WONOSOBO, MAGELANGEKSPRES - Kepala Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan (Dispaperkan) Wonosobo, Dwiyama SB mengungkapkan, serapan pupuk subsidi bagi petani di tahun 2023 hanya sebesar 60 persen.
Sisa pupuk yang tersimpan di kios-kios, terpaksa harus dikembalikan ke pabrik.
"Serapannya pupuk subsidi masih 60 persen tahun ini. Kios harus mengembalikan sisanya ke pabriknya," ungkapnya, Selasa (12/12).
BACA JUGA:PSIW Berpeluang Kecil Lolos ke Babak 8 Besar
Ia menyampaikan, serapannya rendah karena berbagai sebab. Mulai dari tidak adanya penebusan pupuk baik yang urea ataupun NPK oleh petani ke kios, atau petaninya sudah beralih ke komoditas tanaman lainnya.
"Nah jumlah pupuk yang berhak diterima ya sesuai dengan kebutuhan saat pengajuan permohonan. Jika petani yang tadinya tanam padi lah kok pindah ke komoditas lain, otomatis pupuknya tidak bisa ditebus. Bisa jadi serapannya masih kecil karena mungkin ada petani belum punya uang untuk membeli pupuknya," katanya.
Namun demikian, Dwiyama SB mengaku tak punya wewenang untuk turut mengawasi proses pengembalian sisa pupuk ke pabrik-pabrik. Melihat bahwa pupuk subsidi dilarang diperjualbelikan secara bebas di pasaran.
"Jadi mekanismenya, dinas itu membantu pengadaan pupuk. Setelah itu pupuk akan didrop ke kios-kios untuk didistribusikan ke bawah, atau penebusan dengan harga khusus (murah) oleh petani," jelasnya.
BACA JUGA:Revitalisasi Dieng Belum Usai, Pemkab Wonosobo Pastikan Nataru Tetap Padat Pengunjung
"Kalau pengawasan bukan wewenang kita. Tapi kalau ada laporan dari petani bahwa ada penemuan kasusnya, maka kami bisa membantu melaporkan itu ke petugas berwenang," imbuhnya.
Dwiyama menyayangkan jika pupuk yang sudah dikirim ke Wonosobo itu tak segera diganti oleh petani. Pasalnya, pupuk-pupuk tersebut baru bisa didapatkan melalui penyesuaian data pemohon.
"Seumpama punya lahan sekian hektar tapi SPPT lebih dari 1, namun yang dimohonkan tak semuanya, ya petani hanya berhak menerima pupuk yang SPPT sudah diajukan saja. Karena pemerintah pusat sudah punya datanya, mau tanam apa di keluasan berapa, maka harus dikasih pupuk berapa kilo," paparnya.
Selain itu, Dwiyama juga mengatakan penyebab kecilnya serapan pupuk yaitu terkendala jarak tempuh rumah petani ke kios dinilai cukup jauh. Sehingga petani ogah untuk mengambil pupuk karena tidak efisien secara waktu maupun biaya.
BACA JUGA:Pamit Gembala Kerbau, Seorang Petani di Wonosobo Ditemukan Meninggal
"Misal ada petani di desa A, dia harus menebus pupuk di kios yang sudah ditentukan meskipun jaraknya jauh. Tapi karena hanya ingin ambil pupuk sedikit, kebanyakan petani lebih memilih kios paling dekat, sedangkan di kios ini tak ada data pupuk subsidi untuknya, nah ini juga jadi soal," tambahnya.