Penerimaan Pajak Berpotensi Hilang Rp80 Triliun

Penerimaan Pajak Berpotensi Hilang Rp80 Triliun

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Munculnya kebijakan penurunan tarif pajak penghasilan atau PPh dalam Omnimbus Law Perpajakan berpotensi menghilangkan penerimaan pajak sebesar Rp80 triliun. Potensi hilangnya penerimaan pajak tersebut hanya untuk penurunan PPh sedangkan substansi lain yang juga ada pada RUU Omnimbus Law Perpajakan belum dihitung. Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak DJP Nufransa Wira Sakti menegaskan mengenai Omnibus Law Perpajakan masih menunggu keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR terkait pembahasan melalui Badan Legislasi Panja atau Pansus. Konsep-konsep yang masuk tengah digodok secara berkala untuk memenuhi kesesuaian. ”Ini kan masih dalam proses pembahasan Omnibus setelah diserahkan pada 31 Januari lalu. Ya nantu kita tunggu Bamus DPR untuk membahas apakah RUU akan dibahas di Baleg Panja atau Pansus jadi kita tunggu paripurna dari musyawarah,” terangnya, Selasa (11/2). Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan, pada dasarsnya perhitungannya lebih pada esensinya tarif turun. Pada posisi ii bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi. ”Ya, sekitar Rp80 triliun, untuk estimasi turunnya. Karena jelas-jelas tarif turun,” kata Suryo di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (11/2). Ditambahkannya, melalui penurunan PPh diharapkan dapat menciptakan kegiatan ekonomi baru yang memunculkan pajak di dalamnya sehingga mampu lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi. ”Fasilitas yang coba diberikan bagaimana uang pajak yang diberikan kepada negara dikembalikan pada bisnis untuk menggerakkan atau ekspansi bisnisnya, itu poin pokoknya,” katanya. Hal tersebut terjadi karena penurunan tarif PPh dinilai dapat memberikan insentif baru bagi kegiatan investasi melalui adanya peningkatan terhadap konsumsi maupun jumlah karyawan. ”Jumlah konsumsi meningkat, karyawan bertambah. Harapan eksternalitas dari policy ini untuk meningkatkan perekonomian dan penerimaan pajak,” katanya. Sementara itu, Suryo menuturkan pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah untuk memitigasi adanya penurunan penerimaan negara tersebut seperti dengan memperluas basis pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. ”Pada 2020 kami mencoba mengubah pola kerja kita untuk melakukan ekstensifikasi pengawasan berbasis kewilayahan terutama di KPP Pratama untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi,” katanya. Ekstensifikasi berbasis kewilayahan merupakan upaya yang dilaksanakan untuk menjaring WP baru berkualitas dengan cara survey lapangan geotagging (SLGT) serta menggunakan basis data kependudukan dan data ILAP. ”Upaya kita bagaimana tax ratio naik melalui perluasan basis perpajakan itu termasuk siapa yang belum masuk kelas jadi kita bawa nanti WP ke dalam sistem. Kita proporsional dan berkeadilan,” ujarnya. Di sisi lain, ia menyebutkan meskipun draf Omnibus Law Perpajakan telah diserahkan kepada DPR sejak akhir Januari 2020 namun baru akan mulai berlaku dan diimplementasikan jika telah disahkan. ”RUU sudah disampaikan ke dewan akhir Januari. Berlakunya ini ketika diketok dan berlaku jadi kita masih menunggu pembahasan selanjutnya dengan dewan,” ujarnya. (dim/fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: