555 Ribu Kanal Terdeteksi Sebar Hoaks

555 Ribu Kanal Terdeteksi Sebar Hoaks

JAKARTA Peran warga negara asing (WNA) yang terlibat dalam aksi unjuk rasa di Papua terus didalami. Bahkan pemerintah pun melakukan pembatasan WNA yang akan ke Papua. Ini seiring dengan munculnya kecurigaan adanya koorporasi yang bermain. Langkah ini pun sejalan dengan temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang mendeteksi adanya 555 kanal yang digunakan untuk menyebar hoaks terkait kondisi Papua. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan WNA tidak dilarang datang ke Papua, melainkan hanya dibatasi. "Ya, (Pembatasan) semua itu kan ada kepentingannya. Bukan pelarangan ya, pembatasan," katanya, saat konferensi pers kondisi Papua dan Papua Barat, di Jakarta, kemarin (4/9). Menurut dia, langkah pembatasan WNA itu untuk mencegah masuknya provokator yang ingin memperkeruh suasana di Papua dan Papua Barat yang kian kondusif dan demi keselamatan mereka sendiri. Dengan pembatasan itu, kata dia, warga asing yang ingin ke Papua harus melalui persyaratan-persyaratan tertentu dan melewati skrining. "Saya tanya apakah Anda bisa membedakan ini wisatawan atau provokator? Enggak bisa kan. Nah, makanya supaya nanti tidak ada yang ikut ke sana, nimbrung ke sana, maka ada pembatasan," katanya. Jika situasi di Papua dan Papua Barat sudah benar-benar kondusif seperti sediakala, kata dia, warga asing justru didorong untuk berwisata ke Papua. "Nanti kalau sudah kondusif, sudah damai, kita suruh masuk. Ayo ke Raja Ampat sana, devisa masuk. Dulu juga nggak ada pembatasan. Ya, kita minta maaf, tapi itu harus kita lakukan," katanya. Mengenai deportasi terhadap empat WNA asal Australia, ia mengatakan belum ada bukti cukup keterlibatan mereka dengan kerusuhan di Papua sehingga hanya mereka dideportasi. "Kalau ada bukti yang cukup, kita pasti hukum dengan hukuman kita, UU kita, karena mereka kemarin ikut nimbrung ke situ. Ditanya, kok foto-foto? Saya kira pawai budaya. Ini bukan pawai budaya, ini demonstrasi, anarkis," katanya. Namun, kata Wiranto, jika mereka membawa dokumen-dokumen, seperti bendera bintang kejora, dan sebagainya pasti akan diproses dengan perundang-undangan yang berlaku. Sebelumnya, Kantor Imigrasi Sorong telah mendeportasi empat warga negara Australia karena diduga ikut dalam aksi Papua Merdeka di Sorong, Papua Barat. Keempat WN Australia tersebut adalah Baxter Tom (37), Davidson Cheryl Melinda (36), Hellyer Danielle Joy (31), dan Cobbold Ruth Irene (25). Wiranto pun menegaskan jumlah korban jiwa akibat kerusuhan Papua sebanyak empat orang dari masyarakat sipil dan satu anggota TNI. "Saya sampaikan di sini, sampai dengan hari ini hasil pantauan masyarakat yang meninggal dunia empat orang," katanya. Empat korban meninggal itu tercatat di Papua, kata dia, ditambah 15 korban luka-luka, sementara korban meninggal dari TNI ada satu orang. Untuk wilayah Papua Barat, kata dia, tercatat tidak ada korban meninggal, baik dari masyarakat sipil maupun aparat TNI-Polri. "Di Papua Barat malah yang meninggal dunia nihil, luka-luka juga nihil. Luka ringan ada tapi tidak begitu. TNI-Polri enggak ada yang meninggal tapi yang luka-luka ada dua orang," katanya. Namun, Wiranto mengatakan situasi dan kondisi di Papua dan Papua Barat sudah semakin kondusif sehingga beberapa aktivitas bisa kembali berjalan seperti sedia kala. Bahkan, aktivitas sekolah di Papua dan Papua Barat akan dibuka kembali mulai lima September 2019 seiring situasi yang kian kondusif. Ditambahkannya, aktivitas masyarakat di Papua dan Papua Barat sudah kembali normal, demikian pula pelayanan publik di perkotaan, seperti transportasi, pelabuhan, bandara, terminal yang sudah berjalan seperti semula. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan pemulihan jaringan internet di Papua dan Papua Barat hanya membutuhkan hitungan jam atau paling lama tiga jam, tetapi pemulihan harus dilakukan bertahap demi menekan penyebaran hoaks dan provokasi. "Demikian juga kalau terjadi eskalasi tidak kondusif, pembatasannya juga bisa dilakukan dalam hitungan jam," kata Menkominfo dalam Forum Pemimpin Redaksi yang membahas mengenai Perkembangan Arus Informasi Papua, di Ruang Serbaguna Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa (3/9) malam. Pembatasan terhadap layanan data internet, termasuk berbagai jejaring media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, Twitter, maupun Instagram, tegas Menkominfo, akan dipulihkan secara bertahap. "Ini sedang dilakukan koordinasi (kondisi terkini) dengan teman-teman yang di lapangan, yang ada di Papua ada 29 kabupaten/kota dan di Papua Barat ada 13 kalau tidak salah," kata Rudiantara. Menurut Menkominfo tingkat pembatasan internet di wilayah Papua akan diturunkan menjadi lebih spesifik ke tingkat kabupaten dan kota yang masih belum kondusif. "Kabupaten dan kota yang memang suasananya kondusif, tidak ada masalah, itu bisa kita aktifkan kembali seluruh jenis layanan telekomunikasinya," imbuhnya. Rudiantara juga menegaskan, hingga 2 September 2019, Kementerian Kominfo sudah mendeteksi setidaknya ada 555 ribu URL atau kanal yang digunakan untuk menyebarkan hoaks. "Dari jumlah itu ada 100 ribu lebih akun orisinil mengunggah hoaks," ujarnya. Oleh karena itu, Menkominfo mengajak seluruh pihak, terutama warganet, agar tidak ikut menjadi penyebar hoaks tentang kondisi Papua. Forum Pemimpin Redaksi itu dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto, Kepala Staf Presiden Moeldoko dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian. (ful/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: