BMKG : Fenomena Angin Kencang di Magelang Dipengaruhi Aktivitas Gunung Merapi

BMKG : Fenomena Angin Kencang di Magelang Dipengaruhi Aktivitas Gunung Merapi

MAGELANGEKSPRES.COM, MAGELANG - Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menduga fenomena angin kencang yang melanda Jogjakarta, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, hingga dataran tinggi Dieng, Minggu (20/10) hingga Senin (21/10) terjadi karena pengaruh aktivitas Merapi. Kepala Stasiun Klimatogi Mlati Yogyakarta, Reni Kraningtyas mengatakan, angin kencang yang mengakibatkan puluhan rumah rusak di beberapa daerah itu bersifat sangat lokal. Sebab, selain mengacu konsentrasi wilayah kerusakan, kecepatan anginnya pun dianggap berbeda dengan dataran rendah. "Kalau di lereng Merapi mencapai 80 km/jam (skala fujita) sedangkan pengukuran di Stasiun Klimatologi Mlati Jogjakarta 16 km/jam," katanya. Menurut Reni, peningkatan aktivitas Merapi berupa erupsi awan panas pada tanggal 14 Oktober yang diikuti guguran lava pada tanggal 15 Oktober 2019 telah menyebabkan peningkatan suhu permukaan di kawasan Puncak Merapi. Hal ini membuat tekanan udara di wilayah ini menjadi cukup rendah. BACA JUGA : Amukan Angin Kencang Sampai ke Kota Magelang Sebagaimana diketahui bahwa dalam skala tertentu, tekanan udara permukaan berbanding terbalik dengan suhu udara permukaan. Suhu yang lebih panas akibat erupsi Merapi dan guguran lava yang terjadi dalam waktu yang cukup lama, akan menurunkan tekanan udara permukaan. "Akibatnya udara mengalir ke wilayah dengan suhu lebih tinggi," ujarnya. Dia menilai, kejadian hujan intensitas sedang-lebat disertai angin kencang pada Minggu (20/10) malam dipicu oleh anomali aliran angin lembah (angin mengalir dari lembah ke arah gunung) yang membawa udara dingin dan lembab. Akibatnya, terjadi kondensasi dan terbentuk awan Cumulonimbus (Cb) di lereng pegunungan. "Angin lembah biasanya terjadi siang hari saat bagian dengan dataran yang lebih luas dan lebih rendah telah mendapat pemanasan matahari yang cukup. Di area pegunungan, dimana secara umum puncak gunung suhu udara permukaan lebih dingin dibandingkan daerah di lereng, maka sirkulasi udara lokal cenderung bergerak turun (angin gunung)," terangnya. Namun kondisi di tempat yang lebih panas di bagian lereng pegunungan membuat sirkulasi lokal dapat berbalik dan menyebabkan angin lembah (dari atas ke bawah) lebih kuat dari biasanya. Pada topografi tertentu, sebut Reni, karena pengaruh bentuk lereng dan permukaan pegunungan, angin lembah itu dapat membentuk pusaran-pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil. "Kasus itu seperti yang terjadi di Kecamatan Selo Boyolali pada Senin 21 Oktober 2019 pagi," ucapnya. Sebelumnya, pada Minggu, 20 Oktober 2019 sekitar pukul 19.30 WIB terjadi angin kencang yang disertai hujan sedang-lebat di kawasan Merapi (Kecamatan Pakis, Sawangan, Ngablak) kawasan Sumbing di Kajoran Kabupaten Magelang, sehingga menyebabkan atap rumah berterbangan dan pohon tumbang yang berakibat tertutupnya akses jalan. Bahkan, angin kencang yang terjadi Senin, 21 Oktober 2019 pukul 10.00 WIB di Kecamatan Selo Boyolali, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, dan di lereng sebelah barat-barat daya dan tenggara Merapi mengakibatkan debu-debu tebal beterbangan hingga menutupi pandangan mata. Tidak hanya itu, angin kencang juga merusak rumah warga di kawasan Kota Magelang yang notabenenya dataran rendah. Seperti yang terjadi di Perumahan Depkes, Kelurahan Kramat Utara, Magelang Utara, Senin (21/10) pagi. (wid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: