Sukses Sulap Sampah Jadi Rupiah, Potret Bank Sampah Bougenville Jurangombo Utara
Editor:
ME|
Senin 29-11-2021,08:26 WIB
Kampung Tangguh Kota Magelang
KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.COM - MEMPERTAHANKAN keberhasilan sebagai juara lebih sulit ketimbang meraih dan merebutnya. Mungkin kalimat tersebut mampu mewakili komitmen masyarakat Kelurahan Jurangombo Utara, Magelang Selatan. Pasalnya, tahun ini melalui Bank Sampah Bougenville berhasil mempertahankan gelar juara pertama lomba bank sampah dan kampung organik tingkat kota yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Sejak tahun 2018 lalu, kampung organik yang berada di Kampung Jagoan, Jurangombo Utara tersebut mampu meraih lima besar juara lomba Lingkungan Hidup tingkat Kota Magelang. Setahun berikutnya, bank sampah yang digawangi para anggota PKK dan ibu rumah tangga itu, selalu meraih tiga besar. Tak sekadar membuat suasana kampung di sana bersih dan kinclong, rupanya keberadaan bank sampah bisa menjadi tempat menabung bagi warga, hingga meminjam uang dan membayarnya menggunakan sampah. Koordinator Bank Sampah Bougenville, Enti Sri Hardani mengatakan bank sampah yang mulai beroperasi sejak tahun 2015 itu kini sudah punya 104 anggota dari beberapa RW di Kelurahan Jurangombo Utara. ”Setiap hari kami membuka pelayanan, warga bisa kapanpun datang untuk menyerahkan sampahnya,” kata Enti ditemui di Kampung Jagoan, Kelurahan Jurangombo Utara, kemarin. Beragam sampah yang diterima Bank Sampah Bougenville seperti plastik, kertas bahkan hingga bekas sayuran dan kulit buah-buahan. Setiap sampah tersebut dihargai berbeda-beda, misalnya kantong plastik Rp800 per kg, botol plastik Rp1.000 per kg dan kardus Rp2.000 per kg. Dalam sehari, sampah yang terkumpul mencapai 25 kg hingga 30 kg per hari. Sampah tersebut kemudian dipilah untuk selanjutnya didaur ulang. Residu sampah yang tidak terolah, akan disetor ke Bank Sampah Induk (BSI) di lembah Tidar Lestari. Sampah yang bisa didaur ulang itu diolah menjadi aneka kerajinan tangan yang bermanfaat, seperti tas, kursi, vas bunga, piring hingga menjadi lukisan pajangan dinding. Sampah organik diolah menjadi pupuk tanaman. Beragam produk daur ulang ini dijual sehingga memberikan pendapatan pada kelompok tersebut. Dari pengelolaan sampah ini, Bank Sampah Bougenville berhasil menambah unit usaha berupa warung kelontong. Semula modal awal hanya ratusan ribu, namun selama 6 tahun, asetnya telah mencapai Rp30 juta. Warung tersebut juga sudah bisa memberikan modal pada usaha angkringan dan catering yang dijalankan anggotanya. ”Kami juga melayani menabung sampah, yang hasilnya diambil nanti setelah terkumpul banyak. Ada pula utang bayar sampah, yaitu warga meminjam uang di bank sampah, nanti mengangsurnya dari setoran sampah mereka. Jadi, selain menjadikan lingkungan menjadi lebih bersih, Bank Sampah Bougenville juga bisa meningkatkan kesejahteraan anggotanya,” tutur Enti. Ia menjelaskan, sedari dulu, warga Jurangombo Utara masih kental budaya gotong-royong. Tak pelak, dalam menekuni bank sampah dan kampung organik pun seluruh masyarakat dapat terlibat aktif. ”Terutama untuk gotong royong, warga di sini tidak perlu untuk diberitahukan. Sudah ada inisiatif untuk datang,” jelasnya. Selain itu, warga lingkungan perkampungan di Jurangombo Utara memang gemar bersih-bersih. Bukan hanya untuk mengikuti berbagai lomba saja, tapi karena lingkungan bersih merupakan syarat masyarakat dapat hidup sehat. ”Terlebih sekarang sedang ada pandemi, maka kebersihan dan kesehatan menjadi tugas utama kita untuk menyosialisasikan kepada warga lainnya,” ujar Enti. Ia mengemukakan, para pengurus bank sampah juga menyediakan berbagai varian sembako, seperti minyak goreng, gula pasir, alat-alat kebersihan, perlengkapan rumah tangga, dan lain sebagainya. ”Kita tidak membatasi mau sampah apa saja bisa dijual di bank sampah. Selanjutnya sampah akan ditimbang dan dicocokkan dengan daftar harga. Misalnya, untuk kaleng bekas berapa, koran berapa, dan besi maupun plastik berapa, semua ada nilai tersendiri,” imbuhnya. Sementara itu, Ketua TP PKK Kota Magelang yang juga Duta Bank Sampah Kota Magelang, Niken Ichtiaty Nur Aziz mengatakan upaya mengurangi produksi sampah membutuhkan strategi komprehensif meliputi pemilahan, pengolahan, dan pengelolaan sampah. ”Sampah yang dibuang ke Tempat Pengelolaan Sampah Akhir (TPSA) Kota Magelang itu benar-benar sampah yang memang tidak ada nilainya dan sudah tidak bisa diolah lagi. Dengan begitu, maka produksi sampah di Kota Magelang bisa tereduksi,” kata Niken, belum lama ini. (prokompim/kotamgl)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: