Melongok Eksistensi “Kebo Bodo” di Tengah Modernisasi Zaman

Melongok Eksistensi “Kebo Bodo” di Tengah Modernisasi Zaman

PURWOREJO, MAGELANGEKSPRES.COM - Merawat semangat gotong-royong bukanlah perkara mudah di tengah gempuran modernisasi zaman. Namun, hal itu mampu dilakukan oleh Paguyuban Seloso Kliwonan “Kebo Bodo” di Kelurahan Kledung Karangdalem Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo. Hingga usianya yang mencapai 28 tahun, organisasi tingkat kampung ini tak lelah berkiprah. Kepedulian sosial yang semula hanya bagi anggota, terus diperluas merambah ke warga sekitar. EKO SUTOPO, Purworejo KEBO BODO. Namanya memang terdengar kuno dan terkesan kurang intelek. Diksi uniknya tak jarang membuat khalayak tertawa. Namun, kiprah dan eksistensinya tak bisa disepelekan. Sejak terbentuk pada 23 November 1993 silam, Kebo Bodo konsisten menjalankan visi mulia, yakni merawat keberlanjutan budaya dan adat istiadat masyarakat. Sejumlah misi terus dijalankan meski sederhana. Antara lain dengan menjaga semangat gotong-royong serta melestarikan tradisi lokal penggunaan bahawa Jawa. Pada 23 November 2021 kemarin, paguyuban berlambang kerbau ini tepat berusia 28 tahun. Puluhan warga yang menjadi anggota punya cara tersendiri dalam merayakannya. Beberapa hari sebelumnya, mereka melakukan aksi sosial berupa bersih-bersih jalan yang menghubungkan antara Kelurahan Kledung Karangdalem dengan Kledung Kradenan. Aksi itu sekaligus menjadi bentuk kepedulian terhadap para pelajar dan petani yang kerap melintasi jalur tersebut. “Kerja bakti kemarin dilakukan secara spontan berdasarkan usulan dari anggota pada saat pertemuan rutin malam Seloso Kliwonan. Meskipun sepele, lewat kerja bakti kemarin kita ingin menunjukkan pentingnya budaya gotong royong dalam menjaga kelestarian lingkungan,” kata Ketua Kebo Bodo, Retno Suromenggolo, Kamis (2/12). Aksi Kebo Bodo itu mendapat perhatian dari Budi Susilo, Kepala Desa Pamriyan Kecamatan Pituruh yang memiliki rumah dan kedai bernama Uncle B’s Kitchen di RT 02 RW 02 Kledung Karangdalem. Secara khusus, ia menyediakan kedainya sebagai tempat tasyakuran hari jadi Kebo Bodo pada Senin (28/11) malam. Kendati dikemas sederhana dan singkat karena masih masa pandemi Covid-19, acara berlangsung khidmat. Pprosesi utama berupa potong tumpeng dan doa bersama digelar penuh sukacita dihadiri seluruh anggota dan ketua RT setempat. “Dalam menggelar acara tasyakuran ulang tahun sebagai wujud syukur kepada Allah SWT kita memang selalu sekadarnya. Apalagi ini masih masa pandemi,” ungkapnya. Dalam beberapa tahun terakhir, tradisi santunan anak yatim selalu menyertai acara tasyakuran. Sejumlah anak yatim diundang untuk menerima santunan dan makan tumpeng bersama. Namun, kali ini santunan diberikan dengan cara mendatangi rumah-rumah penerima. “Sejak tahun 2018, paguyuban bersepakat untuk menjadikan bakti sosial santunan anak yatim sebagai agenda tahunan. Setiap pertemuan rutin, anggota kita ajak bederma seikhlasnya,” sebutnya. Menurut Retno, Kebo Bodo merupakan organisiasi di lingkup kelurahan. Awal mula berdirinya dilatarbelakangi oleh keinginan warga untuk melestarikan budaya gotong-royong. Beberapa diantaranya yakni membantu anggota saat memiliki hajatan. Sistem bantuan yang diterapkan dalam paguyuban tidak jauh berbeda dengan arisan zaman dulu. Saat ada anggota yang hendak hajatan dan membutuhkan bantuan berupa keperluan hajatan, secara gotong-royong anggota lain mencukupinya. “Setiap bulan kita juga menyisihkan dana sosial yang akan diberikan jika ada anggota sakit atau tertimpa musibah. Selama masa pandemi 2 tahun ini, iuran itu ternyata cukup membantu. Kita ingin meningkatkan kepedulian terhadap sesama,” jelasnya. Dalam perkembangannya Kebo Bodo tak hanya berpikir untuk kepentingan anggota, melainkan juga warga sekitar. Anggota diajak untuk mengejawantahkan filosofi yang tersirat di balik nama kebo (kerbau) mbodho (membodoh), yakni berupaya untuk menjadi manusia yang rendah hati, berani merasa bodoh, mau belajar, dan tidak merasa paling pintar. Nama Kebo Bodo yang mengangkat kearifan lokal juga mengajarkan sikap kesederhanaan dan kebermaknaan dalam bermasyarakat. “Dulu anggotanya mencapai 50-an orang, sekarang sekitar 30 orang karena banyak yang pindah rumah ke wilayah lain. Kita bersyukur yang muda-muda sekarang mulai berminat untuk bergabung, ada juga yang berprofesi sebagai TNI,” ujarnya. Eksistensi Kebo Bodo dinilai turut mendukung program pemerintah dalam sejumlah hal, khususnya pelestarian budaya gotong-royong dan penggunaan Bahasa Jawa. Istingal Aji, Ketua RT 02 RW 02 yang juga hadir dalam malam tasyakuran berharap agar Kebo Bodo dapat konsisten dengan visi dan misinya. “Budaya gotong-rotong memang penting dilestarikan agar generasi muda tidak kehilangan jati diri bangsa. Meski namanya kekunoan, paguyuban ini sangat menarik karena merawat penggunaan bahasa Jawa yang saat kini sudah mulai luntur di masyarakat,” ucapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: