Dalam Ditutup, Luar Dibuka

Dalam Ditutup, Luar Dibuka

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - DPR RI menyayangkan, saat sebagian kepala daerah mendapatkan persetujuan oleh pemerintah pusat melaksanakan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk mengatasi wabah COVID-19, Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina justru masuk Indonesia. Jika kebijakan PSBB tidak dibarengi proteksi terhadap WNI dari potensi ancaman dari luar negeri, maka kebijakan PSBB menjadi omong kosong. Anggota Komisi I DPR RI Toriq Hidayat mengatakan, saat ini Cina termasuk lima besar negara-negara dengan jumlah kasus positif COVID-19 dan korban meninggal terbanyak akibat wabah ini. Selain Amerika Serikat, Italia, Spanyol dan Jerman. \"Pemerintah harus mencegah masuknya TKA dan wisatawan asing yang berasal dari negara-negara tersebut. Bahkan untuk alasan darurat. Pencegahan ini harus dilakukan hingga wabah ini selesai,\" tegas Toriq di Jakarta, Selasa (21/4). Melihat kondisi darurat COVID-19 di Indonesia, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) membentuk Tim COVID-19. Salah satu rekomendasi dari Tim COVID-19 FPKS untuk mencegah masuknya TKA dari negara-negara berstatus bahaya adalah mencabut Permenhumkam nomor 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Permenhumkam ini diterbitkan oleh Pemerintah dalam rangka mencegah wabah COVID-19 dari negara lain masuk ke Indonesia. Namun FPKS menemukan kelemahan pada Permenhumkam ini. Pada Pasal 3 disebutkan pelarangan dikecualikan. Sehingga menjadi dalih dari TKA Cina dan yang lainnya tetap bisa masuk ke Indonesia. “Saya selaku anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS dan bermitra dengan Kementerian Luar Negeri yang memiliki tanggung jawab memberikan proteksi warga negara Indonesia dari potensi ancaman luar negeri meminta agar Menteri Luar Negeri bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia segera mencabut Permenhumkam nomor 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia. Mari kita putus rantai wabah COVID-19 di Indonesia,” papar Toriq. Ia memberikan apresiasi kepada para tenaga medis yang terus berusaha mengobati para pasien COVID-19. Apresiasi juga disampaikan kepada seluruh Kepala Daerah yang berusaha keras memutus rantai penyebaran COVID-19 dari daerah yang dinyatakan sebagai zona merah ke daerah yang dinyatakan sebagai zona hijau. Yakni dengan mengajukan permohonan penetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada pemerintah pusat. “Mengobati pasien COVID-19 gar sembuh adalah hal penting. Tetapi di waktu yang sama usaha untuk memutus rantai penyebarannya melalui PSBB juga sangat penting,” ucapnya. APBN 2020 Dianggap Bermasalah Sementara itu, anggota DPR RI Hidayatullah berpandangan konstitusionalitas Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020 bermasalah. “Dalam kondisi krisis berat seperti apapun, belum ada preseden pemerintahan sebelumnya yang gunakan Perpres untuk Perubahan APBN. Ini baru pertama terjadi dalam sejarah. Perubahan APBN hanya diatur dalam Perpres. Ini meyalahi tradisi dan konstitusi bernegara. Berbagai negara juga sama. Kebijakan fiskal atau belanja negara sebesar apapun untuk menghadapi Pandemi COVID-19 ini, pihak eksekutif selalu melibatkan parlemen,” jelas Hidayatullah di Jakarta, Selasa (21/4). Ia menekankan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, masalah APBN telah diatur dengan sangat rinci dan jelas pada Bab VIII UUD NRI Tahun 1945, tentang Hal Keuangan Pasal 23. “Penetapan Perubahan APBN dengan Peraturan Presiden (Perpres) jelas bertentangan dengan Pasal 23 UUD NRI 1945. Ini tidak sesuai dengan pasal tersebut. Paling tidak, harusnya Perubahan APBN, kalaupun sangat-sangat terpaksa pemerintah bisa gunakan peraturan perundang-undangan sederajat. Seperti Perppu. Kalau Perpres tidak sepadan dengan yang dimaksud UUD 1945,” terangnya. Hidayatullah menilai kalau Perubahan APBN ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan sederajat atau Perppu, maka Presiden akan tetap melibatkan DPR dengan pertimbangan DPD untuk melakukan pembahasan Perubahan APBN tersebut. Meski proses pembahasannya terbatas, pilihannya menolak atau menerima Perppu tersebut. Menurutnya, seluruh Presiden RI selama memimpin selalu menetapkan APBN setiap tahun dengan Undang-undang atau peraturan perundang-undangan sederajat. Hal ini sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 23 UUD Tahun 1945. Bahkan ketika Indonesia menghadapi krisis yang sangat berat. “Negara kita dari awal berdiri sampai sekarang sudah pernah melewati berbagai krisis dan masalah yang berat. Tetapi para pemimpin sebelumnya selalu menjaga proses APBN tetap sesuai konstitusi. Hari ini kita menghadapi kenyataan yang buruk, ketika Perubahan APBN hanya diatur dalam Perpres. Penghormatan antar lembaga negara juga menjadi meredup. Ini mengkhawatirkan,” pungkasnya. (khf/fin/rh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: