Peringatan HPN di Wonosobo, Waspadai Jurnalis Abal-abal dan Masa Depan Media
MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO – Momentum peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dimanfaatkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Wonosobo untuk menggelar sebuah diskusi bersama para sesepuh atau mantan jurnalis di Gedung Korpri, Senin (17/2). Agenda yang menghadirkan jurnalis pertama di Wonosobo, H Sudarman Diharjo dan mantan Bupati Wonosobo H Abdul Kholiq Arief dikemas dalam sebuah diskusi bersama perwakilan media cetak, elektronik, dan online se-Wonosobo hingga perwakilan OPD dan Forkompimda. Ketua PWI Wonosobo, Edy Purnomo mengatakan, agenda itu sekaligus menjadi ajang perkenalan para jurnalis yang kini aktif di Wonosobo kepada masyarakat luas. “Di peringatan Hari Pers Nasional ini adalah momen untuk berbagi ide dan dunia jurnalistik bersama masyarakat. Kami sengaja mengundang berbagai pihak khususnya OPD untuk bisa memberikan pemahaman tentang kerja jurnalistik yang baik. Jangan sampai ada yang mengaku-ngaku sebagai wartawan kemudian melakukan tindakan yang meresahkan atau menakut-nakuti dan tidak sesuai dengan kaidah pemberitaan,” ungkap Edy. H Sudarman yang sudah berkiprah di dunia kewartawanan sejak tahun 70-an mengaku bangga dengan soliditas para jurnalis muda Wonosobo. Pria penggemar batu mulia itu berpesan kepada para jurnalis untuk bisa berkontribusi dalam apapun kepada daerahnya. Salah satu temuan yang disumbangkan Sudarman ialah Kantong untuk kotoran kuda penarik delman yang diterapkan pada era bupati Alm Sukanto tahun 1983. Baca Juga Tinggal Seorang Diri, Jasad Lansia di Magelang Ditemukan Membusuk “Kita harus bekerja secara professional, sebaik mungkin. Kuncinya hanya itu, bekerja sesuai dengan kaidah yang sudah ada, jangan sampai membuat orang lain dirugikan. Apalagi memalukan profesi Jurnalis. Yang penting, kita juga harus menyumbang pemikiran untuk kemajuan Wonosobo sebisa kita,” pesan pria yang pensiun sejak akhir tahun 2014 itu. Sementara itu Kholiq Arief juga berbagi bagaimana menjadi jurnalis di era sebelum dan setelah era Reformasi. Menurut Kholiq, adanya wartawan gadungan yang sebenarnya tidak punya media sudah ada sejak eranya bekerja di tahun 90-an. Bahkan sempat meresahkan berbagai pihak dengan mengatasnamakan media tertentu. Padahal arus informasi di era itu tidak semudah saat ini. Berbagai peralatan komunikasi yang ada hanyalah alat sederhana seperti telepon hingga mesin ketik mengingat belum ada internet dan teknologi informasi seperti saat ini. “Saya dan mbah Darman ini dulu pernah memberi peringatan pada wartawan abal-abal, karena meresahkan dan justeru membuat citra buruk jurnalisme,” ungkap mantan pria yang dikenal memupuk pluralism di Wonosobo itu. Agenda diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab bersama peserta dari berbagai perwakilan instansi termasuk Humas Polres Wonosobo dan pelajar dari SMK Muhammadiyah yang melemparkan beberapa pertanyaan. Agenda ditutup dengan potong tumpeng sekaligus penyerahan kenang-kenangan karya M Nur Chakim, jurnalis Suara Merdeka Wonosobo berupa karikatur. (win)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: