KPK Warning Staf Khusus Presiden agar Tak Terima Grafivitasi

KPK Warning Staf Khusus Presiden agar Tak Terima Grafivitasi

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi warning (peringatan) pada staf khusus (stafsus) Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma\\\'ruf Amin. KPK mengingatkan agar tak menerima suap dan gratifikasi. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan para stafsus saat ini sudah menjadi penyelenggara negara karena sudah menerima gaji dari pemerintah. Untuk itu, mereka sudah harus mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan. \"Bagi staf khusus Presiden dan Wakil Presiden yang sebelumnya tidak pernah menjadi pegawai negeri atau penyelenggara negara ketika anda sudah menjadi pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam level struktur apapun eselon I, eselon II, atau eselon II sepanjang memenuhi ketentuan misalnya menerima gaji dari keuangan negara maka ada sejumlah pasal-pasal yang harus diperhatikan,\" katanya di gedung KPK, Jakarta, Kemarin. Ia mencontohkan pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak boleh menerima fee terkait dengan jabatannya baik secara aktif pada transaksional ataupun secara pasif. \"Misalnya ada pihak-pihak tertentu yang karena pengaruh atau karena hubungan jabatan memberikan sesuatu, itu tidak boleh diterima. Jadi, kami imbau kalau ada pihak-pihak lain yang mencoba mendekati para staf khusus atau para pejabat baru maka sebaiknya kalau ada pemberian itu ditolak sejak awal,\" tuturnya. Selain itu, Febri juga mengingatkan soal penerimaan gratifikasi. \"Kalau pemberian yang berupa gratifikasi itu diberikan secara tidak langsung, ada faktanya dititipkan melalui pihak lain maka penerimaan itu wajib dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari kerja,\" ujar Febri. Febri mengatakan pelaporan gratifikasi itu bisa dilakukan dengan datang secara langsung ke gedung KPK, melalui \"call center\" 198 atau melalui aplikasi di telepon genggam masing-masing. \"Jadi, ini perlu kami sampaikan agar tidak ada kekeliruan nanti karena mungkin ketika menjadi pihak swasta murni, tidak menjadi pejabat negara atau tidak menjadi pegawai negeri, tidak ada hambatan-hambatan dalam penerimaan yang berhubungan dengan jabatan tetapi ketika menjadi pegawai negeri ada batasan yang cukup tegas,\" ujar Febri. Sementara itu, terkait dugaan penipuan yang dilakukan salah satu stafsus Wapres, Lukmanul Hakim, Polri menyebut tidak terbukti. Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra, mengatakan pihaknya telah melakukan gelar perkara atas kasus tersebut. Hasilnya, penyidik menduga nama Lukmanul dicatut oleh pelaku penipuan. \"Dari hasil gelar perkara di Bareskrim, nama yang bersangkutan diduga dicatut,\" katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11). Dijelaskannya, dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan ini, polisi telah menetapkan seorang tersangka, yakni MAN. Hingga saat ini, menurutnya kasus tersebut masih dilanjutkan oleh penyidik. “Untuk kasusnya dengan tersangka MAN tetap dilanjutkan,” kata Asep. Dijelaskannya, dalam kasus dugaan ini polisi telah melakukan dua kali gelar perkara. Saat gelar perkara kedua, menurutnya, penyidik kemudian memutuskan terlapor Lukmanul Hakim tidak dapat dinaikkan statusnya menjadi tersangka karena tidak cukup bukti. “Lukmanul Hakim ini tidak cukup bukti dinaikkan statusnya menjadi tersangka dalam hal persoalan kasus penipuan, mohon maaf, ini bukan pemerasan tapi penipuan. Jadi sekali lagi pak Lukmanul Hakim ini ditetapkan statusnya sebagai saksi karena tidak cukup bukti,” kata Asep. Sebelumnya, Asep menyebut kasus dugaan penipuan tersebut ada kaitannya dengan sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kasus ini awalnya ditangani Polres Kota Bogor. Lalu ditarik ke Bareskrim sejak Juli 2019.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: