Gunung Tidar Magelang Bisa Jadi Pusat Studi. Di Dalamnya Ada 110 Jenis Flora dan Kera Berekor Panjang
MAGELANGESPRES.COM, KOTA MAGELANG - Gunung Tidar, yang berada di tengah-tengah Kota Magelang. sebenarnya memiliki banyak potensi, hanya saja potensi-potensi itu belum tergarap secara maksimal. Pengunjung yang datang ke Gunung Tidar rata-rata hanya untuk berziarah ke sejumlah makam atau petilasan yang ada di situ. Selain itu, banyak cerita mistik terkait dengan Gunung Tidar yang oleh sebagian orang diyakini sebagai Pakunya Tanah Jawa. Padahal di kawasan Gunung Tidar menyimpan kekayaan flora dan fauna yang bisa menjadi pusat studi maupun penelitian. Pemkot Magelang telah mengubah status Gunung Tidar menjadi Kebun Raya per Januari 2020. Sejak itu, pengelolaan kawasan Gunung Tidar yang semula dilakukan oleh Unit Pelaksana Tugas (UPT) Gunung Tidar di bawah Dinas Pertanian dan Pangan (Diperpa) beralih tangan dikelola oleh UPT Kebun Raya Gunung Tidar di bawah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang. Tentu, Pemkot Magelang sudah melakukan kajian yang cukup panjang sebelum memutuskan hal itu. Penetapan status Gunung Tidar sebagai Kebun Raya tak lepas dari rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) yang sudah melakukan kajian terkait potensi sumber daya alam yang dimiliki. Juga rekomendasi dari tim hukum Universitas Diponegoro Semarang yang diminta mengkaji dari sisi hukum. Kemudian, pada 3 Mei 2019. dilakukan memorandum of understanding (MoU) antara Pemkot Magelang dengan LIPI untuk penyusunan master plan Kebun Raya Gunung Tidar. Salah satu alasan, Pemkot Magelang menjadikan Gunung Tidar sebagai Kebun Raya adalah untuk menghindari peralihan pengelolaan dari pemerintah setempat kepada pemerintah pusat. Sesuai Undang-Undang No.23/2013 tentang Pemerintah Daerah bahwa hutan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Beberapa syarat berkaitan kriteria Kebun Raya, antara lain, zona penerima (parkir dam tempat duduk/santai pengunjung), zona pengelola (kantor) dan zona koleksi (fungsi konservasi) sudah tersedia di Gunung Tidar. Konsep penataan berupa konservasi atau ruang terbuka hijau plus (RTH+). Yang membedakan adalah operasionalnya, setelah berstatus sebagai Kebun Raya maka setiap tanaman harus terdokumentasi dengan baik, setiap pohon harus dicantumkan identitas secara lengkap, kemudian diarsipkan dan dirawat data base-nya. Kebun Raya Gunung Tidar setidaknya ditumbuhi 110 jenis flora. Seluruhnya bisa dijadikan objek penelitian kalangan akademisi. Gunung Tidar juga memiliki monyet ekor panjang, yang populasinya terus bertambah. Sedang hasil inventarisasi yang dilakukan LIPI, ditemukan 52 jenis tumbuhan, mulai dari tanaman pangan, hias dam bahan baku obat. Sepuluh jenis tumbuhan lainnya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Di Gunung Tidar, vegetasi nonalami ditanam pada tahun 1960-an, antara lain, pinus, khaya, kecrutan dan mahoni masih bertahan sampai sekarang. Kebun Raya Gunung Tidar memiliki lima fungsi, antara lain, sebagai konservasi, penelitian, edukasi, pendidikan wisata dan jasa lingkungan. Perubahan status menjadi Kebun Raya Gunung Tidar tak menghilangkan konsep utamanya sebagai kawasan hijau. Sedang, kegiatan lainnya, seperti wisata budaya dan religi yang selama ini berjalan, tidak berubah. Gunung Tidar yang berada di tengah-tengah Kota Magelang, tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan militer karena banyaknya kegiatan Akademi Militer (Akmil) dilakukan di situ. Gunung yang dalam legenda dikenal sebagai \"Pakunya Tanah Jawa\" ini berada pada ketinggian 503 meter di atas permukaan laut. Gunung Tidar memiliki sejarah perjuangan bangsa. Di lembah Tidar itulah, Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak pejuang Sapta Marga yang berdiri 11 November 1957. Asal mula nama Tidar sendiri banyak versi. Salah satunya menyebutkan bahwa nama itu berasal dari kata \"mati dan modar\". Waktu itu Gunung Tidar dikenal sangat angker maka kalau ada orang yang datang ke gunung itu, kalau tidak mati ya modar. Kemudian banyak yang menyebut Gunung Tidar. Keberadaan Gunung Tidar tak bisa lepas dari mitos yang beredar di masyarakat secara turun temurun. Konon, Pulau Jawa akan terbawa arus laut apabila tidak ditancapkan paku di tengahnya. Kemudian ada utusan dewa yang bertugas menancapkan paku di tengah-tengah Pulau Jawa, yang akhirnya dikenal sebagai Gunung Tidar. Terlepas dari mitos tersebut, secara geografis letak Gunung Tidar memang berada di tengah-tengah Pulau Jawa. Di puncak Gunung Tidar terdapat lapangan lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan itu terdapat tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Simbol huruf Sa bermakna Sapa Salah Seleh (siapa salah ketahuan salahnya). Tugu itulah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. Selain itu, juga ada legenda yang mengisahkan heroisme Syekh Subakir dalam menaklukkan Kiai Semar, jin sakti penguasa Gunung Tidar, yang kala itu masih berupa hutan lebat sebagai istana lelembut. Nama Kiai Semar berbeda dengan tokoh yang kita kenal di pewayangan. Sedang Syekh Subakir berasal dari Turki, yang datang ke Pulau Jawa untuk menyebarkan ajaran Islam. Sebelum lari, Kiai Semar dan pengikutnya bersumpah suatu saat akan kembali ke Gunung Tidar, kecuali rakyat di daerah itu rela menjadi pengikut Syekh Subakir. Hingga saat ini, sebagian masyarakat masih ada yang meyakini dengan petilasan Syekh Subakir, Kiai Semar dan Kyai Sepanjang (senjata Syeh Subakir) yang terdapat di kawasan Gunung Tidar. Petilasan-petilasan tersebut, hingga saat ini masih terus dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka datang secara mandiri dengan kendaraan pribadi maupun rombongan dengan menyewa bus atau transportasi umum lainnya. Dengan fasilitasi yang cukup memadai, seperti tempat parkir dan jalan permanen menuju puncak semakin memudahkan orang yang ingin berwisata ziarah ke Gunung Tidar. Kini, Gunung Tidar menjadi salah satu tujuan wisata religius di Indonesia. (maz oko)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: