PN Purworejo Gelar Sidang Setempat, Gugatan Perdata Terhadap BPR Danagung Bakti

PN Purworejo Gelar Sidang Setempat, Gugatan Perdata Terhadap BPR Danagung Bakti

SIDANG. Hakim Ketua Santonius Tambunan saat memimpin sidang setempat di lokasi tanah yang disengketakan di lokasi Pondok Pesantren Minhajuth Tholibin Desa Dadirejo, Kecamatan Bagelen. (foto : Lukman Hakim/Purworejo Ekspres)--Magelangekspres.com

PURWOREJO, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID  – Pengadilan Negeri Purworejo menggelar sidang pemeriksaan setempat dalam sidang lanjutan gugatan perdata Agus Mutholib, warga Dadirejo, Bagelen, Purworejo, Jateng, terhadap PT BPR Danagung Bakti, Sleman sebagai tergugat I dalam gugatan pembatalan lelang, baru-baru ini.

Sidang dilakukan di lokasi Pondok Pesantren Minhajuth Tholibin Desa Dadirejo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, sebagai obyek gugatan, dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Santonius Tambunan, dengan menghadirkan beberapa orang tergugat dan turut tergugat serta seorang penggugat yang didampingi pengacaranya.

Tujuan dari sidang pemeriksaan setempat perkara Nomor : 42/Pdt.G/2017/Pn.Pwr menurut Santonius, untuk melihat sengketa yang dipermasalahkan oleh para pihak yang bersengketa dalam perkara tersebut.
“Hal ini dilakukan untuk memastikan dan meyakinkan majlis bahwa obyek yang dipermasalahkan itu memang betul-betul ada dan tidak mengada-ada,” jelas Santonius, usai persidangan.

Disampaikan pula, setelah sidang pemeriksaan setempat, akan dilanjutkan pada tahapan selanjutnya dengan kesimpulan dan agenda selanjutnya putusan. Diperkirakan masih dua kali persidangan lagi hingga pembacaan putusan.

Tjahjono, S.H., selaku pengacara dari Agus Muntholib mengungkapkan, bahwa menurut undang-undang Hak Tanggungan, jelas dinyatakan bahwa bangunan pondok atau tempat peribadatan keagamaan agama apapun tidak boleh dipasang hak tanggungan.

“Namun kenyataannya tanah yang di atasnya berdiri pondok pesantren itu disetujui pihak bank saat dijadikan agunan oleh turut tergugat 1, yang saat itu statusnya menantu penggugat,” jelas Tjahjono.

HR. Purwanto selaku turut tergugat 1 menjelaskan, bahwa di atas tanah yang disengketakan tersebut benar-benar sudah berdiri pondok pesantren, lengkap dengan musala, atribut dan papan namanya, yang dibangun tahun 1990.
Dirinya berharap, setelah hakim tahu fakta di lapangan bahwa di atas obyek yang disengketakan berdiri sebuah pondok pesantren, Hakim akan memutuskan seadil-adilnya.

“Hutang akan tetap saya bayar sesuai dengan kemampuan. Saat Jati Indah dinyatakan kolaps seharusnya bank menagih ke kurator. Saya merasa dirugikan karena ini, dari hutang Rp300 jutaan menjadi sekitar Rp1,4 miliar,” pungkas Purwanto. (luk)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelangekspres.com