Masih Saja Koruptor Diberi Remisi

Masih Saja Koruptor Diberi Remisi

JAKARTA - Pemberian remisi terhadap terpidana kasus korupsi disesalkan banyak kalangan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) masih memberikan Remisi Umum (RU) kepada 338 narapidana kasus korupsi bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Republik Indonesia. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, hal ini memunculkan ironi. \"Sebab, di tengah euforia masyarakat dalam merayakan kemerdekaan ke-74 Indonesia, Kemenkumham justru memberikan keleluasaan kepada narapidana korupsi untuk mendapatkan pengurangan hukuman,\" katanya di Jakarta, Senin (19/8). Mengacu pada regulasi, kata Kurnia, pemberian remisi terhadap koruptor berbeda dengan tindak pidana umum lainnya. Menurut dia, terdapat dua poin yang membedakan berdasarkan Pasal 34 A Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan. Di antaranya, sambungnya, yakni bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. \"Misalnya pada syarat berkelakuan baik, tentu Kemenkumham harus benar-benar memperhatikan aspek ini. Jangan sampai justru yang terlihat oleh publik adanya narapidana kasus korupsi yang diduga sempat mendapatkan fasilitas sel mewah malah diberikan pengurangan hukuman,\" katanya. Kurnia menyatakan, aturan khusus pemberian remisi terhadap narapidana kasus korupsi dilaksanakan lantaran rasuah telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Sehingga, menurutnya, perlakuan pada pelaku korupsi tidak bisa disamaratakan seperti tindak pidana lainnya. \"Jadi tidak dibenarkan jika adanya pernyataan dari Kemenkumham yang menyebutkan pertimbangan pemberian remisi pada narapidana korupsi hanya terbatas pada berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan,\" terangnya. Senada dengan Kurnia, Peneliti ICW Wana Alamsyah menyatakan, maraknya pemberian remisi pada narapidana kasus korupsi akan menganggu stabilitas dari pemberian efek jera pada sistem peradilan pidana. Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), tambahnya, seharusnya dapat dimaknai sebagai hilir dari pemberian efek jera. \"Jika masih terus menerus terjadi kelonggaran pada pemberian remisi maka kinerja dari penegak hukum pada ranah penyelidikan, penyidikan, dan penunututan serta peran institusi kehakiman pada ranah pemberian hukuman akan menjadi sia-sia saja,\" tegasnya. Wana pun mengkritisi keterbukaan informasi yang dilakukan Kemenkumham. Menurut dia, hingga saat ini belum ada data mengenai total narapidana kasus korupsi yang menerima remisi. Ia menegaskan, seharusnya hal ini menjadi evaluasi bagi Kemenkumham agar peran masyarakat sebagai kontrol kebijakan publik dapat berjalan. \"Jangan sampai ada kesan yang terlihat Kemenkumham seperti menutup-nutupi jumlah serta narapidana korupsi mana saja yang mendapatkan remisi,\" tukasnya. Untuk itu, ICW menuntut agar Kemenkumham agar selektif dalam memberikan remisi pada narapidana kasus korupsi dengan memperhatikan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Tak hanya itu, mereka juga menuntut Kemenkumham untuk membuka data terkait jumlah beserta nama-nama narapidana korupsi di seluruh Indonesia yang mendapatkan remisi pada peringatan HUT ke-74 RI. Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Kabag Humas Ditjen PAS) Kemenkumham Ade Kusmanto membenarkan pihaknya memberikan remisi terhadap 338 narapidana korupsi. Dengan rincian, 334 mendapat Remisi Umum (RU) I atau pengurangan sebagian masa tahanan, sementara empat lainnya menerima RU II atau langsung bebas. Kendati demikian, Ade tidak merinci nama keempat narapidana yang langsung bebas usai menerima RU II dari Kemenkumham. \"Napi korupsi Pasal 34A PP Nomor 99 Tahun 2012 yang dapat remisi 338. Terdiri dari RU I 334 dan RU II 4,\" ujar Ade. Sebelumnya, Kemenkumham menyebut sedikitnya 130.383 narapidana memperoleh Remisi Umum (RU) pada peringatan HUT ke-74 RI, Sabtu (17/8). Sebanyak 127.593 narapidana menerima RU I, sedangkan sisanya yakni 2.790 warga binaan menerima RU II dari total 199.263 narapidana yang diusulkan mendapat RU di tahun 2019. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menjelaskan, pemberian remisi tidak hanya dimaknai sebagai pemenuhan hak narapidana. Namun, juga sebagai apresiasi negara terhadap mereka yang telah berhasil menunjukkan perubahan perilaku, memperbaiki kualitas serta meningkatkan kompetensi diri. \"Melalui pemberian remisi ini diharapkan seluruh WBP (warga binaan permasyarakatan) selalu patuh dan taat kepada hukum atau norma yang ada sebagai bentuk tanggung jawab kepada Tuhan YME maupun sesama manusia,\" ucapnya. Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami menyatakan, pemberian remisi merupakan penghargaan dari pemerintah untuk mereka yang patuh dan taat selama menjalani masa pidana. Ini juga merupakan wujud suksesnya implementasi Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2018. \"Pemberian hak kepada narapidana tidak rumit, tidak sulit, tidak berbelit-belit, dan mengubah hari menjadi menit. Dengan pemberian remisi, biaya makan WBP juga mengalami efisiensi,\" terang Utami. Berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan tanggal 14 Agustus 2019, jumlah WBP seluruh Indonesia berjumlah 265.151 orang dengan rincian narapidana sebanyak 199.263 orang, dan tahanan sebanyak 65.888 orang. Adapuan Pemberian RU 2019 berhasil menghemat anggaran makan narapidana sebesar Rp. 184.573.590.000. (riz/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: