BACA JUGA:Buah Manis dari Amalan Ikhlas
Ada seorang melihat Imam Ahmad bin Hambal sedang berjalan membawa wadah tinta:
“Ya Imam Ahmad, ilmu Anda sudah sedemikian tinggi, mengapa bawa-bawa wadah tinta juga?” tanyanya heran.
Imam Ahmad menjawab:
مع المَحبَرة إلى المقبرة“Bersama wadah tinta (maksudnya ilmu, pent), sampai ke kuburan (mati, pent).”
Muhammad bin Ismail As-Shoigh rahimahullah bercerita:
كنت في إحدى سَفَرَاتي ببغداد، فمرّ بنا أحمد بن حنبل وهو يَعْدُو ونعلاه في يده، فأخذ أبي هكذا بمجامع ثوبه، فقال: يا أبا عبد الله، ألا تستحيي؟! إلى متى تعدو مع هؤلاء الصبيان؟!“Aku melihat di salah satu safarku ke Baghdad, Imam Ahmad berjalan melewati kami seraya menenteng sandalnya. Kemudian ayahku memegang lipatan bajunya seperti ini, kemudian bertanya kepada Imam Ahmad:
‘Ya Abu Abdillah, apa Anda tidak malu? Sampai kapan Anda berjalan bersama anak-anak itu?’
Imam Ahmad bin Hambal menjawab singkat:
إلى الموتSampai mati…’” [Kitab Manaqib Al Imam Ahmad, hal. 38]
Alasan lain mengapa menuntut ilmu agama itu tidak boleh putus, seorang itu disebut berilmu di saat dia masih mau belajar. Saat dia berhenti belajar, maka hilanglah ilmu itu dari dirinya. Dulu waktu SD begitu senang dengan pelajaran biologi, tapi sekarang lupa ilmu itu, dan tak menjadi ahli di bidang biologi.
Mengapa? Karena kita berhenti belajar. Itulah ilmu, saat ditinggalkan, dia akan menutup diri dari kita, seperti tutupan-tutupan debu, di buku-buku kita. Demikian ilmu agama. Ironi jika patah arang itu terjadi pada ilmu agama.
Benar apa kata Ibnu Abi Hatim rahimahullah:
لا يثبط عن طلب العلم إلا جاهل“Tidak akan patah semangat belajar, kecuali orang yang bodoh.”
BACA JUGA:Sedikit dengan Amalan Sunah Lebih Baik daripada Amalan Banyak tapi Bid’ah
Maka mari bersahabat dengan ilmu sampai akhir hayat. Jangan sampai menjadi “Mantan penuntut ilmu”. Menuntut ilmu itu sampai mati. (*)
*) Ditulis Ustadz Ahmad Anshori