BACA JUGA:Universitas Muhammadiyah Magelang Tambah Wakil Rektor Baru, Dorong Prestasi Mahasiswa
Maklum saja, masa itu penentuan jadwal buka puasa, tak segencar sekarang.
”Dung” maupun ”bom” buka puasa dimaksud yaitu sejenis petasan berbentuk bola berdiameter sekitar 10 centimeter.
Di dalam bola itu diisi dengan serbuk mercon yang di tengahnya dipasang sumbu.
BACA JUGA:Pertahankan Budaya Lokal, SMPN 6 Magelang Ciptakan Program Lestari Elok
Saat disulut bom diletakkan di ujung tabung berisi sekitar 1,5 meter.
Sebelum dinyalakan, bom yang sudah dipasang di tempatnya harus diarahkan ke udara, kemudian dinyalakan menggunakan korek api pada sumbunya.
Setelah itu bom akan meluncur keatas didiringi dengan suara dentuman seperti suara bom.
BACA JUGA:Pertahankan Budaya Lokal, SMPN 6 Magelang Ciptakan Program Lestari Elok
Menjelang detik-detik berbuka puasa atau menjelang waktu Maghrib, bom itu ramai-ramai dinyalakan di tengah lapangan Alun-alun yang letaknya hanya beberapa meter dari Masjid Agung.
Suara dentuman yang keras itu konon bisa terdengar hingga di seluruh pelosok Kota Magelang.
Masyarakat setempat mengenalnya dengan suara ”dung”.
”Suara itu lah yang oleh warga Magelang menjadi satu-satunya tanda berbuka puasa,” kata pria yang akrab disapa Mas Henk itu.
Ternyata tradisi ”ngabuburit” tidak hanya populer di satu dekade terakhir.
Karena di era 80-an pun, warga sudah akrab dengan ngabuburit sambil menunggu suara dentuman ”dung” yang begitu keras.