Mudik Harus Dilarang

Mudik Harus Dilarang

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - DPR meminta pemerintah segera mengumumkan larangan mudik untuk menekan laju penyebaran Virus Corona (COVID-19). Pemerintah jangan sampai terlambat mengambil keputusan strategis yang memang diperlukan untuk meredam penyebaran pandemi Corona di Indonesia. Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon mengatakan, sejak 10 April, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diikuti beberapa daerah lain Bogor, Depok dan Bekasi. Kendati dinilai terlambat karena kurangnya responsif pemerintah pusat, namun penerapan status ini masih lebih baik daripada diambangkan sebagaimana berlangsung lebih sebulan ini. \"Salah satu keputusan urgen yang perlu dikeluarkan pemerintah adalah larangan mudik. Saya heran, kenapa sejauh ini Pemerintah masih tarik ulur isu mudik ini. Masyarakat dibuat bingung oleh berbagai pernyataan yang saling bertentangan soal mudik oleh pejabat pemerintah pusat,\" ujar Fadli di Jakarta, Rabu (15/4). Politisi Partai Gerindra ini menyampaikan, kegiatan mudik memang telah menjadi tradisi turun-temurun. Tiap tahun, lebih dari 19 juta orang pulang kembali ke kampung halaman. Jumlah pemudik jauh lebih kolosal, dibanding peserta ibadah haji yang diikuti total 2,4 juta orang. Namun permasalahannya, otoritas keagamaan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, sudah melahirkan sejumlah fatwa tegas melarang atau membatasi ibadah-ibadah keagamaan yang diikuti jamaah dalam jumlah besar. Tetapi, larangan serupa belum juga muncul terkait soal mudik. \"Pemerintah terkesan seperti enggan kehilangan muka dan popularitas jika mengambil keputusan tidak populer tersebut,\" jelas Fadli. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menambahkan, meskipun sudah menjadi tradisi, mudik bukanlah ibadah yang wajib dilakukan. Sementara ibadah-ibadah keagamaan wajib saja sudah menyesuaikan diri dengan kondisi kedaruratan, mestinya soal mudik ini lebih mudah dibatasi dan dikontrol pemerintah. Syaratnya butuh sikap tegas dari Pemerintah. \"Status PSBB, baik di DKI maupun daerah lainnya, saya kira tak banyak artinya jika larangan mudik tak segera diumumkan pemerintah. Kita tak bisa membayangkan apa jadinya kalau terjadi ledakan jumlah orang terpapar COVID-19 di daerah-daerah. Mengingat kualitas fasilitas kesehatan di daerah belum sebaik di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, atau Surabaya. Itu sebabnya, larangan mudik harus segera diumumkan,\" papar Fadli. Sebelumnya, MUI sudah mengeluarkan pernyataan lebih tegas. Mudik tahun ini di tengah pandemi adalah haram. Sejumlah MUI daerah juga sudah mengeluarkan fatwa larangan mudik. Demikian juga Muhammadiyah telah mengumumkan kalau tak mudik adalah sebentuk jihad kemanusiaan. \"Artinya, lembaga-lembaga keagamaan sebenarnya sudah satu suara menanggapi kondisi darurat ini. Agak aneh Pemerintah tidak tegas dan terkesan menunda-nunda dan mengambangkan isu ini,\" urainya. Fadli berharap adanya larangan tegas Pemerintah terkait kegiatan mudik. Sehingga pandemi ini dapat segera diatasi. \"Mari bekerja sama, saling bahu-membahu untuk mengatasi krisis ini. Kepada pemerintah, keputusan dan kebijakan harus tepat dan cepat,\" terang Fadli. Hal senada disampaikan anggotra Tim Panel Sosial untuk Kebencanaan, Dicky Pelupessy. Mereka memberi rekomendasi kepada pemerintah untuk melakukan intervensi pada warga yang hendak mudik saat Hari Raya Idul Fitri. Menurut Peneliti Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) ini, ada beberapa antisipasi yang bisa dilakukan. Pertama, kampanye mengubah rencana masyarakat untuk tidak mudik Idul Fitri sebagai upaya mengurangi risiko penularan COVID-19. Kedua, pengaturan dan antisipasi pergerakan masyarakat dari provinsi asal menuju provinsi dan kabupaten atau kota tujuan mudik. Ketiga, pengaturan dan antisipasi moda transportasi yang akan digunakan oleh masyarakat. Terutama mobil, pesawat, dan kereta api sebagai tiga moda utama pilihan masyarakat untuk mudik. Tim Panel Sosial untuk Kebencanaan telah menjalankan Studi Sosial COVID-19 berupa survei Persepsi Masyarakat terhadap mobilitas dan transportasi. Hasil survei menunjukkan persentase responden yang berencana mudik dinilai masih tinggi. Yakni 43,78 persen responden. Sisanya 56,22 persen menjawab tidak akan mudik. \"Hasil survei menunjukkan masih banyak penduduk yang merencanakan mudik saat Idul Fitri di tengah COVID-19,\" kata Dicky. Terkait keputusan mudik, sebanyak 69,06 persen responden menjawab mudik untuk keperluan Idul Fitri. Sedangkan 60,88 persen akan berangkat pada waktu cuti bersama Idul Fitri. Data lainnya dari menunjukkan meski hampir semua responden sebanyak 98,05 persen mengetahui kelompok yang rentan COVID-19 dan orang sehat dapat menjadi carrier, namun hanya 32,07 persen responden yang mengaku sangat khawatir. Sebanyak 10,25 persen responden mengaku tidak khawatir. Karena itu, mereka tetap berencana mudik. Alasan merasa sehat dan mengetahui kondisi kampung halaman baik-baik saja. Di sisi lain, responden yang memilih mudik akan melakukan beragam upaya pengurangan risiko penularan. Seperti tindakan rajin mencuci tangan (37,58 persen), mengurangi kontak fisik seperti bersalam-salaman (36,02 persen), menjaga jarak saat berkomunikasi langsung (34,31 persen), memakai masker (31,82 persen), serta tidak mengadakan acara silahturahmi skala besar (30,96 persen). Survei Studi Sosial COVID-19 mengenai Mobilitas dan Transportasi melibatkan masyarakat umum sejumlah 3.853 responden dengan rentang usia 15–60 tahun ke atas. Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi UI Abdul Haris, menambahkan peran pemerintah menerapkan intervensi sosial saat pandemi sangat dibutuhkan. Terutama mencegah masyarakat mudik Lebaran. \"Sebab, hal ini berpotensi semakin menyebarluaskan virus dan menghambat proses pemutusan rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia. Harus ada intervensi pemerintah untuk melarang warga mudik ke kampung halaman. Ini harus tegas,\" jelas Haris.(khf/fin/rh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: