Whistleblowing System: Suara Hati yang Menjaga Bisnis
Jeanette Agustina Lolong SE, Mahasiswa Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta-IST-MAGELANG EKSPRES
MAGELANGEKSPRES.ID - Orang dalam sering jadi bahan bisik-bisik di kantor tetapi siapa sangka, justru merekalah pahlawan etika yang bisa menyelamatkan perusahaan dari kehancuran.
Inilah kekuatan whistleblowing system (WBS), mekanisme pelaporan pelanggaran yang kini menjadi tulang punggung etika bisnis modern.
Seperti dijelaskan oleh Crane, Matten, Glozer, dan Spence dalam “Business Ethics”(2022), pengambilan keputusan etis dalam dunia kerja bukanlah proses yang berdiri di ruang hampa.
Keputusan itu terbentuk melalui perpaduan antara faktor internal, seperti nilai-nilai pribadi, integritas, dan imajinasi moral seseorang, dan faktor eksternal, termasuk tekanan dari atasan, budaya organisasi, serta sistem reward and punishment yang berlaku.
Whistleblowing muncul ketika seseorang, didorong oleh kompas moral dan keberanian pribadinya, memutuskan untuk bertindak karena membayangkan dampak etis dari suatu penyimpangan.
BACA JUGA:Tunggakan Gaji karyawan PT Indofarma, Cerminan Praktik Kegagalan Etika Bisnis
Namun keberanian pribadi saja tidak cukup. Tanpa sistem yang melindungi, menghargai, dan merawat keberanian itu semisal melalui kebijakan yang jelas, kanal pelaporan yang aman, serta kultur organisasi yang suportif, maka suara kebenaran justru bisa terbungkam oleh ketakutan, atau lebih buruk lagi, dihukum oleh sistem yang semestinya dijaga.
Kesuksesan whistleblowing telah terbukti membawa perubahan besar di berbagai perusahaan internasional. Salah satu contoh paling terkenal adalah kasus WorldCom di Amerika Serikat, di mana Cynthia Cooper, auditor internal perusahaan, menjadi whistleblower dengan mengungkap skandal akuntansi terbesar dalam sejarah korporasi AS.
Tindakannya tidak hanya membongkar manipulasi keuangan bernilai miliaran dolar, tetapi juga memicu lahirnya Sarbanes-Oxley Act, regulasi penting yang memperketat pengawasan keuangan perusahaan publik di seluruh dunia.
Di Indonesia, peran whistleblower sangat signifikan dalam membongkar kasus-kasus besar. Banyak operasi tangkap tangan KPK juga berawal dari laporan whistleblower, membuktikan bahwa keberadaan sistem pelaporan yang aman dan terpercaya mampu memperkuat penegakan hukum dan tata kelola perusahaan di Indonesia.
BACA JUGA:Geluti Bisnis Pakan Ternak, Alumni Polbangtan Kementan Raup Cuan
Keberhasilan WBS tentu tak lepas dari perlindungan bagi pelapor. Sistem yang baik menjamin keamanan, anonimitas, dan penghargaan bagi whistleblower, sehingga karyawan tidak takut melapor. Bagi perusahaan, WBS adalah alat deteksi dini. Bagi karyawan, WBS dapat menjadi saluran aman untuk menyuarakan kegelisahan. Bagi masyarakat, sistem ini adalah jaminan bahwa kepentingan publik tetap terjaga dan bisnis berjalan dengan integritas.
Pada akhirnya, WBS adalah refleksi nilai luhur, seperti yang hidup dalam falsafahMinahasa “Sitou Timou Tumou Tou”—manusia hidup untuk memanusiakan manusia. Setiap suara yang berani melapor adalah bentuk kepedulian, bukan hanya untuk kepentinganperusahaan, tapi untuk kehidupan bersama. Sudah saatnya kita memandang whistleblower bukan sebagai pengadu, melainkan penjaga marwah organisasi—karena di balik keberanian pelapor, ada masa depan yang lebih bersih dan bermartabat.
Artikel ini ditulis oleh: Jeanette Agustina Lolong SE, Mahasiswa Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: magelang ekspres
