JAKARTA - Dua perusahaan raksasa minyak asal Amerika Serikat (AS), yakni Exxon Mobil dan Chevron dikabarkan bakal hengkang dari Indonesia. Benarkah investasi di Indonesia sudah tidak seksi lagi? Pasalnya, Exxon Mobil dikabarkan akan mendivestasikan sebagain saham meeka untuk aset yang ada di Asia, saah satunya disebut-sebut yang berada di Indonesia yaitu blok Cepu. Namun kabar itu dibantah oleh pihak Exxon Mobil. \"Exxon Mobil hadir di Indonesia lebih dari 120 tahun. Dengan demikian, kami berkomitmen kepada Indonesia dan terus mencari peluang lain, baik di Blok Cepu maupun di seluruh Indonesia. Hal itu merupakan bagian komitmen jangka panjang kami pada Indonesia,\" ujar Vice President and Government Affair Exxonmobil Indonesia, Azi Alam. Berdasarkan dokumen investor relation, perusahaan asal AS itu memang berencana untuk mendivestasikan asetnya hingga 15 miliar dolar AS sampai 2021. Selain itu, Exxon Mobil juga berencana menembus pasar retail di Indonesia dengan menargetkan hingga 500 stasiun bahan bakar di Indonesia. Hal itu mungkin saja terjadi, mengingat Indonesia merupakan pasar yang menarik untuk bahan bakar karena ada tren masyaakat kelas menengah yang terus tumbuh dan tren pembelian kendaraan bermotor yang meningkatn setiap tahunnya. Terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah menilai dari statemen Exxon Mobil tidak ada rencana melarikan investasi dari Indonesia. Namun hanya mengubah strategi agar meningkatkan keuntungan. \"Saya tidak melihat statemen Exxon Mobil akan hengkang. Kalau mengubah strategi mungkin iya. Memang melakukan divestasi tapi kemudian menargetkan menembus pasar ritel. Artinya tidak hengkang tapi mengubah strategi,\" ujar Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (17/10). Terkait investor asing malas melirik sektor migas di Indonesia, sebelumnya Fraser Institute pada tahun 2018 melakukan survei kepada berbagai top level executiver di sektor migas. Ditemukan ada 16 indikator utama investor tidak mau berinvestasi di sektor miinyak dan gas (migas) di suatu negara. Hasil survei, diantaranya persoalan perpajakan (lisensi, royalti, dan pajak penjualan), birokrasi dan perizinan yang berbelit-belit dan tidak efisien, trade barrier (repatriasi keuntungan), faktor tenaga kerja, kualitas infrastruktur dan juga kualitas database geologi. Bukan hanya Fraser, Pendiri Medco Grup Arifin Panigoro juga menilai para pejabat yang wenenang di sektor ini kurang memberikan kepastian dan insentif yang menarik. Selain itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga pelit memberikan insentif fiskal bagi pengusaha minyak dan gas. Sementara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kebijakannya kurang tegas.(din/fin)
Investasi di Indonesia Tak Seksi Lagi , 2 Perusaan Migas AS akan Kabur
Sabtu 19-10-2019,03:19 WIB
Editor : ME
Kategori :