Mengembalikan Kejayaan Kelengkeng Pringsurat Temanggung seperti Era 70-an

Senin 08-07-2024,18:19 WIB
Reporter : Setyo Wuwuh
Editor : Malik Salman

"Kalau satu bulan membuahkan 10 pohon, nanti setelah pembuahan ketiga misalnya hasilnya 60 kilogram per pohon dikalikan Rp30 ribu sudah sekitar Rp800, kalikan lagi 10 sama dengan Rp18 juta. Dua tahun ke depan kurangi 20% untuk kembali lagi ke kebun. Soal pemasaran saya tidak khawatir karena punya teman perkelengkengan dari Sabang sampai Merauke dan tahu luasan lahan kelengkeng di setiap daerah, mau buat pengalengan atau ekspor sekalipun sebenarnya bisa," katanya.

BACA JUGA:Sosok Eko Sunyoto, Seniman Senior yang Tarikan Relief Candi Borobudur sampai Lawatan ke Luar Negeri

Dari segi perawatan, terang Yuwono, pohon kelengkeng tergolong tidak sulit, hanya perlu melakukan toping, batang pokok dipotong misal tinggi 1 meter menjadi 25 centimeter.

Kemudian akan tumbuh cabang dan yang bagus dipelihara, katakanlah ada empat cabang mengarah ke utara, selatan, barat, timur. Setelah itu dipangkas batas cabang akan terubus Kembali per cabang menjadi tiga bagian dan akan tumbuh pertama buah kelengkengnya.

Yuwono pun punya rumus pangkas bentuk kelengkeng dari satu, tiga, sembilan, dua tujuh, tujuh satu dan seterusnya. Maka semakin banyak cabang akan semakin banyak buahnya.

Dicontohkan, jika diawal ada 10 cabang berarti dipembuahan pertama sudah ada 30 pucuk dan seterusnya.

Suranto dari Kelompok Tani Sumber Rejeki Desa Ngipik, Kecamatan Pringsurat menuturkan, dari hitungan BEP, petani saat ini bisa menangguk keuntungan minimal jika kelengkeng per kilogram laku Rp35 ribu, lalu dipasaran bisa dijual antara Rp42-Rp45 ribu per kilogram.

Namun demikian, soal harga menyesuaikan dengan grade dari kelengkeng itu sendiri.

Untuk kelengkeng kristal rata-rata berat per buahnya bisa mencapai 8 gram, sehingga 1 kilogram bisa terdapat 95-105 butir dan sampai usia 15 tahun kelengkeng kristal masih produktif.

BACA JUGA:Festival Budaya Suran, Kirab 1.000 Tumpeng Menuju Pertapaan Eyang Suro Gendero di Desa Ngablak Magelang

"Kelengkeng Pringsurat itu sudah mulai menurun ditahun 90-an, petani punya pohon sendiri tapi merugi dibiaya, brongsong bambu dibeli Rp1.000 per brongsong dikalikan berapa ratus berapa ribu per pohon, kemudian biaya tenaga Rp100-Rp150 ribu per hari."

"Kita mulai bangkit lagi tahun 2018 akhir lalu di tahun 2019 sampai 2022 itu teman-teman di Balai Penyuluhan mendampingi petani mulai bergerak ada bantuan dari APBN. Sampai sekarang di Pringsurat sudah ada 13.600 pohon tertanam, dari unsur gapoktan 50-an kelompok maupun petani mandiri, tersebar di 14 desa dengan desa optimalnya 12 desa, anggota gapoktan bisa ada 200 an. Kira-kira kita butuh waktu 5-10 tahun untuk mengembalikan kejayaan kelengkeng Pringsurat dan menjadi potensi ekonomi masa depan," katanya.

Disebutkan, dari APBN pada tahun 2021 di Desa Soborejo mendapat bantuan 1.000 batang pohon, lalu Ngipik 2.000 batang, Nglorog 2.000 batang, Rejosari 2.000 batang, Kupen 2.000 batang.

Bantuan terus bertambah di tahun 2024 ini rencana adalagi bantuan pohon di Pagergunung. Para petani kelengkeng kini berpikir komprehensif mulai pengadaan bibit, panen, hingga pemasarannya.

BACA JUGA:Mahakarya Sumbing Dongkrak Kunjungan Wisata Lereng Gunung Sumbing, Libatkan Ratusan Kelompok Seni

Kemunduran budidaya kelengkeng menjadi pengalaman berharga sehingga petani belajar dari membanjirnya kelengkeng impor atau kelengkeng Bangkok dari Thailand, karena produksi kelengkeng Pringsurat hampir tidak ada.

Kategori :