Gadis Yatim Piatu Berjuang Mencari Keadilan Fitnah kejam melucuti keanggunan gadis asal Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu. Dia adalah FQ (26). Dia difitnah melalui media sosial. Foto-foto pribadinya disebar orang tak bertanggung jawab. Tetangga termasuk keluarga, ikut mencibir. Gadis yatim piatu itu sempat frustrasi dan ingin bunuh diri. SUARANYA lirih. Dia berusaha menahan kesedihan sambil menceritakan kejadian yang hingga saat ini masih mengancam. Tidak ada lagi yang mau mendengar, apa lagi mempercayai. Semua menjauh, termasuk keluarga besar. Harga dirinya dipandang rendah oleh semua orang. Ya, FQ mengaku difitnah. Foto-foto koleksi pribadinya terlanjut tersebar luas di jagat maya oleh seseorang berinisial DA yang disebut-sebut ahli IT. DA berhasil meretas akun Google Mail, Google Drive, hingga media sosial. Foto koleksi pribadi FQ yang dicadangkan ke salah satu akun tersebut, dijadikan senjata untuk mengancam dan memeras. “Setiap habis mandi saya iseng foto (tanpa busana, red) dan itu hanya untuk pribadi. Tujuannya untuk membandingkan, gemuk atau tidaknya. Foto-foto itu sebetulnya sudah dihapus di HP, tetapi tidak sengaja ter-back up otomatis di Google Drive,” tutur FQ kepada Radar di kantor hukum Dwiko Adrians and Partners (DAP) Law Office di bilangan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Jumat lalu (18/10). Bermodalkan foto telanjang dari hasil meretas akun, pelaku meminta FQ untuk melakukan panggilan video tanpa busana, dengan iming-iming akan menghapus foto yang terlanjur tersebar. Jelas, FQ menolak keras. Namun ancaman demi ancaman akan kembali menyebarluaskan foto telanjangnya ke banyak akun dan platform, membuat FQ panik dan berpikir pendek. Dengan raut wajah terpaksa, FQ akhirnya patuh dan memenuhi aksi bejat tersebut. Pelaku semakin mejadi-jadi. Panggilan video tanpa busana itu rupanya menjadi amunisi tambahan. Saat berlangsungnya panggilan, pelaku merekam dan kembali dijadikannya sebagai ancaman. Namun, kali ini tujuannya berbeda. Pelaku memeras dan meminta uang sebesar Rp36 juta. FQ tidak mengetahui jika panggilan video itu direkam oleh pelaku dan ia pun tidak mampu memenuhi permintaan uang tersebut. Sambil terus memaksa, hingga pelaku menurunkan permintaannya menjadi Rp15 juta. “Kemudian saya gak respon, dan belum lama ini dia (pelaku, red) meminta lagi sebesar Rp5 juta dan dikasih tempo dalam waktu 3 hari,” ujarnya. Ancaman itu benar dilakukan. Karena tidak mampu memenuhi, sebagian video FQ disebar ke sosial media, grup-grup WhatsApp hingga prostitusi online dan grup komunitas gay. Akibatnya, paras FQ semakin dikenal banyak orang. Tetangga dan lingkungan sekitar, mulai sinis dan menjauh. Tidak jarang, laki-laki hidung belang datang ke rumah FQ. Sekadar mengajak kencan hingga ‘pesan kamar’. Kerugian moril dan materil diterima FQ. Selain diasingkan, untuk mencari pekerjaan pun, sangatlah sulit. Kejadian itu membuatnya putus asa. Merasa takut keluar rumah dan memilih mengurung diri di kamar. Rasa ingin bunuh diri selalu singgah. Beruntung, hal tersebut tidak dilakukan. Hingga pada akhirnya FQ memberanikan diri untuk melapor dengan didampingi lurah. Beruntungnya lagi, ia mendapatkan pendampingan hukum oleh advokat dan konsultan hukum, Dwi Sesko Adriansah SH dari kantor hukum Dwiko Adrians and Partners (DAP) Law Office. Dwi Sesko atau yang biasa disapa Abu ini akhirnya melaporkan kasus tersebut kepada Satreskrim Polres Indramayu, belum lama ini. Pasal yang disangkakan kepada pelaku adalah UU ITE. Abu mendesak keras aparat kepolisian segera menangkap pelaku yang menurutnya sudah sangat keterlaluan. “Saya harap Satreskrim Polres Indramayu bertindak profesional dan tidak tebang pilih. Kalau publik figur atau artis cepat mendapatkan tindak lanjut, harusnya kasus ini sama. Karena kita semua terlihat sama di mata hukum,” tandasnya. Abu mengaku sempat meminta penjelasan langsung kepada psikolog mengenai rekaman video FQ dengan pelaku berinisial DA itu. Saat itu, kata Abu, psikolog menilai, FQ dalam raut wajah tertekan dan sangat terpaksa melakukannya. Meruntun perkenalan pelaku dan FQ, yakni pada Februari 2013 silam. Saat itu FQ berkenalan dengan pelaku DA melalui Facebook. DA, laki-laki asal Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Saat itu komunikasi rutin terjalin hampir setiap harinya. Bermodalkan informasi akun, FQ tidak menaruh curiga. Berjalan 3 bulan, komunikasi itu mulai memudar. “Awalnya komunikasi hanya sekedar say hello aja. Saya menganggapnya juga sebatas teman chatting. Kalau dilihat dari akun Facebook pelaku (DA, red) memang dia banyak teman wanitanya,” tutur FQ, menyesal telah berkenalan. FQ merupakan anak yatim piatu. Sang ibunda telah meninggal dunia ketika usianya 5 tahun. Saat itu, anak ke-3 dari 5 bersaudara ini sebatas gadis perempuan lugu yang duduk di bangku taman kanak-kanak. Tahun 2015, menyusul ayahanda berpulang. Kesedihan dan rasa kehilangan FQ, semakin memuncak. Berjalannya waktu, FQ sempat tertimpa musibah. Juni 2017, ia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kedua kakinya tidak bisa digerakkan. FQ terpaksa harus dirawat di rumah sakit selama 5 hari. Saat itu yang menanggung seluruh beban dan biaya rumah sakit adalah kakak perempuannya yang juga telah meninggal dunia di tahun yang sama karena penyakit kanker. FQ yang masih mengandalkan sang kakak untuk kesembuhannya terpaksa harus mandiri. Biaya untuk berobat, sudah tidak lagi ada yang mencukupi. Saat itu, ekonomi keluarga mereka mulai genting. Tiba-tiba, pelaku DA yang selama 4 tahun hilang kontak, kembali datang dan menawarkan bantuan. FQ menolak hingga pada akhirnya pelaku terus memaksa. Dengan alasan sedekah yang disampaikan pelaku, FQ menerima uang belas kasihan tersebut sebesar Rp200 ribu. Selama beberapa bulan, pelaku rutin mentransfer uang kepada FQ. Besarannya antara Rp200.000 hingga Rp500.000. Namun niat ikhlas itu hanya sekadar ucapan. Sebelum akun Google Mail diretas, pelaku terlebih dahulu meminta foto telanjang FQ melalui pesan WhatsApp. Jelas permintaan itu ditolak, sebelum sampai akhirnya pelaku meretas akun tersebut. (*)
Diancam dengan Foto tanpa Busana, Diperas sampai Rp36 Juta
Rabu 23-10-2019,03:26 WIB
Editor : ME
Kategori :