Ruwat Rawat Borobudur ke-22: Bahas Kapitayan dan Peran Jawa dalam Spiritualitas
PROSESI. Pembentangan kain putih dan doa termasuk dalam prosesi suluh Pepadang Kapitayang.-Heni Agusningtiyas-Magelang Ekspres
BOROBUDUR,MAGELANGEKSPRES – Prosesi Suluh Papadang Kapitayan menjadi salah satu kegiatan Ruwat Rawat Borobudur (RRB) yang sudah 22 tahun, di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang.
Usai prosesi dilanjutkan penyerahan penghargaan penulisan opini terbaik RRB ke 22. Juga diisi Kongres Borobudur II, sekaligus penyerahan keris dan pustaka buku di area Pos Kenari Candi Borobudur.
Penggagas tradisi Ruwat Rawat Borobudur, Sucoro Setrodiharjo, menjelaskan, pepadang kapitayan itu merupakan ritual. Suluh itu petunjuk, pepadang itu merupakan sebuah harapan yang padang atau terang.
BACA JUGA:Sambut HUT RI 79, Ribuan Pedagang Borobudur Antusias Ikuti Kirab Budaya
Kapitayan itu menjadi bagian penting dari keberadaan Candi Borobudur. Disebutkan, sebelum ada agama Buddha, Hindu, dan agama lainnya, masyarakat Jawa sudah ada. Selama ini tak ada ruang untuk menjelaskan tentang kapitayan.
Terkait dengan Kongres Borobudur II, yang mengambil tema menelisik spiritualitas dalam keberagaman kepercayaan, itu diberi ruang untuk bisa menjelaskan apa yang disebut sebagai kapitayan dan hubungannya dengan Borobudur seperti apa.
Selebihnya dikatakan, di Borobudur ternyata ada nilai universal, salah satunya ada kapitayan.
“Dalam kongres ini kami bahas peran Jawa itu seperti apa,” tuturnya, Kamis (15/8) di Candi Borobudur.
BACA JUGA:Mengunjungi Wisata Edukasi Jamur Borobudur yang Jadi Primadona Turis Mancanegara
Di sisi lain di menjelaskan rangkaian Ruwat Rawat Borobudur yang ke-22. Antara lain ada pendampingan seni tradisi, workshop, sarasehan, bintang budaya.
Diawali dengan menghibahkan 1.056 buku tentang catatan pengelolaan Borobudur, yang diserahkan kepada perpustakaan desa maupun kabupaten, serta kampus perguruan tinggi.
Dalam kesempatan yang sama, pengasuh Pondok Pesantren Arrahmat, Sukorejo, Kabupaten Kendal, selaku pemimpin doa dalam acara, M Taufik, mengatakan, pepadang kapitayan dimaksudkan berharap kepada Tuhan, agar Borobudur bisa memberikan sinar pemberdayaan. Bagaimana Borobudur juga memberikan kemaslahatan bagi semua umat di lingkungan Borobudur, Kabupaten Magelang, Indonesia, juga di seluruh dunia.
“Kami berdoa untuk manusia. Semoga Tuhan memberikan keselamatan, keberkahan, kemanfaatan, sehingga visi dari setiap umat untuk berbahagia dunia dan akhirat bisa terwujud,” harap pegiat Lembaga Seniman Budayawan Muslim (Lesbumi) itu.
BACA JUGA:Tingkatkan Pelayanan, 120 Pedagang di Candi Borobudur Dilatih Hospitality
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: magelang ekspres