Pendidikan Jangan Terbelenggu Pandemi
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali dimintai untuk pandai dalam mengatur ritme proses belajar-mengajar di masa penyebaran pandemi Covid-19. Jangan sampai muncul penyebarluasan secara signifikan dengan regulasi yang dibuat. Terlebih kembali mengaktifkan kembali sekolah secara normal. DPR memandang penyebaran Covid-19 semakin meluas. Setelah pasar dan perkantoran menjadi klaster penyebaran virus tersebut, kini sejumlah sekolah juga dikabarkan telah terpapar dan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengaku risau melihat kenyataan ini. Ia meminta, kondisi ini harus dijadikan pembelajaran bagi semua pihak. ”Saya kira kenyataan (merebaknya penyebaran Covid-19 di sekolah) ini harus jadi warning buat semua pihak. Jangan sampai kita melakukan coba-coba, lalu serta merta memberlakukan proses belajar mengajar secara tatap muka karena lokasi sekolah berada di zona hijau dan kuning. Ini berbahaya,” kata Rahmad, Kamis (13/8). Legislator asal Boyolali, Jawa Tengah ini mengatakan bawa kegiatan belajar mengajar (KBM) secara tatap muka belum memungkinkan untuk diberlakukan saat ini. ”Memang proses belajar dan mengajar jarak jauh itu berat dan melelahkan dan juga membosankan bagi semua pihak, khususnya bagi orang tua dan para siswa. Tapi itulah pilihan terbaik di saat sulit seperti saat ini,” timpalnya. Dikatakan Rahmad, saat ini perkantoran, khususnya di Jakarta kembali memberlakukan work from home (WFH) bagi para pekerja, mengingat perkantoran sudah menjadi klaster penyebaran Covid-19. Demikian juga, kata Rahmad, hendaknya sekolah juga harus kembali, melakukan proses belajar mengajar secara online. ”Anak-anak kita harus kembali belajar dari rumah. Terlalu besar resikonya jika mereka harus belajar secara tatap muka di sekolah,\" katanya. Politisi F-PDI Perjuangan itu berpendapat, semestinya seluruh sekolah di wilayah dl Indonesia, baik yang berada di zona hijau atau kuning, kembali melakukan pembelajaran jarak jauh. ”Kalau memang ada hambatan dalam proses belajar mengajar jarak jauh, apakah itu masalah internet, ayo kita cari solusinya. Pokoknya semua pihak, mulai pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerja sama mencari solusi, sembari menunggu vaksin,” terangnya. Seperti diketahui, menyusul Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri yang memperbolehkan pelaksanaan KBM) tatap muka di sekolah yang berada di zona hijau dan kuning. Tapi baru beberapa hari keputusan tersebut diberlakukan, sejumlah siswa terpapar Covid-19. Berdasarkan catatan @LaporCOVID19, setidaknya ada enam klaster penyebaran Covid-19 di sekolah. Terpisah Dosen Sosiologi Universitas Lampung Maruli Hendra Utama mengatakan, apa yang dirasakan anak didik dan guru di daerah di masa pandemi ini sangata memperihatinkan. ”Dari sisi sosiologi, guru merasa memiliki beban dalam mendidik. Disisi lain keterbatasan menjadi halangan bagi para pengajar, dengan pola jarak jauh,” terangnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin. Tidak semua guru terutama SD sampai SMA di daerah menguasai tekhnologi. Di sisi lain masih banyak kendala yang dialami siswa. ”Anda kan dengar, ada orang tua yang sampai mencuri ponsel demi anaknya. Karena miskin. Anda juga mungkin dengar ada guru yang tidak bisa mengoperasikan laptop, lantaran pengetahuannya minim. Ini tidak bisa dipungkiri,” terangnya. Jika DPR hanya mempertimbangkan agar kluster pandemi tidak menyebar, di tingkatan sekolah dasar, tentu harus ada formula yang ketat. ”Dari mulai masuk sekolah, sampai pulang dicek. Ini tugas utama. Protokol kesehatan juga menjadi hal yang paling dominan dalam tatanan pendidikan. Sampai kapan kita terbelenggu dengan kondisi ini,” jelas Maruly. Ditambahkannya, pemerintah telah menyosialisasikan tatanan hidup baru atau yang disebut new normal. Dan ini harus dimaknai mendasar. ”Kalau kita terus tunduk dengan bahaya pandemi ini, jelas semua sektor sulit bangkit. Kasian para guru, kasihan anak didik. Kuncinya jalankan protokol kesehatan, mudah-mudahan semua baik,” timpalnya. Terpisah, Pengamat hukum dari Universitas Padjadjaran, Dea Tunggaesti, menyatakan, Indonesia patut bangga karena siap dan berperan penting dalam pembuatan vaksin untuk melawan Covid-19, namun hal-hal terkait peraturan pendistribusian terhadap vaksin Covid-19 juga harus diperhatikan. ”Sembari berjalannya penelitian dan proses pembuatan, sebaiknya kementerian terkait sudah mulai bersiap untuk menyusun peraturan terkait pendistribusian dan kriteria target vaksin ini. Dengan adanya payung hukum yang jelas akan meminimalkan masalah hukum ke depan,” jelas Dea dalam keterangan tertulisnya. Menurut dia, semua pihak ikut terpacu menghasilkan vaksin yang ampuh untuk melawan Covid-19, lalu menjadi tugas pemerintah memastikan semua warga bisa memperoleh secara mudah dan sekaligus menjamin keaslian produk. ”Saya mendengar pemerintah akan membeli vaksin itu, lalu dibagi gratis ke masyarakat. Jika rencana ini dilaksanakan, tentu bagus sekali. Kita harus mendukung,” kata doktor ilmu hukum dari Universitas Padjadjaran ini. Jika digratiskan tak ada lagi isu soal biaya yang harus dibayarkan warga untuk memperoleh vaksin, namun tinggal urusan distribusinya. ”Kita harus mulai memikirkan persoalan distribusi ini. Supaya tidak menimbulkan chaos dan kegaduhan baru di masyarakat. Karena, untuk awalnya, pasti jumlah vaksin tidak bisa langsung sebanyak rakyat Indonesia. Mau tak mau, harus dibuat prioritas,” katanya. Seperti diketahui, Indonesia sedang berusaha memproduksi vaksin yang 100 persen dibuat oleh peneliti lokal. Vaksin Covid-19 yang dinamai vaksin Merah Putih ini disiapkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta dengan bantuan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pada saat bersamaan, PT Bio Farma (Persero) yang adalah satu-satunya BUMN bergiat di bidang vaksin, bekerja sama dengan produsen farmasi asal China, Sinovac, juga tengah berupaya menghasilkan vaksin serupa. (fin/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: