Jadi Tersangka Kasus Suap dan Gratifikasi, KPK Tahan Bupati Hulu Sungai Utara
JAKARTA,MAGELANGEKSPRES.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid, Kamis (18/11). Penahanan dilakukan buntut penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka kasus dugaan suap serta gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2021-2022. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Abdul Wahid ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih terhitung sejak 18 November hingga 7 Desember 2021. \"Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap tersangka untuk 20 hari pertama,\" kata Firli dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (18/11). Sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, kata Firli, Abdul Wahid akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari. Penetapan tersangka ini berawal dari kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada 15 September 2021 lalu. Berdasarkan tangkap tangan itu, KPK menetapkan tiga tersangka yakni Plt Kepala Dinas PU pada Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara Maliki, Direktur CV Hanamas Marhaini, dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi. Dalam konstruksi perkara, Abdul Wahid menunjuk Maliki sebagai Kepala Dinas PU pada Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara pada awal 2019. Atas penunjukan itu, Maliki sebelumnya diduga menyerahkan sejumlah uang melalui perantara ajudan bupati atas permintaan Abdul Wahid pada Desember 2018. Sekitar awal 2021, Maliki melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 kepada Abdul Wahid di rumah dinas bupati. \"Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK (Maliki) telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud,\" ucap Firli. KPK menduga Abdul Wahid menerima uang senilai Rp500 juta dari Marhaini dan Fachriadi melalui perantara Maliki. Pemberian uang itu diduga merupakan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek yang menjadi syarat pemenangan perusahaan Marhaini dan Fachriadi pada paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021. Maliki diduga turut menerima fee sebesar 5 persen dari nilai proyek. Selain itu, KPK juga menduga Abdul Wahid menerima uang senilai total Rp18,4 miliar selama kurun 2018-2019 dari sejumlah proyek lain di Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara melalui perantara pihak-pihak tertentu. \"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya,\" kata Firli. Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP. (riz/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: