2020. Bagi peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas III akan meningkat menjadi Rp 42.000, dari sebelumnya Rp 25.500. Iuran peserta atau mandiri Kelas II akan meningkat menjadi Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 51.000. Lalu, iuran peserta Kelas I akan naik menjadi Rp 160.000 dari sebelumnya sebesar Rp 80.000 Sementara itu, iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meningkat menjadi Rp 42.000 dari sebelumnya sebesar Rp 25.500. Kenaikan iuran PBI itu diambil dari anggaran pemerintah yang berlaku surut sejak 1 Agustus 2019.(khf/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: