Mendagri Surati Kepala Daerah

Mendagri Surati Kepala Daerah

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyurati seluruh Gubernur, Walikota dan Bupati. Intinya Pemerintah daerah wajib memiliki Program Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Bahkan di daerah juga harus dibentuk unit pelaksana teknis untuk melaksanakan tugas tersebut. Sejalan dengan kebijakan tersebut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) juga telah menandatangani pakta integritas bersama 20 provinsi untuk mencegah perkawinan anak. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menjelaskan, keputusan Mendagri dikuatkan dengan Surat Edaran (SE) Nomor 460/813/SJ yang ditujukan kepada Gubernur dan SE Nomor 460/812/SJ tanggal 28 Januari 2020 yang ditujukan kepada Bupati/Walikota seluruh Indonesia. ”Ini bentuk dukungan Kemendagri terhadap upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang dikoordinasikan oleh Kementerian PPA,\" terang Bahtiar, Minggu (2/2). Ditambahkannya, upaya tersebut harus didukung secara nasional termasuk Pemda provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota. Dan Kemendagri sesuai tugas pokok dan fungsinya sebagai koordinator dalam pembinaaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah mendukung penuh usaha tersebut. ”Salah satu langkah yang harus dilakukan, di antaranya dengan memberikan arahan kepada Pemda, agar Pemda menyiapkan program kegiatan dan pembiayaan dari APBD. Di daerah juga harus dibentuk unit pelaksana teknis untuk melaksanakan tugas tersebut. Hal itu dilakukan semata-mata untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat khususnya perempuan dan anak,” papar Bahtiar. SE tersebut, lanjut Bahtiar, sebagai bentuk respon cepat Kemendagri dalam melaksanakan arahan Presiden dan mendukung upaya Kementerian PPA. Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak melibatkan banyak pihak. Untuk itu, seluruh jajaran pemerintahan baik pusat maupun daerah harus bergerak bersama. ”Mulai pusat hingga tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan bahkan hingga tingkat dusun, kampung, RW dan RT. Selain itu, perlu dukungan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat, cendekiawan dan pemuda, juga dukungan pers atau media, termasuk aparat penegak hukum,” ujarnya. Sesuai tugas Kemendagri dalam melakukan Binwas (pembinaan dan pengawasan) kepada Pemda, maka Kemendagri pertama, mengarahkan Pemda agat ada unit kerja SKPD yang melayani hal tersebut. Kedua, ada program Pemda terkait program tersebut. Ketiga, ada anggaran di tingkat Pemda. Keempat, seluruh aparat Pemda diminta untuk mendukung upaya PPA tersebut. Mendagri, sambung Bahtiar meminta agar seluruh Pemda mendukung berbagai upaya pemberdayaan dan perlindungan anak. Pasalnya, hal tersebut sejalan dengan program prioritas Presiden lima tahun ke depan. ”SDM perempuan dan anak harus dilindungi, selain bentuk perlindungan hukum dan HAM kepada perempuan dan anak, juga sebagai bentuk proteksi terhadap perempuan dan anak sebagai aset utama dan sumber daya utama menjadi kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Suatu bangsa akan punah secara perlahan, jika kaum perempuan dan anak di negara tersebut tak terlindungi keberlangsungan hidupnya. Jadi ikhtiar tersebut wajib diupayakan secara serius bersama seluruh pihak,” papar Bahtiar. Sejalan dengan kebijakan dan instruksi dalam hal perlindungan anak dan perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) juga telah menandatangani pakta integritas bersama unit kepala daerah yang mewakili 20 provinsi untuk menyepakati komitmen bersama dalam upaya mencegah perkawinan anak. Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan, perkawinan anak mengancam pemenuhan hak-hak dasar anak untuk mendapatkan pengasuhan yang layak. Perkawinan anak juga membatasi anak untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan serta hidup bebas dari kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya. ”Lebih jauh lagi praktik perkawinan anak juga memiliki dampak jangka panjang terhadap keluarga, masyarakat dan generasi masa depan,” jelasnya. Anak perempuan, katanya, secara fisik belum siap untuk mengandung dan melahirkan, sehingga meningkatkan risiko angka kematian pada ibu dan anak, komplikasi kehamilan dan keguguran serta kelahiran bayi dengan berat badan rendah. Kemudian, ketidaksiapan secara mental karena usia yang masih muda juga meningkatkan risiko perceraian dan pemberian pola asuh yang tidak tepat pada anak. ”Maka, perlu upaya bersama mulai dari negara, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua untuk bersama-sama melindungi anak dari perkawinan di usia anak,” ujarnya. Melalui penandatanganan pakta integritas bersama 20 unit kepala daerah tersebut, ia berharap pernikahan anak yang saat ini masih tinggi dapat diturunkan. Untuk diketahui komitmen bersama yang ditandatangani oleh 20 Provinsi yang mencatatkan angka perkawinan tinggi di atas rata-rata nasional itu, Menteri PPPA optimistis dapat menurunkan angka perkawinan anak dari 11,2 persen pada 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir 2024. (fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: