Haul Ke-3 Pangeran Diponegoro di Kota Magelang, Ki Roni Sadewo Ingin Luruskan Sejarah Pangeran Diponegoro

Haul Ke-3 Pangeran Diponegoro di Kota Magelang, Ki Roni Sadewo Ingin Luruskan Sejarah Pangeran Diponegoro

MAGELANGEKSPRES.COM,Rasa haru terlihat dari raut wajah Ki Roni Sadewo, keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro saat menyampaikan sebesit cerita perjuangan sang pahlawan nasional itu. Sesekali dia berhenti berkata, sembari mengusap pipinya. Matanya pun terlihat berkaca-kaca. Dia berada di hadapan ratusan orang saat acara Haul Pangeran Diponegoro digelar di kompleks Bakorwil II Kedu Surakarta, Jalan Diponegoro, Kota Magelang, Rabu (8/1). RONI Sadewo adalah tamu kehormatan yang diundang Pemkot Magelang saat menggelar haul ketiga Pangeran Diponegoro di Kota Magelang. Roni merupakan Ketua Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Adi). Saat di podium, Roni menyampaikan cerita singkat sang pahlawan nasional itu penuh emosi. Itu semua dia sengaja. Karena dengan begitu dia harap hal ini mampu menggugah generasi milenial untuk betul-betul mempelajari sejarah perlawanan tokoh nasional terhadap penjajahan. \"Pangeran Diponegoro itu orang jujur, juga tidak silau dengan harta apalagi tahta. Beliau beberapa kali ditawari menjadi raja, tapi selalu ditolak. Beliau mau menerima gelar Sultan (Sultan Abdul Hamid), tapi ditegaskannya gelar sultan itu bukan sebagai penguasa tahta,\" katanya. Ki Roni menyayangkan karena tak sedikit orang yang lebih mengenal Pangeran Diponegoro hanya seputar keris dan jubahnya saja. Namun justru minim tentang kisah kepahlawanannya. Bahkan, ada juga yang diingat hanya peperangannya saja, tapi apa penyebab perang itu jarang sekali dibahas. \"Ada anggapan keliru bahwa terjadinya Perang Jawa atau Perang Diponegoro karena tanah kerajaan Mataram direbut untuk pembuatan rel kereta. Padahal, zaman itu belum ada kereta. Ini terjadi, karena kita tidak pernah mau belajar sungguh-sungguh akan sejarah Pangeran Diponegoro,” katanya. Soal haul yang dilaksanakan untuk ketiga kalinya ini, Ki Roni menyampaikan apresiasinya. Hal ini dinilainya menjadi langkah bagus dalam mengenal dan mengenang jasa pahlawan keturunan Raja Mataram itu. \"Ini langkah bagus entah ada keterlibatan pemerintah atau tidak. Haul tidak hanya di Magelang, tapi juga ada di Makassar, Bogor, Banyumas, dan Semarang. Ini momentum untuk mengenalkan pada generasi muda, salah satu ilmu yang patut kita ambil dari Sang Pangeran adalah jujur,” jelasnya. Turut hadir pada kesempatan itu Wakil Walikota Magelang, Windarti Agustina beserta jajaran, Pangdam IV/Diponegoro Mayjend TNI Mochamad Effendi, Kapolres Magelang Kota AKBP Idham Mahdi, dan segenap tamu undangan. Termasuk pemberi tausiyah KH Yakub Mubarok dari Parakan Temanggung. Windarti mengutarakan, haul ini dilaksanakan tepat di hari meninggalnya Pangeran Diponegoro, 8 Januari 1855 atau 165 tahun silam. Pemkot, katanya, merasa perlu mengadakan haul ini, karena Sang Pangeran memiliki jejak sejarah penting di wilayah Kota Magelang. Dia menyebutkan, babak akhir dari Perang Diponegoro bermula dari terjadinya pertemuan untuk mengadakan perundingan di Pendopo Karesidenan (Bakorwil II Kedu Surakarta). Sejatinya, Museum Pangeran Diponegoro di kompleks Bakorwil ini jadi saksi sejarah bagaimana kelicikan Belanda. \"Melalui Letnan Gubernur Jenderal Hendrik Merkus De Kock yang mengajak rekayasa perundingan dengan Pangeran Diponegoro. Sampai pada akhirnya beliau ditangkap dan diasingkan. Awal ditangkap dibawa ke Ungaran Semarang dan dipindahkan ke Batavia. Dari Batavia dibawa untuk ditawan di Manado dan dipindah lagi ke Makassar hingga beliau wafat,” jelasnya. Menurutnya, banyak hal yang bisa dipetik dari kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Dalam Perang Jawa, Diponegoro mampu membuat perusahaan Belanda, VOC rugi besar. Sekitar 25 juta Golden Belanda atau setara dengan 2,2 miliar dollar AS, habis untuk membiayai perang melawan Diponegoro. \"Sebanyak 15.000 tentara Belanda juga tewas, sedangkan pejuang bangsa yang gugur syuhada 200.000 orang. Beliau keturunan raja, tapi rela keluar dari gemerlap Keraton dan memilih tinggal bersama rakyat di Tegalrejo. Sampai akhirnya berjuang melawan Belanda,” paparnya. Bukan hanya seorang pangeran (putra raja), Diponegoro menjadi seorang penyulut semangat perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme Belanda. Sosok pahlawan nasional yang melegenda ini adalah seorang santri dan kiai pertama yang berani menantang penjajah Belanda. Melecutnya Perang Jawa (1825-1830) yang dikomandoi oleh Pangeran Diponegoro ini pula, memberi inspirasi perlawanan masyarakat Jawa dan Indonesia terhadap kolonialisme. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: