Pengusaha Tak Bisa PHK Pekerja

Pengusaha Tak Bisa PHK Pekerja

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Berdasarkan data di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), lebih dari dua juta pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, langkah PHK dengan alasan pandemik COVID-19 tidak bisa diterima. Pakar perburuhan Universitas Indonesia Aloysius Uwiyono menegaskan pengusaha tak bisa asal melakukan PHK pada pekerja. PHK bisa dilakukan jika perusahaan mengalami kerugian berturut-turut. \"Pengusaha dapat melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan mengalami kerugian terus-menerus. Kalau perusahaan tutup, dapat melakukan PHK dengan memberikan pesangon sesuai ketentuan. Namun jika perusahaan tidak mengalami kerugian terus-menerus, tidak bisa melakukan PHK,\" ujarnya di Jakarta, Rabu (22/4). Dikatakannya, perusahaan manufaktur yang mengalami kerugian terus-menerus, sudah banyak melakukan PHK dikarenakan pandemi COVID-19 di Tanah Air. \"Titik tolaknya adalah merugi, kalau merugi terus-menerus baru dapat dibenarkan melakukan PHK,\" tambahnya. Dia pun merujuk pada UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Baik pekerja dan pengusaha berada pada posisi, yang mana pengusaha dilarang melakukan pekerjaannya dan pekerja juga dilarang untuk melakukan pekerjaannya. \"Kalau merugi dapat dilakukan \"force majeure\" atau keadaan memaksa. Jadi titik tolaknya perusahaan merugi, tidak bisa melakukan pekerjaan, dan baru bisa dilakukan PHK dengan ketentuan memberikan pesangon sebanyak satu kali gaji,\" terangnya. Menurutnya, saat ini hanya dua pilihan yakni PHK asalkan memenuhi persyaratan atau harus membayar upah pekerja. Mengenai upah, dia menyarankan agar perusahaan yang mengalami kesulitan akibat pandemi COVID-19, memberikan upah dengan menganggap pekerja sakit. Dalam pasal 93 UU 13/2013 dijelaskan upah yang dibayarkan kepada pekerja yang sakit yakni untuk empat bulan pertama dibayar 100 persen, empat bulan berikutnya dibayar 75 persen, empat bulan ketiga dibayar 50 persen, dan untuk bulan selanjutnya dibayar 25 persen sebelum melakukan PHK. \"Pengusaha juga tidak bisa menerapkan \"unpaid leave\" atau cuti di luar tanggungan,\" katanya. Terkait, Tunjangan Hari Raya (THR) dan kewajiban pengusaha kepada buruh adalah hak normatif buruh yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja sama, dan peraturan perundang-undangan. \"THR merupakan hak pekerja sudah bekerja selama satu tahun. Jika masa kerja kurang dari satu tahun diberikan kepada pekerja secara proporsional,\" jelasnya. Kewajiban pengusaha yang belum diberikan kepada buruh sebelum yang bersangkutan terkena PHK, merupakan piutang yang harus dibayarkan. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut berdasarkan data yang dimiliki pihaknya sebanyak 2.084.593 pekerja terpaksa dirumahkan dan terkena PHK. Sebanyak 85 persen dirumahkan dan 15 persenan di-PHK. \"Total antara sektor formal dan informal yang di-PHK dan dirumahkan itu perusahaannya ada 116.370 dan jumlah pekerjanya ada 2.084.593,\" katanya. Dijelaskannya, dari jumlah tersebut, untuk perusahaan di sektor formal yang terkena dampak wabah hingga April 2020 sebanyak 84.926 perusahaan. Sedangkan pekerja atau buruh di sektor tersebut yang dirumahkan atau kena PHK ada 1.546.208 orang. Sementara, di sektor informal sebanyak 31.444 perusahaan. Sedangkan, jumlah pekerja atau buruh yang dirumahkan atau kena PHK dari sektor tersebut ada 538.385 orang. Dari rincian tersebut Menaker mengatakan bahwa jumlah orang yang dirumahkan lebih banyak dibandingkan pekerja atau buruh yang terkena PHK. \"Jadi 85 persen mereka dirumahkan. 15 persenan itu di-PHK,\" katanya. Dijelaskannya, perusahaan dan pekerja atau buruh dari sektor formal yang dirumahkan dan mengalami PHK terbanyak adalah pada kelompok usaha mikro kecil dan menengah. \"Lalu sektor pariwisata dan usaha turunannya seperti perhotelan, transportasi, restoran dan turunan lainnya juga terkena dampak paling banyak,\" terangnya. Sedangkan sektor industri manufaktur juga banyak mengurangi atau menghentikan kegiatan produksinya. Mereka kesulitan memperoleh bahan impor, terhambatnya ekspor hasil produksi dan terkena dampak dari kebijakan penguncian atau karantina di negara tujuan. Upaya menanggulangi pekerja korban PHK, Ida mengatakan pihaknya telah menyediakan program strategi jangka pendek. \"Jadi program ini terutama untuk yang terdampak PHK, selain (program) Kartu Prakerja,\" katanya. Dalam perencanaannya, Kemnaker akan bekerja sama dengan serikat pekerja, serikat buruh. Kegiatannya yaitu dengan mempekerjakan korban PHK untuk melakukan penyemprotan disinfektan di kawasan-kawasan industri, perusahaan dan di gerbang-gerbang desa, guna mengurangi risiko penyebaran. Dalam program tersebut, Kemenaker juga memberikan insentif sebagai perangsang kerja bagi para korban PHK. \"Ini sebenarnya program reguler, tetapi disesuaikan karena penerima manfaatnya adalah korban PHK dan programnya lebih banyak untuk penyemprotan disinfektan,\" katanya. Selain itu, Kemnaker juga membuat program padat karya produktif sebagai bagian dari strategi jangka pendek. \"(Dalam program ini) kami akan memperkuat BLK (Balai Latihan Kerja) yang dimiliki Pemerintah Pusat dan BLK milik Pemerintah Daerah (Pemda),\" katanya. Bentuk kegiatan dari program padat karya produktif adalah merespons kebutuhan masyarakat di tengah pandemi COVID-19, yaitu membuat masker, disiinfektan dan handsanitizer. \"Hasil produksi akan dijual dengan harga murah kepada masyarakat desa dan kepada masyarakat di sekitar daerah tempat produksi,\" katanya. Untuk mengantisipasi semakin banyaknya pekerja yang di-PHK atau dirumahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah melakukan perluasan insentif pajak penghasilan pekerja (PPh 21) bagi 18 sektor industri selain manufaktur. Totalnya Rp15,7 triliun. Dengan adanya insentif PPh 21 itu, ke-18 industri bebas dari kewajiban pajak penghasilan karyawan yang berlangsung selama enam bulan. ??????“Pasal Pph 21 yang diperluas selama enam bulan itu mempunyai dampak fiskalnya sekitar Rp15,7 triliun. Diharapkan ini memberikan pelonggaran kepada dunia usaha untuk sebesar mungkin tidak melakukan PHK,” katanya. Di kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya sedang merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 tahun 2020 tentang insentif pajak untuk 19 subsektor yang terdampak virus corona menjadi 18 sektor. Jika ditotal seluruh insentif pajak bagi industri dalam PMK Nomor 23/2020 itu, selain dari insentif Pph 21, terdapat akumulasi insentif Rp35,3 Triliun. Sri Mulyani berharap pembahasan revisi peraturan tersebut dapat selesai pada pekan ini atau selambat-lambatnya pada awal pekan depan. “Artinya untuk 18 sektor dan 749 KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) atau hampir seluruh sektor perekonomian dapat insentif perpajakan. Total estimasi kita perkirakan Rp35,3 triliun,” ujarnya. Sementara Presiden Joko Widodo meminta jajaran kementerian dan lembaga untuk memastikan efektivitas paket stimulus ekonomi terhadap sektor riil agar tak terjadi PHK. “Oleh karena itu diperlukan penyelamatan, stimulus ekonomi yang menyentuh sektor-sektor paling terdampak. Karena riil ini menyerap banyak tenaga kerja, saya harapkan mereka mampu bertahan dan tidak lakukan PHK,” katanya. Untuk menyelamatkan sektor riil, Presiden menginstruksikan jajarannya melakukan tiga upaya. Pertama, penilaian atau kajian yang cepat terhadap sektor dan subsektor riil yang terdampak. “Tolong dipisahkan sektor apa yang parah, sektor apa yang sedang, sektor apa yang bertahan, dan justeru malah bisa mengambil peluang,” ucap Presiden. Kemudian, stimulus ekonomi harus efektif tersalurkan kepada sektor usaha mikro, selain usaha kecil dan menengah. Demikian juga dengan sektor-sektor ekonomi yang informal. Kebijakan stimulus ekonomi harus disalurkan secara merata dan tepat sasaran. “Saya pikir tiga ini penting sekali, usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah, sehingga stimulus ekonomi harus menjangkau sektor-sektor ini,” ucapnya. Selain itu, skema penyaluran stimulus ekonomi juga harus dilakukan secara terbuka, transparan dan terukur.(gw/fin) Info grafis Perusahaan Terdampak COVID-19 Sektor Formal 84.926 perusahaan 1.546.208 orang di-PHK atau dirumahkan Sektor Informal 31.444 perusahaan 538.385 orang di-PHK atau dirumahkan Provinsi Terbanyak Kasus PHK Jawa Timur, 59.270 orang Jawa Tengah, 53.281 orang DKI Jakarta, 48.000 orang Jawa Barat, 41.771 orang Pekerja Dirumahkan DKI Jakarta, 450.955 orang Jawa Barat 124.811 orang Jawa Tengah 119.881 orang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: