KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Sebagian warga Kampung Canguk, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kecamatan Magelang Tengah menolak nilai ganti untung yang akan diberikan untuk pembebasan lahan dan bangunan guna mega proyek flyover dan underpass simpang Canguk. Pasalnya, nilai ganti untung dianggap terlalu rendah yaitu sebesar Rp6 juta per meter persegi sudah termasuk lahan dan bangunan.
"Sebelumnya tidak ada kesepakatan bersama dengan warga. Tahu-tahu, dari negara langsung ngasih Rp6 juta. Bahkan di rapatnya itu tidak ada sesi tanya jawab," kata Didi, warga setempat, Selasa, 22 November 2022.
Menurutnya, harga Rp6 juta per meter persegi untuk tanah dan bangunan, di luar penghitungan warga sebelumnya. Sebab, seharusnya ada ganti rugi fisik (tanah dan bangunan) dan kerugian nonfisik yang diestimasikan untuk bangunan lebih dari 30 tahun yakni sebesar 30 persen dari harga total.
"Tidak ada informasi sebelumnya, tiba-tiba ganti rugi nonfisiknya tidak ada. Itu disampaikan saat rapat Kamis, 17 November 2022 lalu," ujarnya.
Didi adalah salah satu dari warga yang menerima surat undangan dari Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal Bina Marga bernomor PS0403/Bb7.7/526 tertanggal 14 November 2022. Di dalam surat tersebut turut diundang antara lain Walikota Magelang, Kepala BPKAD, Kepala BPN, Kepala DPUPR, Camat Magelang Utara dan Camat Magelang Tengah, lurah, dan seluruh warga Canguk yang terdampak.
Di dalam lampiran surat, terdapat 63 nama warga yang dicantumkan. Pada urutan satu sampai 32 tertulis gelombang 1, sedangkan dari urutan 33 sampai 63 tertulis gelombang 2.
Ketua RW 21 Rejowinangun Utara, Bambang mengatakan, jika 10 Kepala Keluarga (KK) warga setempat menolak dengan kebijakan sepihak dari Kementerian PUPR tersebut. Dirinya beralasan bahwa nilai ganti untung tersebut terlalu murah dari kesepakatan awal.
"Lahan dan bangunan yang diminta itu dimiliki sekitar 107 warga. Beberapa juga termasuk fasilitas publik dan aset Pemkot Magelang," kata Bambang.
Dia juga membenarkan bahwa dari puluhan KK yang terdampak, ada sekitar 10 warga yang menolak dengan nilai ganti untung sepihak dari pemerintah.
"Sebabnya harga yang diberikan pemerintah tidak sesuai. Dengan jumlah segitu untuk membeli rumah yang sama masih kurang, malah nombok nanti," ujar Bambang.
Meskipun sebenarnya, harga Rp6 juta per meter persegi tersebut sudah sesuai degan nilai jual objek pajak (NJOP). Namun ke-10 keluarga itu tetap bersikukuh dan belum setuju.
"Anggapan warga sebelumnya, pembebasan lahan itu harganya mahal. Tidak tahunya malah sama saja, makanya ada beberapa yang menolak," tuturnya.
Selain itu, terdapat nilai harga ganti rugi yang tidak sesuai kondisi rumah. Seperti rumah tidak bertembok namun mendapat harga yang tinggi maupun sebaliknya.
"Informasinya kalau warga yang setuju dengan harga itu, uangnya akan dicairkan mingu ini. Sedangkan yang belum setuju, belum tahu ada tindak lanjut atau tidak," papar dia.
Pemerintah Pusat, melalui KemenPUPR, lanjut Bambang, memberikan waktu sekitar 6 bulan kepada warga terdampak untuk mencari lahan atau rumah. Hampir sebagian besar warga terdampak mengaku belum merencanakan perpindahan rumah.