Pilkades Serentak di Magelang, Stop Money Politic, Promosikan Calon Kades Melalui Visi Misi
MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG - Pilkades Serentak 2019 di Kabupaten Magelang menjadi salah satu harapan masyarakat, demi kemajuan desa. Setiap calon kades bisa melakukan promosi tentang dirinya melalui visi misi dan stop berbagai upaya yang mengarah money politic. Budayawan Kabupaten Magelang, Tri Yudho Purwoko, mengatakan, memilih kepala desa yang ideal, bersih jujur dan amanah, akan lebih mudah terwujud bila sistem atau tata cara pemilihan juga bersih dan jujur, bebas money politic. \"Semua tergantung dengan unsur-unsur yang terlibat dalam pelaksanaan pilkades, mulai dari panitia, para calon dan tim sukses masing-masing calon. Jika semua unsur tersebut dapat berjalan dengan bersih dan bebas money politic maka kemungkinan memperoleh kepala desa yang ideal akan lebih mudah,\" ucap Purwoko, Rabu (13/11). Menurut Purwoko, keberadaan tim sukses menjadi salah satu unsur penting untuk memperkenalkan kualitas para calon pilkades kepada masyarakat, termasuk memperkenalkan program visi misi kepada masyarakat. \"Tim sukses tidak melakukan money politic tetapi mempromosikan calon kades kepada masyarakat melalui program visi dan misi. Hal tersebut yang dikenalkan kepada masyarakat, jadi bukan money politicnya. Sehingga masyarakat akan memilih calon kades yang berkualitas,\" papar Purwoko. Baca Juga Pemkab Wonosobo Sediakan WiFi Gratis bagi Pendaftar CPNS Namun ketika nanti calon kades terpilih, tidak mampu menjalankan program visi misi seperti saat kampanye, maka tim sukses harus turut bertanggungjawab, mengapa kades terpilih tidak sesuai seperti yang dijanjikan. \"Tim sukses tugasnya juga turut mengawal pemerintahan kades terpilih, jika tidak sesuai maka juga ikut bertanggungjawab. Karena jika tidak yang akan dirugikan adalah masyarakat dan desa tersebut. Terlebih saat ini anggaran untuk desa sangat banyak melalui dana desa,\" jelas Purwoko. Selain itu, lanjut Purwoko, untuk mewujudkan pemerintah desa yang bersih, perlu didukung dengan regulasi pilkades yang kuat, sehingga akan menguatkan sistem pelaksanaan Pilkades. \"Regulasi harus jelas dan memihak kepada masyarakat. Seperti pelaku money politic saat pilkades harus mendapatkan sanksi. Dengan demikian pilkades yang menghasilkan pemimpin desa, bisa diharapkan menjadi ujung tombak pembangunan negara ini,\" tandas Purwoko. Adapun Akademisi Universitas Muhammadiyah Magelang, M.Zuhron Arofi mengatakan, pilkades tidak ada bedanya dengan pesta demokrasi secara umum yang terjadi di Indonesia. Terdapat dua hal yang telah menjadi budaya negatif dalam pilkades yaitu keberadaan botoh dan money politic. Sebelum masyarakat jamak mengenal istilah money politic seperti sekarang ini (dalam pemilu). Praktik semacam itu telah menjadi rahasia umum terjadi dalam pilkades \"Botoh atau pendukung yang bermain, menjadi semacam aktor yang sebenarnya dibalik kemenangan daru proses demokrasi tradisional itu. Problemnya UU Pemilu kita tidak menjangkau sampai kesana untuk money politic, atau regulasinya berbeda, karena menggunakan perbub,\" terang Zuhron. Terkait dengan budaya botoh dan money politic, menurut Zuhron menjadi kendala memilih kades yang berkualitas. \"Botoh tidak bisa juga disebut dengan tim sukses, karena botoh terkadang berdiri di dua kaki. Menghilangkan budaya negatif itu, menurut saya tidak mudah, sebab dari dulu budaya money politic dan botoh sudah menjadi bagian dari proses itu, jadi sulit menjamin terpilih kades yang berkualitas dan bersih. Belum lagi dikaitkan dengan potensi dana desa, itu lebih ngeri dan rawan. Justru dana desa dijadikan motivasi untuk berkuasa, jadi sangat pragmatis, meskipun tidak semua bisa digeneralisir,\" tandas Zuhron.(cha)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: