Cabut RKUHP, Bukan Ditunda

Cabut RKUHP, Bukan Ditunda

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditolak banyak kalangan. Sebab ada sejumlah pasal yang dianggap cukup kontradiktif dengan situasi yang terjadi. Untuk itu, banyak yang meminta RKUHP tidak perlu lagi dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RKHUP sebaiknya dicabut atau ditarik bukan ditunda pembahasannya. Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya mengatakan RKUHP sebaiknya tidak ditunda tapi harus dicabur. Terlebih RKUHP berseberangan dengan Undang-Undang Pers. \"Kalau kami berpikiran waktu itu dengan teman-teman yang lain, bukan minta tunda, tetapi kaitan dengan Undang-Undang Pers, justru dicabut,\" ujar Agung saat Seminar Nasional Menghentikan Impunitas Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis di Universitas Atma Jaya Jakarta, kemarin. Dikatakan Agung, jika kalimat yang dipakai adalah kata tunda. Maka pembahasan RKUHP bisa dilanjutkan lagi di masa jabatan DPR berikutnya. Dia pun mengusulkan pembahasan pasal dalam RKUHP yang berseberangan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dicabut agar tidak tumpang-tindih. \"Sudah masuk sekarang anggota DPR baru, begitu kan, cabut, ketuk palu, selesai. Enggak ada lagi. Buat apa juga tumpang-tindih, begitu kan,\" ujar Agung. Sebelumnya, Ketua Tim Perumus RUU KUHP Profesor Muladi menginginkan RKUHP segera disahkan. Baca Juga Waspadai Musim Hujan, Empat Kecamatan di Wonosobo Rawan Bencana \"Kalau bisa Desember sudah selesai. Kalau kelamaan bisa buyar lagi. Paling tidak selambat-lambatnya awal tahun 2020 sudah disahkan,\" ujar Muladi. Dikatakannya, sisa waktu yang ada saat ini sudah cukup untuk menyelesaikan sebelas pasal RKUHP yang telah menuai polemik berkepanjangan. \"Dari 326 pasal di dalam RKUHP tinggal 11 pasal yang masih menjadi perdebatan. Nanti kalau sudah disepakati mana yang perlu diubah atau dipertahankan, tidak ada alasan menunda lagi, harus disahkan,\" tegasnya. Dijelaskannya, RKUHP sudah melewati kajian akademik selama 40 tahun. Selama kurun waktu itu, DPR dan Pemerintah juga sudah mendiskusikan materi-materi revisi RKUHP. \"Naskah akademiknya lengkap. 40 tahun naskah akademik didiskusikan di pemerintah dan DPR,\" terangnya. Disebutkannya, KUHP saat ini merupakan produk kolonial. Undang-Undang itu sudah berlaku di Indonesia sejak 1 Januari 1918. \"103 tahun KUHP kolonial, apa relevan dengan filosofi kolonial? Sedangkan di Belanda sudah berubah. Kita mulai berubah dengan filosofi yang baru sesuai Pancasila, UUD 1945, dan asas-asas HAM,\" katanya. Dia pun menilai, gelombang protes revisi RKUHP sudah sangat berlebihan. Mereka dinilai tidak paham betul dengan seluruh materi RKUHP. \"Mereka membaca hanya sepotong-sepotong tidak semuanya,\" ujarnya.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: