10 Menteri Paling Sering Diberitakan
Ada 10 menteri kabinet Jokowi-JK paling yang banyak diberitakan oleh media massa. Sepanjang 1 Januari hingga 31 Juli 2019, total pemberitaan tentang kinerja menteri Kabinet Kerja dan kebijakan kementerian dari 3.735 media siber (online) di Indonesia mencapai 6.041.378 berita. "Data tersebut dianalisis secara real time dengan menggunakan sistem Intelligence Media Management (IMM) yang berbasis artificial intelligence," kata Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang di Jakarta, Senin (19/8). Pada semester pertama 2019, tercatat ada 10 menteri yang paling banyak diberitakan media. Yang pertama adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Pemberitaan mengenai dirinya mencapai 29.240 berita. Budi Karya mendapat sorotan paling besar dari media. Di antaranya soal situasi mudik dan kenaikan harga tiket pesawat. Posisi kedua, ditempati Menko Polhukam Wiranto dengan 28.550 berita. Mantan Panglima ABRI ini paling banyak diberitakan menyusul situasi politik dan keamanan menjelang dan sesudah pencoblosan dan kerusuhan 22 Mei. Posisi ketiga menteri yang paling banyak diberitakan media adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan 26.299 berita. "Sri Mulyani paling banyak diberitakan karena fokus kerja pemerintah menstabilkan nilai tukar rupiah. Dampak perang dagang AS-Tiongkok, termasuk isu utang luar negeri," imbuhnya. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berada di peringkat keempat dengan 23.080 berita. Posisi kelima Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dengan 21.338 berita. Sementara, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjadi menteri paling banyak diberitakan media keenam dengan 18.515 berita. Posisi ketujuh hingga 10, yakni Menteri Pariwisata Arief Yahya dengan 17.843 berita, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dengan 17.432 berita, Menkominfo Rudiantara sebanyak 14.896 berita, dan Menseskab Pramono Anung sekitar 13.927 berita. "Dalam hal Menteri Terpegah, posisi figur adalah sebagai objek. Artinya, figur yang dirujuk oleh media," pungkasnya. Tak Bisa Didikte Terpisah, permintaan jatah menteri oleh Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri kepada presiden Jokowi, dinilai sebuah kesalahan. Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Marianus Kleden menyatakan sebagai orang Solo, yang dibesarkan PDIP, Jokowi mungkin agak salah tingkah. Namun, Jokowi punya style sendiri untuk menunjukkan powernya sebagai presiden. "Menurut saya, Megawati telah melakukan kesalahan. Dia berusaha menekan Jokowi dalam kongres PDIP di Bali," kata Marianus. Pengamat politik Unwira, Mikhael Raja Muda Bataona menambahkan , permintaan Megawati soal jatah menteri, membuktikan Megawati sendiri tidak bisa mendikte Jokowi. "Pernyataan Megawati justru mengkonfirmasi sebuah anomali komunikasi Megawati-Jokowi. Jika selama ini semua orang berpikir Megawati bisa mendikte Jokowi, maka ini menjadi bukti bahwa Jokowi tidak bisa didikte. Bahkan oleh Megawati sekalipun," jelas Mikhael. Akibat kesulitan mendikte Jokowi itulah, Megawati sengaja membuka permintaan soal jatah menteri untuk PDIP secara terbuka dalam forum kongres PDIP. Selain itu, pernyataan Megawati juga sebuah konfirmasi psikologis. Dimana Megawati risau derasnya arus tekanan ke Jokowi. Terutama dari ketua umum partai soal jatah menteri anggota koalisi. "Inilah yang membuat Megawati membuat semacam contra opini untuk mengimbangi manuver partai-partai tersebut," jelasnya. Caranya adalah dengan menggunakan guyon di hadapan para tamu. Termasuk ketua umum partai, bahwa PDIP sebagai partai pemenang harus diberi jatah menteri paling banyak. Tak hanya itu. Permintaan jatah menteri dari Megawati membuktikan Jokowi sulit ditekan. Megawati sebagai ketua umum menggunakan forum kongres untuk mengunci Jokowi yang juga kader PDIP. "Megawati hanya mau memberi pesan tegas bahwa Jokowi harus memperhatikan PDIP. Karena partai ideologis itu sudah berdarah-berdarah berjuang memenangkan Jokowi," pungkasnya.(rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: