Ongkos Ekspor Mencekik Pelaku UMKM
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Biaya pengiriman dan pengurusan dokumen ekspor masih menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku ekspor produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Setali tiga uang, perizinan ekspor serta sertifikasi produk yang dipersyaratkan oleh negara importir juga menjadi beban berat yang belum terselesaikan. Pemilik usaha produk kerajinan (Craft) Salmano Craft, Salman Maolani, mengatakan tiga persoalan tersebut selama ini membuat pelaku UMKM seperti dirinya sulit untuk berkembang. \"Kendalanya dari dulu sampai sekarang adalah shipping (pengiriman). Karena untuk pengiriman itu perlu surat izin serta sertifikat ekspor-impor, sementara kita kan UMKM tidak sampai ke sana, sehingga kita sering memakai jasa perusahaan shipping sekaligus jasa layanan undername,\" ujar Salman kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (24/2). Menurut Salman, bahwa dengan kondisi demikian biaya pengiriman menjadi tinggi, bahkan nyaris menyamai nilai produk yang dikirim tersebut. \"Karena ada biaya undername, biaya izin dan sebagainya itu bisa, misal ongkos kirimnya Rp20 juta satu kontainer, tapi karena ada biaya lain-lain maka membengkak sampai Rp25 juta-Rp30 juta,\" ungkap Salman. Selama ini, lanjut Salman, masih menggunakan jasa \\\'undername\\\' tersebut, maka harus menyerahkan seluruh kepercayaan sepenuhnya kepada mereka. Padahal, kerap kali ia juga terjebak kecurangan dari pihak pengiriman tersebut. \"Terakhir dua kali pengiriman tahun ini, shipping-nya tidak profesional. Kita ketemu shipping yang nakal sehingga terjadi pengalihan paket karena ada dokumen yang kurang dan lain-lain. Misal dokumennya ada lima dokumen, tapi dia tidak mengurus satu dokumen, sehingga barang kita yang sudah sampai port di sana (tujuan) tidak bisa dirilis dan terjadi finalty terhadap buyer,\" tuturnya. Secara terpisah, Asisten Deputi Pengembangan Kawasan dan Rantai Pasok Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Ari Anindya Hartika mengakui adanya kendala terkait masalah pengiriman ekspor tersebut. “Jadi ongkos logistiknya mahal, padahal di saat yang sama terjadi penurunan daya beli masyarakat,” kata Ari. Untuk jangka pendek, Ari mendorong agar pelaku UMKM memaksimalkan penggunaan media digital dalam pemasarannya. Sebab hingga saat ini baru sekitar 13 persen yang sudah melakukan digitalisasi dalam pengembangan dan pemasaran produk UMKM. “Ini sebuah keniscayaan. Jadi UMKM mau tidak mau suka tidak suka harus ikuti era digital, mereka harus go online,” katanya. Sementara itu Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi menambahkan, bahwa industri jasa logistik memang sangat berperan penting bagi kemajuan UMKM. Menurutnya perlu ada upaya khusus agar skala ekonomi UMKM bisa ditingkatkan. Sebab ketika pengiriman produk masih bersifat mandiri maka justru itulah yang menyebabkan biaya logistik mahal. “Dengan keterbatasan volume produksi dan sebagainya sehingga tidak mampu memenuhi skala ekonomi, maka sulit bagi UMKM bisa berdaya saing dengan produk luar negeri. Jadi skala ekonomi harus dipecahkan sebab jika tidak bisa diselesaikan mereka akan kalah saing,” kata dia. Untuk itu, dia berharap nantinya akan ada sebuah sistem terpadu yang dibangun pemerintah yaitu Supply Chain Center. Dengan begitu, biaya logistik, biaya pengadaan bahan baku, biaya produksi hingga inventory bisa ditekan dan lebih hemat. Sehingga bisa mendorong penurunan harga produk UMKM dengan tanpa mengabaikan kualitasnya. “Dengan Supply Chian Center akan bantu UMKM untuk mengelola barang mereka secara efisien. Tetapi supply chain center ini tidak bisa didirikan tanpa dukungan berbagai pihak, seperti pemerintah lintas sektoral, industri perbankan dan pegiat UMKM,” pungkas dia. (git/din/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: