Keuangan Syariah Belum Dikenal Masyarakat
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Keinginan pemerintah ingin menjadikan ekonomi syariah sebagai penopang ekonomi nasional melengkapi sistem keuangan keuangan konvensional yang saat ini berjalan masih sulit terwujud. Pasalnya di kalangan masyarakat masih belum memahami sistem keuangan syariah. Direktur Riset Center of Reforms on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, perlu dibedakan antara bisnis halal dengan keuangan syariah. Menurut dia, Keduanya sangat potensial di Indonesia dengan dukungan penduduk muslim yg begitu besar. \"Bisnis halal dan keuangan syariah bisa dikembangkan bersama dan saling mendukung. Peran keduanya akan sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Saya belum punya hitungan berapa potensi dukungan keduanya,\" ujar Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (15/11). Piter memberi catatan, alasan masih sulitnya keuangan syariah maupun bisnis halal ikut andil mendongkrak perekonomian nasional karena masih kurangnya pemahaman di masyarakat mengenai keuangan syariah. \"(Keuangan syariah) Sekarang ini yang bisa diwujudkan masih sangat jauh dari potensinya. Bisnis halal masih belum dipahami apalagi dikembangkan. Bisnis halal dipahami secara sempit terkait makanan halal padahal bisnis halal jauh lebih luas daripada sekadar makanan dan minuman. Demikian juga dengan keuangan syariah,\" tutur Piter. Kondisi demikian, menurut Piter menjadi PR pemerintah bagaimana bisa melakukan sosialisasi terhadap masyarakat tentang keuangan syariah secara masif. \"Tantangan bagi pemerintah dan otoritas untuk lebih meningkatkan pemahaman dan mendorong bisnis halal dan keuangan syariah,\" kata Piter. Sementara itu, Wakil Presiden Maaruf Amin saat menghadiri Silaturrahim Kerja Nasional Masyarakat Ekonomi Syariah di JC Senayan, Jakarta, kemarin (15/11), meyakini dengan mendapat dukungan tokoh ekonom, lembaga keuangan syariah, bahkan Presiden Joko Widodo sendiri, maka mustahil keuangan syariah tidak bisa berkembang di Indonesia yang di mana mayoritas beragama muslim. Maruf mencontohkan, seperti Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Wimboh Santoso juga merupakan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Demikian juga dengan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang juga banyak memberi dukungan pengembangan ekonomi syariah. Perry sendiri merupakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani yang merupakan Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) periode 2019-2023 juga ikut mendukung keuangan syariah di Indoenesia. Sedangkan Komite Nasional Keuangan Syariah dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. \"Jadi kalau tidak maju ini (keuangan syariah ke depan) memang keterlaluan. Oleh karena itu kita ingin ke depan ini, ekonomi syariah lebih cepat dan lebih baik lagi,\" ujarnya di Jakarta, Ma\\\'ruf menyebutkan keuangan syariah baru menyumbang 8,6 persen dari keuangan nasional. Bahkan untuk sektor perbankan, keuangan syariah baru 5,6 persen. Nah, ke depan antara keuangan konvensional dan keuangan syariah ada keseimbangan dalam memberi porsi perekonomian nasional. \"Visi pengembangan ekonomi dan keuangan harus diletakkan sebagai suatu pilihan aktivitas ekonomi yang rasional bagi masyarakat sehingga ekonomi dan keuangan syariah bukan merupakan hal yg ekslusif (milik masyarakat beragama Islam) tapi menjadikan bersifat universal,\" kata dia. Dari laporan sejumlah lembaga tingkat dunia. Seperti Global Islamic Finance Report 2019 memberi Indonesia skor 81,93. Artinya Indonesia telah menjadi sebagai negara dengan pasar keuangan terbesar di dunia. Padahal semenjak 2011, peringkat ini selalu dipegang oleh Malaysia ataupun negara-negara dari Arab. Demikian juga laporan dalam Islamic Finance Development Report. Pada 2018 Indonesia berada pada posisi ke-10. Pada laporan tahun ini, posisi Indonesia melompat menjadi peringkat keenam. Sebelumnya Menteri Sri Mulyani meski Indonesia terlambat dalam mengembangkan ekonomi syariah namun setidaknya bisa belajar dari Malaysia untuk bisa mengembangkan ekonomi syariah, bahkan ditetapkan sebagai negara pusat keuangan syariah terbesar di Dunia. \"Pada instrumen syariah di Malaysia, pemerintah Malaysia tidak membedakan besaran pajak antara konvensional dan syariah. Itu yang sedang dilakukan Indonesia. Kami tidak mau ketika mengenalkan instrumen syariah menciptakan kerugian. Jadi kenetralan pajak penting agar tidak dirugikan,\" kata dia. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu akan meningkatkan mutu layanan instrumen investasi berbasis syariah. Pasalnya, dari catatan Kementerian Keuangan, para peminat investasi berbasis sukuk meningkat. \"Terutama kaum milineal. Kaum milineal sudah mulai berintevasi dan sekarang kaum milineal paham soal pajak dan instrumen investasi,\" ujar dia.(din/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: