Melestarikan Tradisi Jelang Ramadhan, Masyarakat Tlogomulyo Temanggung Gelar Sadranan

Melestarikan Tradisi Jelang Ramadhan, Masyarakat Tlogomulyo Temanggung Gelar Sadranan

TEMANGGUNG, MAGELANGEKSPRES.COM - Sesaat menjelang bukan Ramadan, ratusan warga Dusun Tanggung, Desa Tanjungsari, Kecamatan Tlogomulyo menggelar sebuah ritual rutin tahunan yakni Sadranan yang digelar di Masjid Baitussalam, Jumat (11/3) pagi. Kepala Dusun Tanggung, Timbul Basuki menjelaskan, acara Sadranan seperti ini sudah menjadi ritual tradisi turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Tak hanya diikuti oleh warga setempat, namun tradisi ini juga melibatkan para warga luar daerah yang memiliki kerabat atau keluarga yang dimakamkan di lokasi pemakaman dusun setempat. “Bukan cuma warga setempat yang mengikuti Sadranan ini. Tapi juga warga lain yang memiliki kerabat, kekuarga, dan saudara yang dimakamkan di desa ini. Ada juga mereka warga asli sini yang merantau, menyempatkan pulang khusus untuk mengikuti Sadranan. Itu dilaksanakan setiap tahun menjelang datangnya Ramadan,” jelasnya. Ia menambahkan, tradisi Sadranan di dusun ini digelar dalam banyak rangkaian. Mulai bersih-bersih makam yang dilakukan oleh masing-masing warga, Tahlil bersama di masjid setempat, dan diakhiri dengan berdoa bersama di puncak ritual Nyadran. Basuki mengungkapkan, dalam puncak tradisi tersebut, seluruh warga di Dusun Tanggung berkumpul dengan membawa serta beragam makanan mulai ingkung ayam utuh, tumpeng dan bucu-bucu nasi, masakan khas, buah-buahan, hingga jajanan pasar. “Makanan yang dibawa serta tersebut lantas dimakan secara bersama-sama setelah melewati prosesi doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat,” imbuhnya. Lebih jauh dijelaskan, prosesi Sadranan seperti ini merupakan tradisi yang biasa digelar masyarakat Jawa sebelum masyarakat menjalani ibadah di bulan Ramadan. Warga melaksanakan tradisi ini juga sebagai wadah mendoakan para leluhur yang telah terlebih dahulu meninggal dunia dan dimakamkan di area TPU setempat. “Inti tradisi ini kita mendoakan arwah para leluhur yang dimakamkan di tempat ini sekaligus bersih-bersih makam sebelum datangnya bulan Ramadan. Termasuk para warga juga berdoa agar diberi kelancaran dan pahala melimpah saat menjalani ibadah di bulan suci,” ungkapnya. Salah seorang warga, Fandi (22) mengungkapkan, tak hanya doa bersama, dalam tradisi Sadranan juga disertai makan bersama di area pemakaman atau tempat lain seperti masjid. Tujuannya adalah untuk merekatkan keakraban para warga sekaligus ajang silaturahmi kepada mereka yang pulang dari rantau. “Ini adalah momentum yang kita tunggu sebelum Ramadan. Untuk keakraban dan meneruskan tradisi leluhur. Apalagi di sini ada pepunden yang sangat kami hormati namanya Mbah Kyai Joko Nolo,” pungkasnya. (riz)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: