Mengunjungi Kampung Organik Bersemi di Jambon Gesikan Cacaban

Mengunjungi Kampung Organik Bersemi di Jambon Gesikan Cacaban

Sokong Pekerjaan Baru Ibu Rumah Tangga UPAYA serius dari Pemkot Magelang menciptakan Kota Magelang sebagai Kota Sejuta Bunga, terus menuai hasil positif. Kampung organik, sebagai program yang mengarah untuk pengentasan masalah sampah, kini bahkan sudah menjadi pemandangan lumrah. Kampung Organik, hampir dapat ditemukan di semua perkampungan Kota Jasa ini. Saking kompleksnya, maka tak heran, Kampung Organik sekarang mampu berkamuflase sebagai pengungkit perekonomian tingkat keluarga. Betapa tidak, tak hanya mengurangi sampah, keberadaan Kampung Organik juga mampu meningkatkan kreativitas warganya. Tidak jarang, kreasi seperti kerajinan, hasil olahan sampah, dan lain sebagainya berhasil dijual dengan harga tinggi, sehingga bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi para ibu-ibu rumah tangga di perkampungan. Seperti halnya anggota Kampung Organik Bersemi, RW IV Kampung Jambon Gesikan, Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah. Masyarakat di sana bisa terbilang sukses mengolah sampah. Dengan berdirinya Bank Sampah Bersemi sejak tahun 2015, warga kampung makin sadar dan peduli pada sampah. Padahal, sebelum berdiri bank sampah, warga ragu dalam banyak hal. Seperti dampak bau yang ditimbulkan, tempat yang tidak tersedia, pendanaan, dan pembukuan. Namun, akhirnya warga sepakat untuk mencoba terlebih dahulu. ”Awalnya memang ragu, terutama pengelolaannya. Meskipun saat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mendorong kami untuk membuat bank sampah disambut baik oleh warga. Kami pun sepakati ini dimulai saja dulu,” kata Sekretaris Pengurus Bank Sampah Bersemi, Triyanto, kemarin. Seiring berjalannya waktu, pengurus bank sampah mampu meyakinkan warga untuk memilah sampah di rumah masing-masing dan menyetorkannya ke bank sampah. Setidaknya dari 1 ton sampah beragam jenis diproduksi di wilayah kampung yang berpenduduk sekitar 110 kepala keluarga (KK) ini. ”Kalau sebulannya bervariasi. Bulan lalu, ada sekitar 212 kilogram sampah, terdiri dari kertas 142,5 kg, 41 buah botol, 17,5 kg logam, dan 52,5 kg plastik. Setiap tiga minggu warga nabung ke bank sampah dengan total nilai tabungan Rp300.000. Tabungan satu tahun bisa Rp1 juta lebih,” ujarnya. Rupanya, yang dilakukan warga inipun membuahkan hasil. Selain lingkungan menjadi bersih, karena sampah dapat diolah dengan baik, juga memiliki tambahan penghasilan bagi warga dengan adanya tabungan di bank sampah. Keberadaan Bank Sampah Bersemi hanya satu dari total 60 bank sampah yang tersebar di 198 rukun warga (RW) se-Kota Sejuta Bunga. Jumlah yang terus meningkat dan diharapkan semua RW memiliki bank sampah dalam rangka pengurangan sampah. ”Kami terus mendorong agar tiap RW memiliki bank sampah. Ini yang juga kami giatkan agar pengurangan sampah sudah dari tingkat pertama, yakni bank sampah,” jelas Kabid Pengelolaan dan Penanganan Sampah DLH Kota Magelang, R Jaka Prawistara. Jaka menjelaskan, produksi sampah di Kota Magelang mencapai 1 ton per hari, 10 persen di antaranya berupa sampah plastik. Meski hanya 10 persen, tapi sampah plastik memiliki dampak yang luar biasa untuk masa depan. ”Salah satu upayanya dengan bank sampah ini. Plastik bisa diolah di bank sampah, seperti didaur ulang atau dibuat kerajinan. Selain sampahnya berkurang, juga memiliki nilai ekonomis, karena bisa dijual,” ucapnya. Upaya lanjutannya, kata Jaka, Walikota Magelang, Sigit Widyonindito sudah mengeluarkan surat edaran agar saat acara-acara kantor tidak lagi menggunakan air kemasan. Namun orang nomor satu di Kota Magelang itu meminta agar membawa sendiri botol air minum atau tumbler. ”Kita pun sudah melakukan itu, yakni saat rapat tidak menyediakan air minum kemasan plastik, tapi peserta membawa sendiri air minumnya,” ujarnya. (adv)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: