MAGELANGEKSPRESS -- Sungai Kemit, yang mengalir di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, bukan hanya sebagai sumber air yang penting bagi masyarakat, tetapi juga terdapat sejarah panjang didalamnya.
Sungai Kemit yang tepatnya terletak di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah menjadi bagian kehidupan ekosistem sehari-hari masyarakat dan alam sekitarnya.
Sungai yang mengalir sepanjang 45 kilometer ini memiliki sejarah yang panjang, terkait dengan perkembangan Kabupaten Kebumen.
Para ahli sejarah menyakini bahwa sungai ini merupakan saksi bisu berbagai peristiwa yang telah diterjadi pada zaman kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Wilayah di sekitar Sungai Kemit juga dikenal sebagai tempat berdirinya area pemukiman pertama di Kabupaten Kebumen.
BACA JUGA:Apa itu Geisha di Jepang? Begini Fakta dan Sejarahnya Ternyata Bukan Sebagai Wanita Penghibur
Pada zaman kolonial Belanda, Sungai Kemit pernah dijadikan sebagai batas wilayah negara Indonesia. Berdasarkan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948, Sungai Kemit ditetapkan sebagai batas wilayah negara atau yang biasa disebut garis demarkasi (status quo).
Adanya garis demarkasi menyebabkan terjadinya pembagian wilayah, sebelah timur sungai milik Indonesia dan sebelah barat sungai milik Belanda.
Sungai Kemit dijadikan sebagai batas wilayah karena keberadaan sungainya yang dalam dan lebar sehingga akan sulit dilalui jika tidak memalui jembatan utama.
Dengan adanya pembatasan wilayah di Sungai Kemit menyebabkan seluruh pejabat negara, tentara, dan sebagian warga sipil dari wilayah Belanda berpindah ke wilayah Indonesia.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah tantangan bagi rakyat Kebumen pada masa itu yang harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan wilayahnya.
BACA JUGA:Kenali 8 Benteng-Benteng Bersejarah Di Indonesia Peninggalan Masa Penjajahan
Sungai ini juga menjadi saksi bisu terjadinya penyerahan 400 tawanan perang diatas jembatan kereta yang melintas di atas Sungai Kemit.
Garis demarkasi sudah dinyatakan tidak berlaku lagi ketika Belanda melanggar kesepakatan, yang kemudian melancarkan agresi militer ke-2 pada 19 Desember 1948.
Agresi ini menyebabkan Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia yang dapat dikuasai oleh Belanda.
Maka, untuk mengenang peristiwa ini, tidak jauh dari Sungai Kemit dibangunlah monumen perjuangan 45 yang dirancang oleh Teguh Twan pada tahun 1973-1975.