MAGELANGEKSPRES – Semasa Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan penjajahan Belanda, konon sempat melakukan mujahadah di ruang pengimaman Masjid Langgar (Mushola) Agung Magelang yang berada di Salaman.
Saat ini, Masjid Langgar Agung Magelang berada di komplek Pondok Pesantren Nurul Falah Putra dan Putri Salaman, tepatnya berada di Dusun Kamal, Menoreh, Salaman, Magelang atau klik di sini untuk mengakses rute melalui Google Maps.
Akses menuju ke Masjid Langgar Agung Magelang harus melalui jalan dusun yang berlubang, tetapi masih bisa dilalui mobil dan jalan yang dilewati termasuk jalan Provinsi, jadi mudah ditemukan.
BACA JUGA:Wisata Religi di Masjid Raya Sheikh Zayed Solo yang Megah Replika Dari Masjid Arab!
Menurut akun Youtube dari Laboratorium Pendidikan IPS UNY, Pangeran Diponegoro dikisahkan pernah beribadah dan beristirahat di tempat yang sekarang ini menjadi Masjid Langgar Agung.
Dahulu, sekitar area Masjid Langgar Agung merupakan hutan belantara.
Saat itu, Pangeran Diponegoro tengah berjuang pada Perang Jawa di tahun 1825 sampai 1830 era kolonial Belanda.
BACA JUGA:Menariknya Masjid Al Mahdi di Kota Magelang, Desainnya Menyerupai Bangunan Kelenteng Tionghoa
Bahkan, menurut narasumber, Takmir Masjid Langgar Agung pada akun Youtube tersebut, di sekitar Langgar Agung dulunya terdapat pohon belimbing yang pernah menjadi tempat untuk mengikat kuda putih Pangeran Diponegoro.
Dikisahkan, penamaan Masjid dan Langgar karena dulunya area yang di bangun Masjid yang sekarang ini ada, merupakan bangunan bekas langgar.
Digunakan oleh Pangeran Diponegoro untuk bermujahadah saat akan berangkat melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
BACA JUGA:Mengenang Kilas Balik Gerbang Kerkhof, Pintu Masuk Pemakaman Belanda di Kota Magelang
Ketika Pangeran Diponegoro dan pasukannya hendak melaksanakan salat, dibuatlah tatanan untuk alas salat yang menyerupai sebuah langgar.
Hal itulah, yang menjadi awal mula Masjid Langgar Agung berdiri dan menjadi bagian dari sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro.
Akhirnya, tempat yang pernah disinggahi (Petilasan) oleh Pangeran Diponegoro ini dibangun menjadi tempat ibadah yang lebih besar dan saat ini bisa disebut dengan "Masjid".