Klaster Ketenagakerjaan Rampung

Klaster Ketenagakerjaan Rampung

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Rancangan Peraturan Pelaksanaan (RPP) UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan rampung. Saat ini, sudah seluruhnya diserahkan ke Kemenkoperekonomian untuk di-upload pada portal resmi UU Cipta Kerja. RPP tersebut juga sudah dilakukan harmonisasi bersama kementerian/lembaga terkait Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan, bahwa semenjak penyusunan RUU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan, pihaknya selalu membahas bersama dalam Forum Tripartit yang terdiri atas serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah sendiri. \"Sekali lagi kami tegaskan, penyusunan RUU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan itu dibahas bersama dalam Forum Tripartit,\" kata Ida di Jakarta, Senin (1/2). Ia mengatakan, setelah UU Cipta Kerja selesai, pihaknya memfasilitasi kembali agar empat RPP turunan UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan dibahas dalam Forum Tripartit. \"Dan alhamdulillah, keempat RPP tersebut telah selesai kami bahas dan disepakati bersama-sama antara serikat pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah. Jadi semua pihak telah dilibatkan,\" ucapnya. Kemudian tahapan berikutnya, adalah merapikan untuk menghindari kesalahan-kesalahan kata dan juga rujukan. Setelahnya, pihaknya akan serahkan kembali kepada Sekretariat Negara untuk proses penetapan oleh presiden. \"Kami optimis kita bisa menyelesaikan ke empat Rancangan Peraturan Pemerintah ini sesuai dengan jadwal yang ditetapkan,\" ucapnya. Sebagaimana diketahui, keempat RPP UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan itu tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA); RPP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja; RPP tentang Pengupahan; dan RPP tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Terpisah, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI-) mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan untuk menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentanng Omnibuslaw atau UU Cipta Kerja Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, KSPI, KSPSI AGN, serta serikat buruh lainnya tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait dengan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Tidak mungkin buruh yang menolak UU Cipta Kerja, kemudian secara bersamaan juga terlibat di dalam pembahasan RPP,” kata Said Iqbal lewat keterangan resminya, Senin (1/2). Hal lainnya yang melatari serikat buruh tidak mau terlibat dalam pembahasan RPP, lanjut Said Iqbal, karena saat ini KSPSI AGN dan KSPI sedang melaukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenakerjaan. Dengan demikian, bilamana Mahkamah Konstitusi mengabulkan tuntutan serikat buruh ini, maka pembahasan RPP mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta PHK akan menjadi sia-sia. “Patut diduga, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) dan Menteri terkait lainnya sedang melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” tegasnya. Apalagi, dalam RPP tersebut terdapat pertentangan yang tajam dari isi undang-undang. Misalnya RPP yang mengatur terkait pesangon. Di mana salah satu pasalnya mengatur, pemberi kerja bisa membayarkan pesangon lebih rendah dari UU Cpta Kerja apabila perusahaan merugi. Di dalam omnibus law UU Cipta Kerja yang mengatur tentang pasal pesangon, norma hukum pesangon yang diberikan kepada buruh “harus sesuai dengan ketentuan”. Bahasa di dalam norma hukum ini berarti, nilai pesangon yang diberikan kepada buruh yang ter-PHK dengan alasan apapun tidak boleh kurang dari nilai UU Cipta Kerja tersebut. “Tetapi RPP yang disiapkan oleh Menaker dan kementerian terkait justru melanggar sendiri norma hukum yang ada di dalam UU Cipta Kerja, karena mengatur pemberian pesangon yang lebih rendah,” ujar Said Iqbal. “Kalau begitu, buat siapa dan bertujuan apa RPP ini dibuat?” tambahnya. Dengan demikian sangat jelas, RPP mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta PHK merugikan buruh. Termasuk isi UU Cipta Kerja yang merugikan buruh juga sedang digugat di Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, KSPI meminta kepada pemerintah, khususnya Menteri yang terkait dengan UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan untuk menghentikan pembahasan RPP tersebut. “KSPI meminta meminta Menaker tidak membuat kebijakan yang blunder dan merugikan buruh. Buruh Indonesia tetap akan melanjutkan aksi lapangan dan aksi virtual, guna meminta Mahkamah Konstitusi mencabut atau membatalkan UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan,” kata Said Iqbal. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: