Data Penerima Bantuan Sosial Amburadul, Dewan Wonosobo Banyak Dapat Aduan dari Masyaraakat

Data Penerima Bantuan Sosial Amburadul, Dewan Wonosobo Banyak Dapat Aduan dari Masyaraakat

MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO- Sejak empat hari lalu, bantuan sosial kepada warga miskin dan warga yang terkena dampak pandemi Covid 19 mulai dicairkan. Bantuan tersebut meliputi bantuan dari Kementerian Sosial seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), BLT dari Kementerian Sosial, BLT. Lalu APBD Kabupaten, BLT APBD Propinsi, Sembako dari APBN maupun BLT yang diambilkan dari Dana Desa dan bantuan swadaya masyarakat kepada masyarakat yang terdampak Covid 19. Sayangnya seiring dengan pencairan berbagai bantuan sosial yang masuk kategori Jaring Pengaman Sosial (JPS) di masyarakat ini tidak menjadikan masyarakat merasa tenang karena di berbagai desa dan berbagai daerah terjadi protes akibat penyaluran bantuan sosial yang dipandang tidak adil. Terkait hal itu, Komisi A DPRD Wonosobo mengaku bahwa sebagai wakil rakyat banyak mendapatkan pengaduan dari masyarakat, baik melaui pesan pribadi maupun melalui media sosial, yang mengeluhkan adanya pembagian bantuan sosial yang tidak tepat sasaran Banyak warga yang meminta keadilan, karena merasa berhak mendapatkan bantuan sosial tapi malah tidak mendapatkan. Sedangkan banyak warga yang dipandang lebih mampu tetapi justru mendapatkan bantuan. Ada juga yang mendapatkan bantuan sosial dobel-dobel dari beberapa sumber. Baca Juga Purworejo Tertinggi Covid-19 se Jateng, 52 Terkonfimasi Positif, 40 dari Cluster Gowa Ketua Komisi A, Suwondo Yudhistiro menjelaskan, ada laporan dari pendamping PKH di Kecamatan Kalibawang. Laporannya ada warga di Dusun Simpar yang sudah mendapatkan bantuan PKH tapi masih mendapatkan bantuan dari desa. Sementara ada warga miskin yang membutuhkan justru tidak mendapatkan bantuan apa-apa. Demikian juga di desa yang lain juga ada laporan kasus yang sama. Menyikapi kasus-kasus seperti itu yang terjadi di berbagai desa, pihaknya meminta pengecekan ulang oleh kepala desa atau perangkat desa sebelum dilakukan pencairan bantuan untuk tahap selanjutnya guna mengurangi kecemburuan sosial yang bisa mengarah terjadinya konflik sosial. \"Saya menyadari beban berat yang dirasakan para kepala desa, perangkat desa sampai pengurus RW dan RT karena mereka yang bersinggungan langsung dengan masyarakat bawah dengan situasi ini. Bahkan terkadang mereka menjadi sasaran tuduhan warga dan dianggap berlaku tidak adil, karena mereka yang dianggap menentukan siapa yang dapat dan siapa yang tidak dapat bansos. Padahal mereka juga mengeluhkan data kemiskinan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di masyarakat. \"Mereka sudah mengusulkan perbaikan data kemiskinan tapi yang muncul tetap saja berbeda. Bahkan ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tercatat sebagai penerima bantuan sosial, ini kan keterlaluan. Ini benar-benar terjadi. Karena yang bersangkutan menyampaikan ke saya dan minta saran ke saya. Lalu saya sarankan utk dikembalikan ke pemerintah desa dan diberikan kepada warga yang lebih membutuhkan bantuan, \"tuturnya. Suwondo meminta agar dilakukan pembenahan data kemiskinan yang masih amburadul. Selaku wakil rakyat, dia meminta agar BPS dalam skala lokal maupun dalam secara nasional agar secara serius segera melalukan pembenahan data kemiskinan. \"Data kemiskinan harus dibenahi. Jangan sampai terulang lagi data 2011 lalu masih digunakan sebagai acuan pemberian bansos,\" ujarnya. Hal itu lanjut dia akan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan Kementerian Sosial harus serius menata hal ini. “Sehingga bantuan sosial benar-benar tepat sasaran dalam rangka mengurangi angka kemiskinan,” pintanya. Sedangkan terkait dengan besaran bantuan yang berbeda-beda dan dari berbagai sumber, pihaknya meminta agar kepala desa bersama perangkat memastikan agar bantuan sosial bisa lebih merata. Dalam situasi sulit seperti ini tidak boleh ada dobel-dobel bantuan. Untuk bantuan yang bersumber dari Dana Desa sebesar Rp 600 ribu, agar diberikan kepada warga miskin yang belum mendapatkan bantuan sosial. Sedangkan bantuan dari Kabupaten atau Provinsi yang hanya sebesar 200 ribu atau diwujudkan dalam bantuan pangan diberikan kepada warga yang tidak terlalu miskin tapi terdampak. \"Ini situasi sulit, karena jumlahnya yang terbatas dan tidak bisa menjangkau semua warga,\" pungkasnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: