MAGELANGEKSPRES.WONOSOBO- Salah satu persoalan yang masih marak terjadi di Kabupaten Wonosobo adalah pernikahan usia anak. Masalah ini sangat memprihatinkan dan perlu ditangani secara serius, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Hal tersebut untuk mewujudkan keluarga berkualitas. “Pernikahan bukanlah hal sepele, yang dapat dilakukan tanpa keputusan yang didasari oleh pemikiran yang matang dan mendalam. Sebab, dari pernikahanlah nantinya akan lahir generasi-generasi, yang akan menerima tongkat estafet penentuan masa depan bangsa kita,” ungkap Dyah Retno selaku penasehat Hari Kartini. Pemkab menggelar puncak peringatan Hari Kartini Ke-142 sekaligus mengikuti Seminar Puncak Peringatan Ke-142 Hari Kartini di Pendopo Bupati. Hadir dalam acara tersebut, bupati Wonosobo dan istri jajaran forkopimda, anggota DPRD, GOW dan DWP. Menurutnya, pernikahan hendaknya dilakukan oleh mereka yang secara fisik dan mental sudah siap. Namun ternyata pernikahan pada usia anak, masih marak terjadi. Padahal menurut UU Nomor 16 Tahun 2019, pernikahan diizinkan apabila mempelai laki-laki dan perempuan telah berusia 19 tahun. Sedangkan masih banyak terjadi pernikahan pada mempelai yang bahkan usianya masih dibawah 18 tahun. Jumlah Pernikahan Usia Anak yang terjadi pada tahun 2019 mencapai 2.018 anak, dengan rincian 1944 anak perempuan dan 74 anak laki-laki. Tahun 2020 masih terjadi sebanyak 968 anak, dengan rincian sejumlah 922 anak perempuan dan 46 anak laki-laki. Meski menurun, jumlah ini masih sangat memprihatinkan. Sebab, hal ini berimbas kepada tingginya stunting, tingkat pendidikan, dan tingkat perceraian di Kabupaten Wonosobo. “Tentu saja saya merasa prihatin atas terjadinya pernikahan usia anak yang masih marak terjadi di Wonosobo,” ujarnya Anak yang seharusnya masih dalam usia yang mendapatkan perlindungan, sebagai orang yang telah menikah berubah menjadi pihak yang harus memberikan perlindungan kepada anaknya. Berbagai dampak atas terlaksananya pernikahan usia anak pun muncul, diantaranya tingkat kekerasan dalam rumah tangga tinggi, perceraian, dan yang lebih parah adalah pola asuh yang diberikan kepada anak sebagai generasi penerus masa depan tidak baik. “ Oleh karena itu, saya harap seluruh organisasi yang hadir di sini dapat bersama-sama memberikan pemahaman dan edukasi kepada sesama perempuan, orangtua, dan anak yang rentan melakukan pernikahan usia anak untuk mencegah terjadinya pernikahan usia anak,” pintanya. Sementara itu, Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat mengemukakan bahwa semangat R.A. Kartini yang tidak pernah padam dalam memajukan kaum perempuan harus diteladani . Perjuangan R.A. Kartini masih belum usai, masih banyak problema yang mengikat kaum perempuan untuk dapat berjalan maju dan berdiri di kaki sendiri. “Sudah merupakan tugas kita untuk membebaskan diri dan membantu para perempuan lain untuk dapat berdaya, bangkit, dan bersinar. Sumbangsih baik berupa pemikiran maupun tindakan dari para perempuan hebat masa kini mutlak diperlukan, sebagai kontribusi berharga dalam pembangunan daerah,” katanya. Pihaknya mengaku mendukung gerakan perempuan yang mendorong sesamanya untuk dapat bangkit dan maju bersama-sama. Tidak seperti di masa lampau, kini kesempatan bagi perempuan untuk berkarya, telah terbuka lebih luas. Perempuan hebat di masa kini akan dapat menelurkan karya-karya berharga, yang dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan sesama kaum perempuan, maupun berbagai lapisan masyarakat, utamanya di Kabupaten Wonosobo. “Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas segala kiprah yang telah dilakukan oleh perempuan-perempuan hebat di Kabupaten Wonosobo. Berkarya secara mandiri, sebagai Perangkat Daerah, dalam organisasi, maupun melalui berbagai bidang lainnya,” pungkasnya. (gus)
Picu Perceraian dan Stunting, Pernikahan Anak Harus Dicegah
Kamis 22-04-2021,02:17 WIB
Editor : ME
Kategori :