Gaungkan Genta Organik, Kementan Bersama Astra Dampingi Petani Gunung Kidul
Gaungkan Genta Organik, Kementan Bersama Astra Dampingi Petani Gunung Kidul--
GUNUNG KIDUL, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Budidaya tanaman secara organik telah menarik perhatian khalayak. Begitu pula bagi Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), salah satu pelaksana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Astra International Tbk. YDBA mengajak Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang untuk berkontribusi dalam penerapan pertanian organik di Gunung Kidul.
Hal ini sejalan dengan semangat Genta Organik yang menjadi prioritas utama Kementerian Pertanian. Gerakan ini meliputi pemanfaatan pupuk organik, pupuk hayati, pembenah tanah dan pestisida nabati.
Sesuai spirit Genta Organik, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong petani untuk memproduksi pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah secara mandiri dan masif.
"Sampai saat ini, untuk memenuhi ketersediaan dan kecukupan pupuk organik sangat sulit dan mahal karena beberapa bahan bakunya masih tergantung impor dari negara lain," ujar Mentan Syahrul.
Ia berharap melalui Genta Organik, kebutuhan pangan tetap terjaga dan berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, penghasil devisa negara, sumber pendapatan utama rumah tangga petani dan penyedia lapangan kerja.
Senada, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi mengatakan sampai dengan saat ini pupuk memberikan kontribusi 15 sampai 75 persen terhadap tingkat produktivitas. Penggunaan pupuk berlebihan berakibat pemborosan.
“Tujuan genta organik yaitu menyuburkan tanah - tanah Indonesia untuk meningkatkan produksi pertanian di saat harga pupuk mahal, menerapkan pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan, menekan biaya produksi pertanian dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia,” ungkap Dedi.
Hal ini mengilhami Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) Yogyakarta untuk menerapkan Genta Organik pada 3 kelompok tani binaannya. Yaitu, Pondok Tani di Desa Terong, Tani Bangkit di Desa Ngoro-oro, dan Shafanula di Desa Dlingo. Ketiganya merupakan petani serai wangi jenis Aster yang telah memproduksi minyak atsiri.
Pada akhir tahun lalu, YDBA Yogyakarta mencoba menginisiasi jenis Mahapengiri G2, namun prosentase tumbuh hanya mencapai 10 %. Hal ini diperkirakan karena usia bibit yang terlalu muda, pemilihan masa tanam yang kurang tepat, atau kesuburan tanah yang menurun.
Untuk itu, YDBA Yogyakarta mengajak Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang (Polbangtan YoMa) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Dalam 2 tahap, tim teknis Polbangtan YoMa memberikan bimbingan teknis pembuatan bokashi.
Tim teknis Polbangtan YOMA memanfaatkan limbah kotoran sapi. Menurut Budiyanto, ketua tim teknis Polbangtan YOMA pada (25/7), teknologi bokashi sangat cocok untuk diterapkan. Selain memanfaatkan potensi lingkungan, bokashi juga memberikan banyak keuntungan.
“Rata-rata kandungan pupuk bokashi sudah mencakup unsur hara makro : N, P, K, Mg, S, Ca dan unsur hara mikro : Zn, B, Fe, Cu, Mn, Mo dan Cl. Sehingga, selain mempengaruhi sifat tanah, pupuk bokashi juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman secara langsung.” papar Budi.
Ia menambahkan, jika tanpa melakukan proses fermentasi pada teknologi bokashi, petani dapat memanfaatkan kotoran sapi setelah 2 bulan. Dengan kerugian pencemaran udara, atau bau.
“Dengan teknologi bokashi, pupuk siap dipanen di hari ke-14 atau 21. Dengan kandungan unsur hara yang lebih kompleks. Serta mengurangi pencemaran.” tutur Budi. (Osi YoMa)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: