KUR Dinilai Tidak Tepat Sasaran. Ketua AKSES: Hanya Akal-Akalan Bank untuk Keruk Keuntungan

KUR Dinilai Tidak Tepat Sasaran. Ketua AKSES: Hanya Akal-Akalan Bank untuk Keruk Keuntungan

MAGELANGEKSPRES.COM, JAKARTA - Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) selama ini dinilai tidak tepat sasaran. Sebab, KUR itu adalah program bersubsidi, namun alokasinya lebih banyak diperuntukkan untuk usaha yang sudah mapan ketimbang usaha mikro yang gurem. \"Ini hanya akal akalan bank saja untuk mengeruk uang negara. Bagaimana bisa kredit bersubsidi tapi untuk alokasi kredit dengan plafon hingga 100 juta dan 500 juta?,\" kata Ketua AKSES, Surota dalam pesannya kepada FIN, Sabtu (20/11/2021) Menurut Suroto, plasfon KUR itu harusnya dibatasi. Sebab, jika plafonya sudah di atas 100 juta harusnya sudah masuk kredit komersial tidak boleh lagi menerima fasilitas subsidi. Karena, di setiap outstanding KUR itu ada uang rakyat. \"Kalau KUR itu mau disebut sebagai program yang membantu masyarakat kecil harusnya sasaranya usaha mikro, bukan UKM (Usaha Kecil Menengah). Usaha mikro kita jumlahnya 64 juta (99,6persen). Omset tidak lebih dari Rp1 milyard sesuai dengan peraturan pemerintah terbaru. Ini harusnya yang jadi fokus sasarannya,\" ujarnya. \"KUR itu harusnya untuk alokasi kredit di bawah 5 juta. Usaha mikro itu dengan kapasitasnya di angka ini. Mereka butuh modal kerja bukan yang lain. Selama ini mereka itu yang jadi sasaran pemerasan rentenir,\" sambungnya. Selain pembatasan plafon, kata Suroto, skema KUR itu mustinya ada kuota sektor yang tegas berikut sanksinya. Di sektor perdagangan hanya boleh untuk plafon maksimal 5 juta tanpa agunan misalnya. Untuk sektor pangan ( pertanian dan perikanan) misalnya, boleh hingga 25 juta. Jadi jelas sasaranya dan juga sanksinya kalau bank melanggar. \"Regulasi dan kebijakan KUR ini dirombak rombak seperti maunya bank saja selama ini. Bukan maunya rakyat kecil sasaran program. Regulasi ini juga tidak jelas sanksinya. Sehingga jadi bahan permainan terus,\" ungkapnya. \"Makanya dampaknya bagi pengentasan kemiskinan tidak jelas. Semakin dinaikkan juga tidak mampu merelaksasi ekonomi masyarakat di masa pandemi ini,\" imbuhnya. Sudrota mengatakan, jiak ingin riil membantu masyarakat kecil dan juga tetap hargai kelembagaan keuangan mikro seperti koperasi, baiknya KUR itu dihapus saja dan pemerintah koordinasikan dengan Bank Indonesia untuk buat peraturan alokasi rasio kredit perbankkan hingga 60 persen untuk kelompok usaha mikro dan kecil, minus usaha menengah dengan plafon maksimal 25 juta. \"Saya melihat KUR ini potensi moral hazardnya tinggi. Makanya Menteri Koperasi itu kemana mana selalu seremoninya didampingi logo korporat karena kerjanya bukan pastikan Non Performance Loan (NPL) koperasi melainkan NPL Bank penyalur KUR. Ini kontradiktif dengan tupoksi Menkop dan UKM,\" pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: