Usulan Perppu Belum Perlu
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Polemik UU ITE mulai mencuat. Sejumlah politisi mulai menyuarakan aspirasinya. Perppu diusulkan agar segera dikeluarkan. Padahal, pemerintah telah membentuk tim untuk mengkaji pasal yang dianggap multi tafsir. UU ITE sebetulnya memiliki tujuan yang mulia. Yakni memberi kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi dan bisnis di dunia maya. Selaras dengan itu menjaga ruang digital bersih dan beretika. Namun dalam implementasinya malah lebih kental dengan nuansa hukum pencemaran nama baiknya daripada soal transaksi ekonomi-bisnisnya. Pasal 27 Ayat (3) UU ITE yang mengatur soal pencemaran nama baik telah menjadi pasal karet dan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi masyarakat sehingga banyak orang yang dilaporkan, ditangkap, dan ditahan karena menyampaikan pendapat di internet. Mantan wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah misalnya. Ia mengusulkan tiga skenario yang bisa diambil agar pasal karet UU ITE tidak berkepanjangan. Usulan pertama adalah melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) yang bermasalah, seperti Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE ). Kemudian, Presiden membuat Perppu UU ITE. Sehingga secara otomatis pasal bermasalah dihilangkan, agar segera ada kepastian hukum. Politisi Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia iini mengatakan, bahwa inisiatif untuk menerbitkan Surat Edaran Kapolri tentang Penerapan UU ITE sangat baik sekali untuk mengakhiri ketidakpastian ini yang dilakukan Kepolisian. \"Namun, sebaiknya Polri dibekali dengan UU permanen yang bersumber pada Perppu atau revisi UU lebih permanen, termasuk juga pengesahan KUHP, selain UU ITE,\" terangnya, Rabu (24/2). Fahri juga mendesak pemerintah dan DPR untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). \"Sebagai criminal constitution atau criminal code satu untuk seterusnya dan selamanya, sehingga ini akan memberikan kepastian hukum yang lebih luas kepada seluruh UU yang mungkin bernuansa penuh ketidakpastian hukum tersebut,\" paparnya. Ia berharap usulan tersebut dapat dipertimbangkan Presiden dan DPR selaku pembuat UU atau produk hukum. Usulan Fahri juga ditanggapi sejumlah politisi. Terutama terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menegaskan, jika Perppu terkait UU ITE belum diperlukan. Alasannya, syarat kedaruratan dan kegentingan yang memaksa belum bisa memenuhi syarat. Saat ini, hanya diperlukan penyempurnaan atau penyesuaian terkait UU ITE tersebut. Anggota Komisi III ini menilai, untuk mengatasi polemik penerapan UU ITE di masyarakat, cukup dengan revisi UU nomor 19 tahun 2016 tentang ITE, dan tidak perlu dikeluarkan Perppu. Menurutnya, Surat Edaran (SE) Kapolri Surat Edaran bernomor: SE/2/11/2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif, belum bisa untuk mengatasi persoalan maraknya penggunaan pasal karet oleh Aparat Penegak Hukum. \"SE Kapolri tidak bisa masuk pada materi yang substantif. Namun SE Kapolri dapat membantu untuk lebih tertib, agar Polisi tidak gampang melakukan penahanan dan membuka ruang mediasi,\" ujarnya. Hal senada disampaikan politisi PPP Arsul Sani. Menurutnya, dengan adanya Perppu tentang UU ITE, bukan jalan satu-satunya mengakhiri polemik pasal karet. Anggota Komisi III DPR RI ini menyarankan agar pemerintah mengambil langkah revisi. Alasannya, bisa mendengarkan aspirasi dan masukan masyarakat sebagai langkah perbaikan peraturan tersebut. \"PPP berpendapat Perppu bukan pilihan ideal untuk merespon-nya. Lebih baik dilakukan revisi UU nomor 19 tahun 2016 tentang ITE yang dibahas bersama antara DPR dan pemerintah,\" paparnya. Menurutnya, jika pilihan Perppu diambil pemerintah, maka ruang untuk konsultasi publik dan mendapatkan berbagai masukan dari elemen masyarakat sangat sempit. Namun menurut dia, kalau langkah revisi UU ITE dilakukan melalui proses legislasi di DPR, maka ruang aspirasi masyarakat dapat didengar. Ia juga menilai, revisi tersebut perlu mendapatkan atensi khusus termasuk terkait dengan kecepatan waktunya. Menurut dia, sambil menunggu berjalan-nya revisi UU ITE, Polri bisa melakukan relaksasi penegakan hukum yang menggunakan UU ITE. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: