MAGELANG EKSPRES- Allah Ta'ala sangat mencintai amalan hambanya yang dikerjakan secara kontinyu atau rutin. Menjaga amalan dengan mengerjakan secara kontinu itu lebih baik walaupun hanya sedikit.
Itulah amalan yang dicintai oleh Allah dibanding dengan amalan yang langsung dilakukan sekaligus banyak, namun hanya sesaat.
Kalau kita mampu menjaga dan merutinkan shalat fajar dan shalat witir sebagaimana Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah meninggalkannya, tentu lebih baik.
BACA JUGA:Jangan Buat Amalan Baru, Amalan-amalan Ringan ini Pahalanya Besar
Kalau kita bisa menjaga dan merutinkan shalat dhuha dan shalat malam tentu itu lebih baik.
Kalau kita mampu menjaga dan merutinkan shalat rawatib yakni shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat wajib itu juga lebih baik.
Kalau kita mampu menjaga dan merutinkan puasa Senin-Kamis, puasa 3 hari dalam sebulan maka itu juga lebih baik.
Kalau kita tidak mampu mengerjakan shalat sunnah seperti yang dilakukan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Maka pilihlah beberapa diantara yang mampu kita jaga dan dikerjakan secara rutin.
Kalau kita hanya mampu sedekah Rp 5.000 setiap hari itu lebih baik daripada yang bersedekah jumlah besar tapi hanya sekali.
BACA JUGA:Amalan di Bulan Dzulqadah : Tinggalkan Maksiat dan Perbanyak Amal Kebaikan!
Dalam hadits ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR. Muslim no. 783).
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa barang siapa yang memiliki kebiasaan pada amalan tertentu yang disyari’atkan seperti shalat Dhuha, shalat malam, atau selainnya, hendaklah ia terus menjaganya dalam setiap keadaan. Janganlah ia meninggalkan kebiasaan yang disyari’atkan tersebut karena ia berada di tengah-tengah orang banyak. Karena Allah yang mengetahui keadaan hatinya bahwa ia melakukannya karena Allah secara tersembunyi tadi dan Allah tahu bagaimana ia berusaha ingin selamat dari riya’ dan ingin menjauhi segala hal yang dapat merusak keikhlasannya.
Oleh karenanya Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,
تَرْكُ الْعَمَلِ لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ وَالْعَمَلُ لِأَجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ“Meninggalkan amalan karena manusia termasuk riya’. Melakukan amalan karena manusia termasuk syirik.” (Majmu’ Al Fatawa, 23: 174)