Melongok Potensi Igirmranak yang Asri dengan Kekayaan Budaya Adiluhung

Melongok Potensi Igirmranak yang Asri dengan Kekayaan Budaya Adiluhung

MAGELANGEKSPRES,COM - DESA di wilayah Kecamatan Kejajar itu kini banyak dikenal lewat salah satu agenda tahunannya. Yakni, merdi desa yang menyedot perhatian wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kades setempat, Joko Tri Sadono, menyatakan manajemen yang baik meliputi perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat hingga pemerintahan desa. Diawali dari mimpi seperti desa hijau bebas sampah, pariwisata lestari, infrastruktur unggul dan aman, tata kelola pemerintah desa yang transparan dan akuntabel, hingga mewujudkan desa yang kreatif. “Dan bentuk nyata dari perencanaan itu antara lain adalah adanya warung permakultur, ternak dombos, hingga wisata alam bukit Rotodowo,” tuturnya kemarin. Desa Wisata Lestari Berawal dari Mimpi Visi misi sebuah desa tentunya berangkat dari mimpi bersama warga dan para pemimpinnya. Hal itulah yang mendasari perkembangan salah satu Desa Wisata Lestari di Wonosobo. Daerah ini memiliki bentang alam yang sangat indah dan kekayaan budaya adiluhung, Igirmranak. ERWIN ABDILLAH, Kejajar Untuk merealisasikan mimpi itu disebut kades, mulai dari perencanaan harus melibatkan masyarakat serta harus melepas semua kepentingan pribadi, dan golongan. Sehingga, akhirnya bisa terwujud dalam dokumen RPJMDes yang menjadi acuan kinerja pemerintah desa untuk mewujudkan visi misi dan mimpinya. Terlebih, kearifan lokal yang awalnya dikhawatirkan punah akhirnya berhasil diangkat kembali dalam empat tahun terakhir. Diakuinya, sebetulnya tradisi seperti tenongan, merdi desa dan budaya gotong royong sudah ada sangat lama, sejak desa berdiri. Namun sekitar 1975 tradisi ini perlahan hilang karena kurang peka terhadap tradisi. “Mulai empat tahun yang lalu, saya munculkan lagi karena rasa keprihatinan tentang kerusakan lingkungan, juga kebersamaan yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat ,” imbuhnya. Merdi desa sebagai perwujudan rasa syukur, di tahun rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 14-15 September mendatang. Desa yang memiliki titik terbaik menikmati matahari terbit itu hanya hanya berjarak satu jam dari pusat kota. Bahkan untuk memburu sunrise, pengunjung tidak harus naik gunung. “Ada bukit Rotodowo yang indah dan berjajar banyak gunung yang bisa terlihat dari sana. Tetapi, jika ingin pengalaman yang lebih menantang, bisa mendaki gunung Prau dari jalur pendakian Igirmranak yang landai, aman dan indah karena membelakangi Gunung Sindoro,” imbuhnya. Pengunjung juga bisa melihat permakultur berikut lahan pekarangan serta peternakannya, plus warung permakultur yang menjajakan menu organic. Di antaranya nasi jagung komplit, demplo kukus, hingga camilan lainnya. Di Igirmranak juga ada sekitar 300 ekor Domba Wonosobo yang mampu memproduksi 2 ton pupuk basah perhari sebagai bahan pupuk organik. Bahkan ketika domba-domba tersebut dibiarkan merumput berkeliaran bebas akan terlihat seperti pemandangan di peternakan negara Eropa. “Sistem permakultur ini ditarget selesai dalam enam tahun kedepan, namun setiap tahun ada progresnya. Kami akan terus berkonsentrasi untuk mewujudkan mimpi kami,” tutur kades tentang rencananya. Sementara itu menurut Kabid Destinasi Pariwisata Disparbud Wonosobo Edi Santoso, Igirmranak kerap dijadikan target studi banding oleh desa lain. Bahkan pada Desember 2018 lalu, Desa Semawot , Kecamatan Sukosewu, Bojonegoro juga mempelajari pengelolaan desa wisata. Desa Igirmranak jadi contoh pengembangan desa wisata berbasis budaya sekaligus pertanian. Ada even budaya tiap tahun, kongres mata air, pengembangan pertanian, dan warung permakultur sebagai media edukasi yang mendukung aktivitas ini. “Konsepnya seperti farm house yang ada di desa-desa di negeri Belanda. Dengan potensi seperti ini, kami rekomendasikan untuk dikunjungi,” pungkas Edi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: