Pejabat BPJS TK Diperiksa

Pejabat BPJS TK Diperiksa

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan dikebut Kejaksaan Agung. Tim jaksa penyidik memeriksa delapan saksi. Bukan cuma pihak BPJS, perusahaan lain yang diduga terlibat juga dimintai keterangan. Dalam pemeriksaan tersebut, empat orang merupakan para petinggi dari BPJS Ketenagakerjaan (TK). Yakni Deputi Direktur Bidang Pasar Modal BPJS TK dengan inisial PI, Asisten Deputi dengan inisial IH, Dealer Pasar Uang BPJS TK dengan inisal CT dan Deputi Direktur Bidang Investasi Langsung dengan inisial HK. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer dalam rilisnya mengatakan, pemeriksaan tersebut untuk mencari fakta hukum dalam kasus dugaan korupsi yang diperkirakan mencapai Rp20 triliun. \"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,\" terang Leonard, Selasa (16/2). Selain dari pihak BPJS Ketenagakerjaam, saksi lain yang ikut diperiksa adalah Dealer PT Kresna Sekuritas, Direktur Operasional dan Keuangan PT Danareksa Invesment, dan Direktur Utama PT Samuel Asset management. Terpisah, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan ini adalah berkategori pelanggaran berat dan patut diduga sebagai mega korupsi sepanjang BPJS Ketenagakerjaan berdiri. Bahkan sebelumnya bernama Jamsostek. “Bilamana dugaan korupsi ini terbukti dari hasil penyelidikan Kejaksaan Agung, berarti uang buruh Indonesia telah dirampok oleh \\\'pejabat berdasi\\\' para pimpinan yang ada di BPJS ketenagakerjaaan,” katanya. ia juga mengutuk keras dan meminta pemeriksaan terhadap dugaan skandal mega korupsi trilyunan rupiah ini dibuka secara transparan. KSPI mendukung penuh langkah-langkah yang akan diambil oleh Kejaksaan Agung berkaitan dengan dugaan skandal mega korupsi. Selanjutnya, KSPI meminta Kejaksaan Agung untuk mencekal Direktur Utama dan para Direksi BPJS Ketenagakerjaan agar tidak bepergian ke luar negeri selama proses penyelidikan, terhitung mulai hari ini (20 Januari 2021). “KSPI akan mengerahkan puluhan ribu buruh untuk mendatangi semua kantor cabang di kabupeten/kota dan kantor-kantor wilayah BPJS Ketenagakerjaan. Untuk menanyakan keberadaan triliunan uang buruh yang diduga dikorupsi di BPJS Ketenagakerjaan,” tegas Said Iqbal. Perkuat Pengawasan BUMN Anggota Badan Legislasi DPR RI Amin Ak, meminta agar pasal-pasal mengenai pengawasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diperkuat. Alasannya, rancangan revisi undang-undang BUMN (RUU BUMN) tahun ini masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR RI. Hal tersebut, kata Amin, didasari oleh kenyataan masih banyaknya kasus korupsi di BUMN yang merugikan keuangan negara. Kasus paling menyita perhatian publik saat ini, imbuhnya, adalah skandal Jiwasraya. “Mengacu pada laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), total kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun,” paparnya. BPK, lanjut Amin, menggunakan metode total loss dalam perhitungan kerugian yang ditanggung negara. Kebanyakan kasus di BUMN yang merugikan negara disebabkan moral hazard pengelolanya. Dalam skandal Jiwasraya, negara dua kali dirugikan. Pertama, kerugian akibat penyimpangan sebesar Rp16,81 triliun. Kedua, negara harus memberikan suntikan penyertaan modal negara (PMN)melalui BPUI sebesar Rp20 triliun agar PT Jiwasraya tetap dapat menjalankan usahanya. \"Hal itu menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat tentang peran lembaga yang melakukan pengawasan kepada BUMN”, kata Amin Ak. Dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, pengawasan BUMN diatur dalam pasal 71 ayat 1 ‘Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum’. Sedangkan pasal 71 ayat 2 berbunyi ‘Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’. Dalam pelaksanaannya UU 19/2003 tidak bisa berdiri sendiri karena ada UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dalam pasal 68 dinyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan yang berbentuk PT diaudit oleh Akuntan Publik. Selain itu untuk industri sektor Jasa Keuangan masih ada lembaga pengawas lain yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur dalam UU No. 21 tahun 2011. Dengan keberadaan beberapa lembaga pengawasan tersebut kenyataannya, kata Amin, proses pengawasan yang ada belum cukup mampu mencegah terjadinya korupsi di BUMN. Amin pun mengusulkan, terkait sistem dan mekanisme pengawasan BUMN ini, agar ada pembahasan khusus Rancangan revisi UU BUMN dengan BPK, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ini penting agar bisa dirumuskan bersama model pengawasan yang tepat agar kasus-kasus korupsi di BUMN bisa dicegah. “Dua hal yang paling menjadi perhatian terkait peran lembaga pengawasan dalam mencegah terjadinya korupsi di BUMN yaitu profesionalitas dan independensi”, tegas Amin Ak. Oleh karena itu ketika terjadi kasus korupsi di BUMN yang harus dimintakan tanggung jawab bukan hanya para pelaku korupsi dari unsur manajemen, tapi lembaga pengawasan yang melakukan audit juga perlu diberi sanksi terkait profesionalitas dan independensinya dalam melakukan pengawasan. Oleh karena itu kalau terjadi kasus korupsi yang merugikan negara di BUMN, selain para pengelola yang melakukan fraud secara langsung, lembaga pengawasan juga harus dimintakan pertanggungjawaban. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: