51 Pegawai KPK Dipecat

51 Pegawai KPK Dipecat

MAGELANGEKSPRES.COM, JAKARTA - Anita Wahid, putri Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak tinggal diam atas pemecatan 51 dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Ia berharap Jokowi bisa menelaah rekam jejak ke-51 pegawai tersebut. "Sehingga akan jelas siapa saja orang-orang ini, seperti apa kinerjanya, apa posisi strategisnya, dan lain-lain," kata Anita, Rabu (26/5). Ia berpandangan, ke-75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK tersebut bekerja atas dasar kecintaan kepada bangsa dan negara. Maka, menurutnya, tidak mungkin puluhan pegawai lembaga antirasuah itu tidak berwawasan kebangsaan. Lagipula, menurutnya, pemecatan terhadap ke-51 pegawai KPK tersebut merupakan bentuk pembangkangan terhadap presiden dan hukum. Pasalnya, kata dia, Jokowi secara gamblang sudah memberikan instruksi atas hasil TWK para pegawai KPK. Ia menilai, dalih Pimpinan KPK bahwa pemecatan ke-51 pegawai telah sesuai dengan instuksi presiden dan tidak merugikan pegawai itu sendiri jelas tidak masuk akal dan mengada-ada. "Karena artinya tinggal tunggu waktu saja hingga kontrak mereka tidak diperpanjang. Sama saja dengan diberhentikan," tuturnya. Dirinya pun meminta Jokowi untuk tidak tinggal diam atas upaya pembangkangan tersebut. Ia mengingatkan Presiden tidak boleh tunduk terhadap kepentingan pihak-pihak di balik upaya pelemahan KPK. "Kalau negara membiarkan saja, maka negara telah dzalim terhadap putra-putri terbaik yang selama ini setia mengabdi bangsa," tegasnya. Diketahui, sebanyak 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lulus asesmen TWK terpaksa dipecat. Kebijakan tersebut diambil bedasarkan penilaian asesor dan disepakati bersama antara KPK, Kemenpan RB, dan BKN dalam rapat yang digelar di Kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5). Sedang, 24 pegawai lainnya dinilai masih dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN. Mereka akan diminta kesediaannya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara. Sementara itu, aktivis 1998 yang juga pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, kebijakan tersebut adalah prank alias sebuah lelucon belaka. Hal ini mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menekankan agar hasil TWK tidak dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK. "Rakyat Indonesia, khususnya pegiat antikorupsi, kena prank lagi. Akhirnya BKN dan KPK menetapkan 51 dari 75 staf KPK yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos TWK tetap diberhentikan. Tak ada alasan baru dari penetapan ini," ungkap Ray Rangkuti melalui pesan singkatnya, Rabu (26/5). Menurut Ray, pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK tetap merujuk pada hasil TWK. Tidak ada dasar lain atas pemecatan tersebut. Hal tersebut, ditekankan Ray, bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. "Instruksinya jelas dan tegas, ini kata Jokowi 'Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes,' bunyi pernyataan itu," ungkapnya. "Hampir tidak ada tafsir lain dari pernyataan ini kecuali 75 pegawai KPK tersebut harus diterima sebagai ASN. Tak ada tafsir lainnya," imbuhnya. Keputusan ini, kata Ray, menandakan instruksi Presiden Jokowi tak dijalankan. Atas dasar itu, pendiri LSM Lingkar Madani (Lima) ini meminta agar Presiden Jokowi menegur keras para anak buahnya. "Dengan kenyataan ini, tentu sangat tergantung pada presiden. Bahwa pembantu presiden dengan kasat mata tidak menindaklanjuti presiden, sudah semestinya diberi teguran keras dan sanksi tegas," ungkapnya. Ray juga meminta agar Presiden Jokowi membatalkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK yang tidak lulus TWK. Presiden Jokowi, dinilai Ray, punya kewenangan penuh terhadap pembatalan SK pemberhentian 51 pegawai KPK tersebut. "Tapi jika presiden tidak mengambil tindakan apapun, khususnya pembatalan SK baru pemberhentian 51 pegawai KPK yang dimaksud, tentu pernyataan presiden tanggal 17/05/2021 lalu, hanya basa basi. Sekedar mengerem kritik publik atas hasil TWK yang dimaksud, tanpa ada keinginan yang sesungguhnya untuk menyelamatkan pegawai KPK seperti amanah MK," beber Ray. "Tentu kenyataan ini menambah catatan prank pemerintah terhadap rakyat Indonesia. Setidaknya telah terjadi dua kali prank pemerintah atas KPK: revisi UU KPK dan TWK staf KPK. Prank lain adalah revisi UU ITE yang belum nampak perkembangan signifikannya, hingga hari ini. Kami capek diprank, Pak Presiden!" pungkasnya. (riz/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: