Realokasi Di-Deadline 7 Hari, Tidak Dijalankan Pemda, Kemenkeu Bakal Merasionalisasi Dana Transfer
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk segera melakukan Refocusing atau perubahan alokasi anggaran untuk Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar mengatakan sejak diterbitkannya Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah 14 Maret lalu, refocusing atau perubahan alokasi harus berjalan. Terlebih, ini diperkuat dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6/KM.7/ Tahun 2020 tentang Penyaluran Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Kesehatan dan Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Rangka Pencegahan Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. ”Berdasarkan data yang masuk belum ada laporan atau belum ada realokasi yang signifikan dari APBD dalam mendukung penanganan Covid-19,” ungkap Bahtiar. Nah, untuk mendorong refocusing dan realokasi anggaran tersebut, Mendagri telah mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan Pemerintah Daerah. ”Instruksi ini ditandatangani pada tanggal 2 April 2020 itu ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota se-Indonesia. Karena banyak daerah yang belum melakukan. Mendagri instruksikan selambat-lambatnya tujuh hari ke depan setelah instruksi ini diterbitkan,” terangnya. Dijelaskan Bahtiar, rasionalisasi dana transfer untuk daerah harus segera dilakukan, apabila daerah tak kunjung melaksanakan refocusing dan realokasi anggaran tersebut. Terlebih, Aparat Pemeriksa Internal Pemerintah (APIP) dan Inspektorat Jenderal Kemendagri juga akan melakukan pemeriksaan. Jika refocusing dan realokasi tidak segera dilakukan oleh pemerintah daerah maka besar kemungkinan, Kemenkeu akan melakukan rasionalisasi dana transfer APBD yang berdampak pada pengurangan APBD. Selain itu secara berjenjang Aparat Pemeriksa Internal Pemerintah (APIP) akan melaksanakan pemeriksaan, dan termasuk Itjen Kemendagri memastikan Pemda telah melakukan recofusing dan menyiapkan dukungan APBD yang memadai untuk penanganan Covid-19. ”Untuk Pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota yang belum melaksanakan percepatan pengumuman penggunaan alokasi anggaran tertentu (refocusing, Red) atau perubahan alokasi anggaran dalam waktu paling lama tujuh hari hari sejak dikeluarkan Instruksi Menteri, akan dilakukan rasionalisasi dana transfer,” tegasnya. Menanggapi penegasan ini, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianto berharap kebijakan yang ada jangan hanya fokus kepada stimulus fiskal dalam rangka menangani dampak Covid-19 terhadap perekonomian tetapi juga harus dibarengi dengan kebijakan moneter yang tepat. ”Yang lebih penting juga adalah, jangan sampai stimulus fiskal ini, tidak dibarengi dengan kebijakan moneter dan kebijakan sektoral yang sesuai sehingga menghambat efektivitas kebijakannya. Penurunan bunga acuan BI dimungkinkan, walau harus dibarengi dengan kebijakan sektoral yang menjamin supply,\" kata Ira Aprillianto. Ditambahkannya, jika pemerintah hanya berfokus pada stimulus fiskal secara permintaan dan tidak menjamin distribusi pasokan yang lancar, sangat dimungkinkan kebijakan ini hanya akan menyebabkan inflasi yang tinggi dan dampaknya malah tidak diserap masyarakat dan pelaku usaha. Untuk itu, Ira menegaskan agar koordinasi antarkementerian juga mutlak diperlukan, tidak hanya Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan, namun juga kementerian lain untuk memastikan kontraksi perekonomian dapat diminimalkan ke depannya. Ira mencontohkan, pengurangan pajak impor merupakan kebijakan yang tepat, tapi jika tidak dibarengi dengan peran kementerian terkait yang menjamin kelancaran distribusi produk impor yang dibutuhkan, maka kebijakan tersebut tidak akan berdampak. ”Selain itu pemerintah juga harus mulai mempersiapkan kebijakan pascakrisis dan kebijakan fiskal jangka panjang, untuk meningkatkan market confidence dan ekspektasi positif di perekonomian,” terangnya. Menanggapi keputusan Mendagri, Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengingatkan pemerintah agar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19, tidak boleh dimanfaatkan para penumpang gelap atau free rider. Penumpang gelap yang dimaksud seperti dengan mencari celah dan kesempatan untuk memasukkan usahanya dalam program yang mendapat keringanan dalam perppu tersebut, padahal usahanya memang sudah bermasalah sebelum wabah Covid-19. ”Perppu ini mengatur tentang program pemulihan ekonomi nasional dengan tujuan melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya,” terang Mekeng. Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI itu menilai pelaksanaan program tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan aturan yang jelas, baik peraturan pemerintah (PP) maupun aturan pelaksananya. Karena itu, menurut dia, jangan sampai program tersebut dimanfaatkan oleh penumpang gelap dengan mencari celah dan kesempatan untuk memasukkan usahanya dalam program ini, padahal usaha tersebut memang sudah bermasalah sebelum wabah Covid-19. Dia mengusulkan agar program pemulihan berjalan dengan baik dan tepat, sehingga dalam melaksanakan program harus didampingi \"independent financial advisor\" baik lokal maupun asing. ”Hal itu untuk menutup celah bagi para \\\'penumpang gelap\\\' bermain curang dengan mengakali kinerja perusahaannya,” ujarnya. Mantan Ketua Komisi XI itu menilai, Perppu yang diterbitkan memberikan kelonggaran bagi pemerintah untuk menaikkan defisit anggaran sampai dengan titik 5,05 persen. Namun, dia menilai, sebelum menggunakan alternatif menaikkan defisit anggaran, pemerintah seharusnya melakukan realokasi dan pemotongan anggaran di kementerian dan lembaga. ”Itu sebagai bentuk kebijakan pengetatan ikat pinggang dari pemerintah, dan bukan ajang bagi pemerintah untuk jor-joran melakukan belanja yang tidak prioritas,” pungkasnya. (khf/dim/fin/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: