Zona Merah Meluas

Zona Merah Meluas

JAKARTA - Jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia, terus meningkat. Status di beberapa daerah pun juga kerap berubah. Yang terbaru, 43 kabupaten/kota yang awalnya berstatus zona oranye, kini menjadi zona merah. Sehingga total terdapat 65 kabupaten/kota dengan risiko tinggi penularan COVID-19. “Zona merah naik cukup besar. Awalnya 32 kabupaten dan kota. Kini bertambah menjadi 65 kabupaten/kota. Ini berberdasarkan data terakhir Satgas Penanganan COVID-19 pada 30 Agustus 2020,” ujar Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (1/9). Di antara 65 zona merah itu, terdapat 43 daerah yang sebelumnya berstatus zona oranye, kini berubah menjadi zona merah (selengkapnya lihat grafis, Red). Satgas meminta penanganan yang lebih baik terhadap situasi pandemi di 43 zona merah tersebut. “Kami mohon yang 43 daerah dengan risiko sedang ke tinggi ini untuk dapat kerja lebih keras lagi bersama seluruh masyarakat agar kondisinya dapat diperbaiki,” imbuhnya. Hingga Selasa (1/9) kemarin, terdapat penambahan 2.775 pasien positif baru. Sehingga total menjadi 177.571 kasus. Untuk pasien sembuh juga ada penambahan 2.098 orang. Total pasien sembuh mencapai 128.057 orang. Sementara itu, juga ada penambahan 88 kematian baru. Dengan demikian, total pasien yang meninggal dunia berjumlah 7.505 orang. Terdapat lima provinsi yang mencatat penambahan kasus terbanyak. Yaitu DKI Jakarta 901 kasus baru, Jawa Timur 350 kasus, Jawa Barat 215 kasus , Jawa Tengah 200 kasus dan Bali 160 kasus. Wiku menambahkan, untuk provinsi yang memiliki akumulasi terbanyak adalah DKI Jakarta 40.987 kasus, Jawa Timur 33.893, Jawa Tengah 14.164 kasus, Sulawesi Selatan 12.057 kasus dan Jawa Barat 11.278 kasus. Wiku menjelaskan memang ada peningkatan kasus kematian pasien positif COVID-19 dalam sepekan terakhir. Namun, dari sisi angka kesembuhan, Indonesia lebih tinggi daripada rata-rata dunia. \"Kami ingin sampaikan kasus meninggal mingguan. Terjadi kenaikan kasus meninggal dalam seminggu sebesar 24,4 persen,\" ucap Wiku. Terdapat lima provinsi yang memiliki persentase angka kematian lebih tinggi daripada nasional. Persentase angka kematian Corona nasional adalah 4,23 persen. \"Persentase kenaikan tertingginya 5 besar. Pertama adalah Bengkulu 7,29 persen. Kemudian disusul Jawa Tengah 7,18 persen, Jawa Timur 7,10 persen, NTB 5,76 persen, dan Sumatera Selatan 5,68 persen. Semua ini di atas , rata-rata angka kematian nasional,\" terangnya. Selain itu, terdapat lima provinsi dengan kenaikan angka kematian lebih dari 100 persen. Yang pertama Jawa Tengah naik lebih dari 60 menjadi 144. Kedua Aceh, dari 6 menjadi 29. Bali juga naik, dari 2 menjadi 13. Selanjutnya Riau dari 4 menjadi 11. Kemudian, Jawa Timur dari 149 menjadi 177. Selain zona merah, ada pula perubahan zona hijau. Wiku menjabarkan ada penurunan jumlah wilayah yang tidak terdampak Corona. Awalnya ada 30 wilayah. Kini, hanya 26 daerah yang berstatus zona hijau. \"Ini semuanya banyak dari kepulauan. Karena pengendalian kasus di dalam kepulauan lebih mudah dibanding bentuk daratan,\" bebernya. Kemudian, ada 42 kabupaten/kota lainnya yang kali ini masuk dalam zona hijau Corona. Daerah ini sebelumnya sempat ditemukan kasus. Namun, sudah membaik dan dinyatakan bersih dari Corona. Selain itu, Wiku juga menjelaskan bahwa World Health Organization (WHO) menekankan pentingnya nasionalisasi vaksin dalam penanganan COVID-19. \"WHO menyatakan pentingnya sharing atau berbagi vaksin untuk mencapai kesembuhan bersama. Termasuk mencegah vaccine nationalism,\" tutur Wiku. Menurutnya, nasionalisasi vaksin adalah pengembangan vaksin yang hanya diperuntukkan untuk kepentingan nasional atau satu negara saja. WHO, lanjut Wiku, menyatakan vaksin adalah barang umum milik publik. Sejauh ini Indonesia sudah bekerja sama dengan negara lain dalam pengembangan vaksin. Selain itu, Indonesia juga berupaya mengembangkan vaksin secara mandiri. Yakni Vaksin Merah Putih. \"Meskipun vaksin ini dikembangkan sendiri di dalam negeri, namun jika berhasil, vaksin Merah Putih juga bisa dijual ke negara lain,\" pungkasnya. Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengungkap pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap pengembangan vaksin virus Corona (COVID-19). Dilaporkan saat ini sudah ada 1.800 orang yang mendaftar sebagai relawan uji klinik vaksin. \"Pemerintah terus mengupayakan percepatan penanganan COVID-19. Termasuk juga dengan pencarian. Selain itu, juga terlibat dalam pengembangan dan penyediaan alternatif obat dan vaksin untuk penanganan COVID-19,\" ujar Penny di Jakarta, Selasa (1/9). Data WHO, sudah ada 33 kandidat vaksin dari seluruh dunia. Semuanya dalam tahap uji klinis. Sementara itu, ada sekitar 143 kandidat yang berada pada tahap lainnya. Indonesia memiliki 2 jalur pengembangan vaksin. Pertama yakni vaksin merah putih kerja sama antara Kemenristek/BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dengan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. \"BPOM telah membuat roadmap tahapan pengembangan vaksin yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan data pre-klinik, klinik dan mutu dari vaksin yang akan dibuat. Selanjutnya, akan ditindaklanjuti dengan FGD bersama stakeholder terkait,\" terangnya. Kedua adalah kerja sama Indonesia dengan perusahaan dari negara lain. Saat ini BPOM mendampingi kerja sama vaksin antara Sinovac dari Cina dengan PT Biofarma. Selain itu, ada juga kerja sama G42 Uni Emirat Arab dan Sinopharm bersama PT Kimia Farma. Kerja sama lainnya adalah antara perusahaan bioteknologi Korea Selatan, Genexine Inc dengan PT Kalbe Farma. \"Ada juga beberapa komunikasi dengan negara lain yang sudah memulai untuk tahap-tahap pengembangan selanjutnya,\" paparnya. BPOM melaporkan pengembangan soal uji coba vaksin Sinovac yang dimulai pada 11 Agustus lalu. Ini melibatkan peneliti dari Fakultas Kedokteran, Unpad. \"Target subyek sebanyak 1.620. Saat ini ada 1.800 sukarelawan yang sudah mendaftar sebagai subyek uji klinik. Hingga akhir Agustus 2020 ini terdapat kurang lebih 500 subyek yang telah direkrut dan telah mendapatkan tahapan penyuntikan,\" imbuhnya. Terpisah, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anggia Prasetyoputri mengatakan belum ada bukti klinis terkait virus SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G yang menyebabkan COVID-19 lebih efektif menular pada manusia. Sebuah studi menunjukkan virus yang membawa mutasi D614G lebih infeksius pada kultur sel di laboratorium. \"Masih perlu penelitian lebih lanjut. Apakah memang virus pembawa mutasi D614G menjadi lebih infeksius pada manusia dibanding virus yang tidak memiliki mutasi tersebut. Belum ada bukti yang jelas apakah gejala klinis pasien yang terinfeksi virus pembawa mutasi D614G akan berbeda dengan strain sebelumnya,\" jelas Anggia di Jakarta, Selasa (1/9). Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan virus bisa lebih infeksius adalah terjadinya mutasi. Sebab, pada dasarnya virus memang mudah bermutasi. Ini karena proses replikasi materi genetik virus yang rentan mengalami kesalahan. \"Ada potensi atau kemungkinan terjadinya mutasi yang bisa menyebabkan virus lebih infeksius. Namun tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti kapan itu akan terjadi,\" terangnya. Untuk saat ini, lanjut Anggia, lebih baik menjaga diri dengan melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin. Seperti menjaga jarak, memakai masker, dan selalu mencuci tangan.(rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: